Rabu 22 May 2019 07:47 WIB

Zakat di Era Post Truth

Fenomena post-truth di dunia zakat juga terjadi

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto: Dokumentasi Pribadi
Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

Istilah post-truth kini semakin populer. Bahkan praktiknya hingga menerpa gerakan zakat. Beberapa hari ini beredar di sosial media dan beberapa jejaring grup Whatsapp terkait klarifikasi petinggi sebuah pengelola zakat yang terindikasi terserang hoaks, soal dananya yang diisukan digunakan dipakai untuk pembuatan jalan tol dan untuk bayar utang negara.

Apa sebenarnya post-truth itu? Post-truth dapat didefinisikan sebagai kata sifat yang berkaitan dengan kondisi atau situasi di mana pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data yang objektif dalam membentuk opini publik. Kata post truth menurut BBC, merupakan word of the year pada 2016. Ke depan bisa saja kata post-truth masih akan menjadi word of the year selama beberapa tahun mendatang.

Di era post-truth terjadi ketidakpercayaan yang semakin besar terhadap fakta dan data yang disajikan oleh institusi tertentu, termasuk media massa arus utama. Saat yang sama terjadi peningkatan secara signifikan peran media sosial sebagai sumber berita dan informasi yang diyakini publik.

Mahalnya Sebuah Kepercayaan

Bila kita lihat sejarah kemunculan istilah post-truth, sebenarnya istilah ini pertama kali digunakan pada Januari 1992 dalam sebuah artikel pada Nation Magazine. Artikel tersebut ditulis seorang penulis keturunan Serbia-Amerika, Steve Tesich. Kalimat ini merupakan cerminan dari kegelisahan Tesich terhadap perilaku para politisi dan pemerintah yang sengaja memainkan fakta dan data yang objektif, atau bahkan tidak menggunakannya sama sekali demi memanipulasi opini publik.

Dalam artikel tadi, Tesich menggambarkan apa yang disebutnya "the Watergate syndrome" di mana semua fakta-fakta buruk yang diungkapkan di masa kepresidenan Richard Nixon malah membuat warga Amerika meremehkan kebenaran, sebab itu bukanlah hal nyaman untuk mereka percayai. Ia juga menggunakan kata postruth sebagai refleksinya atas skandal Iran-Kontra dan Perang Teluk Persia.

Pemungutan suara saat Brexit pada 23 Juni 2016 menjadi momen pertama di mana terdapat lonjakan frekuensi penggunaan istilah post truth. Frekeunsi ini semakin menguat lagi pada bulan Juli ketika Donald Trump menjadi nominasi calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik hingga pada momen pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 8 November 2016.

Menurut David Patrikarakos, jurnalis berkebangsaan Inggris, era post-truth telah menciptakan post-truth leader mulai dari Vladimir Putin hingga Donald Trump. Mereka menggunakan kelemahan masyarakat untuk dapat mengenali kebenaran demi mencapai kekuasaan.

Di era post-truth semakin banyak keraguan terhadap sebuah informasi yang disebarkan di benak orang-orang, maka akan semakin menguatkan kecenderungan mereka untuk menampikkan kebenaran ketika mereka mendengar atau bahkan melihatnya. Tujuannya tidaklah lagi untuk membalikkan fakta seperti yang dilakukan politisi di jaman dulu tapi jauh lebih buruk, yakni untuk menumbangkan gagasan atau konsep mengenai eksistensi kebenaran yang objektif.

Istilah post-truth ini dalam khazanah Islam dapat bermakna pengkhianatan atas posisi penting pemegang kunci informasi. Ini tergambar dalam sebuah hadits: "Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga muncul perkataan keji, kebiasaan berkata keji, memutuskan kerabat, keburukan bertetangga, dan sehingga orang yang khianat diberi amanah (kepercayaan) sedangkan orang yang amanah dianggap berkhianat". [HR. Ahmad, No. 6514).

Khianat adalah lawan dari amanah. Kalau amanah berarti melaksanakan kewajiban yang sudah disanggupi, maka khianat adalah kebalikannya. Yaitu: berlaku curang atau mengurangi, atau membatalkan kewajiban.

Al Jâhizh berkata, “Khianat adalah melanggar sesuatu yang diamanahkan orang kepadanya, berupa harta, kehormatan, kemuliaan, dan mengambil milik orang yang dititipkan dan mengingkari orang yang menitipkan. Termasuk khianat juga tidak menyebarkan berita yang dianjurkan disebarkan, merubah surat-surat (tulisan-tulisan) jika dia mengurusinya dan merubahnya dari maksud-maksudnya”. [Tahdzîbul Akhlâq, hlm. 31].

Dari hadits yang lain, disebutkan gambaran tentang orang munafik ini yaitu: "Tanda orang munafik ada tiga yaitu apabila bercerita dia berdusta, apabila berjanji dia menyelisihi janjinya, dan apabila diberi amanah (kepercayaan) ia berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Khianat juga bisa berkaitan dengan urusan manusia. Sebagaimana penjelasan al-Jahizh di atas yang mengatakan, “Khianat adalah melanggar sesuatu yang diamanahkan orang kepadanya, berupa harta, kehormatan, kemuliaan, dan mengambil milik orang yang dititipkan dan mengingkari orang yang menitipkan. Termasuk khianat juga tidak menyebarkan berita yang dianjurkan disebarkan, mengubah surat-surat (tulisan-tulisan) jika dia mengurusinya dan mengubahnya dari maksud-maksudnya” [Tahdzibul Akhlaq, hlm. 31].

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement