Selasa 07 May 2019 16:55 WIB

Takimku, Bahagiaku

Membaca dan menulis adalah suatu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh pelajar.

Takim salah satu murid Dewi Ivayanty, Guru Kelas IV MI Al-Azhar Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Foto: Dompet Dhuafa
Takim salah satu murid Dewi Ivayanty, Guru Kelas IV MI Al-Azhar Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Maluku.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dewi Ivayanty, Guru Kelas IV MI Al-Azhar Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Maluku.

Membaca dan menulis adalah suatu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa-siswi atau pelajar di tingkat dasar. Namun tentunya belum semua anak bisa membaca dan menulis saat memasuki Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).

Banyak di antara mereka yang belum bisa membaca bahkan ada yang belum mengenal huruf. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para guru di tingkat SD dan MI, termasuk saya sebagai guru di MI Al Azhar Saumlaki, Kabupaten Kepuluan Tanimbar Provinsi Maluku.

Terkait hal tersebut, adalah Takim, salah seorang siswa saya di kelas 4 MI Al Azhar Saumlaki. Kesan pertama saya bertemu dengan Takim, anaknya pendiam, bermain hanya dengan teman-teman tertentu dan cenderung minder.

Dari keterangan teman-teman sekelasnya ternyata Takim  adalah siswa pindahan dari salah satu SD Negeri yang ada di Saumlaki, dan dia sudah 2 kali tinggal kelas karena belum bisa membaca dengan lancar.

Mengetahui itu semua membulatkan tekad saya untuk mencoba membantunya belajar membaca. Ini adalah salah satu tujuan saya bergabung dengan MI Al-Azhar Saumlaki, yakni membantu anak-anak Muslim di kota ini untuk bisa bersaing dengan anak-anak dari sekolah-sekolah lain. 

Saya menemui orangtua Takim dan menyatakan kesedian saya untuk membantu anaknya belajar membaca. Hal ini tentu saja disambut gembira oleh orang tua Takim.

Saya mulai mengajari Takim membaca dengan meluangkan waktu 30 menit sebelum jam pembelajaran di sekolah dimulai. Membaca buku ensiklopedia hewan yang bergambar dan Full Colour dengan harapan akan membuat dia tertarik untuk membaca buku. Alhamdulillah, hal itu sangat efektif untuk menarik perhatiaannya untuk membaca.

Selain itu saya mencoba  untuk menulis kata-kata dan akhiran-akhiran seperti gabungan huruf-huruf -nya, -nga, ber-, ke-, -ng, -lah, nge-, dalam karton berwarna dan menggunting-guntingnya. Guntingan kata-kata dan akhiran-akhiran itu akan dia tempel pada buku yang sudah saya tuliskan beberapa kalimat.

Kurang lebih sebulan saya intensif meluangkan waktu khusus untuknya, selain belajar membaca saya mencoba memberinya motivasi-motivasi untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Bahwa ketidakbisaannya untuk membaca bisa dia ubah dengan tekad dan usaha yang keras.

Tidak bisa membaca bukanlah suatu kekurangan yang harus ditutupi dan membuat kita malu dan minder. Justru hal tersebut menjadi penyemangat untuk bangkit dan mengejar ketinggalan, karena tidak ada anak yang terlahir bodoh tapi yang ada adalah anak yang malas.

Memasuki semester dua, dimana pembelajaran di kelas 4 lebih banyak ditekankan pada membaca dan diskusi. Ada satu hal yang membuat saya begitu bahagia.

Takim siswa saya yang istimewa ini sudah bisa ikut serta dalam kegiatan membaca di kelas kami, dia sudah bisa membaca dengan lancar dan dia bukan lagi siswa yang pendiam dan minder tapi dia sudah percaya diri bergabung dengan teman-teman sekelasnya bahkan dengan teman-teman dari kelas lain.

Melihat senyumnya saat dia mendapat tepukan tangan atau applause dari teman-teman sekelasnya karena keberhasilan dia membaca memberi rasa kebahagiaan tersendiri dalam hati saya. Dan tentunya bagi Takim sendiri pastilah menjadi kebahagiaan bahkan mungkin salah satu kebahagiaan terbesarnya yang mungkin tidak dapat dia ucapkan dengan kata-kata.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement