Oleh: Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI (@Nana Sudiana)
"Good marketing makes the company look smart. Great marketing makes the customer feel smart" – Joe Chernov
Hingga hari ini, gap potensi zakat dengan realisasi capaiannya masih lebar. Prosentasenya masih teramat kecil bila keduanya disandingkan. Untuk bisa terus menggali potensi yang ada dan memperkecil gap, selain diperlukan sosialisasi dan edukasi untuk calon muzaki baru, dibutuhkan pula kemampuan marketing agar potensi zakat ini bisa terkelola dengan baik.
Sebagaimana kita tahu, fungsi marketing bagi sebuah organisasi ini amat penting. Karena dari marketing inilah akan memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup organisasi di masa yang akan datang.
Marketing sendiri awalnya melekat tak terpisahkan dari kegiatan bisnis sebuah perusahaan. Kini marketing dan seluruh turunannya telah pula diadopsi di dunia zakat.
Secara proses, antara spektrum bisnis dan zakat tak mengalami perbedaan signifikan. Toh pada dasarnya, marketing di kedua hal tadi memiliki kesamaan tujuan yakni, merupakan sebuah kegiatan untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan kepuasan para konsumen dengan berbagai cara, seperti membuat produk, menentukan harga, tempat penjualan dan melakukan promosi dari produk tersebut.
Di aspek bisnis maupun zakat, marketing bisa diartikan juga sebagai sebuah kombinasi antara aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan dalam usaha untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh para konsumen, sehingga organisasi atau perusahaan akan dapat mengembangkan produk, harga, pelayanan dan melakukan promosi dalam rangka untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut dan bisa mendapatkan keuntungan.
Dari definisi umum tadi, kita bisa meliihat marketing memang sudah memiliki hubungan yang sangat erat dengan sebuah aktivitas organisasi atau perusahaan dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan adanya peran marketing, dalam dunia zakat, maka pihak muzaki tidak perlu mengelola zakatnya sendiri. Muzaki cukup mendelegasikan atau memberi amanah pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada untuk meneruskan harapannya agar zakat yang ia tunaikan bermanfaat untuk para penerimanya dan efisien dari sisi implementasinya.
Muzaki melalui perantara para marketer zakat, atau amil-amil yang tugasnya layaknya marketer di dunia bisnis, dapat mengkomunikasikan keinginan dan harapannya akan kemana arah harta yang ia titipkan melalui OPZ yang ada. Muzaki pada dasarnya bisa menyerahkan total, terserah lembaga mau dibuat untuk program apa donasi atau zakat yang ia tunaikan.
Bisa pula ia menyampaikan keinginannya agar harta yang ia amanahkan. Misalnya sebagian-nya digunakan untuk program tertentu. Ia dapat saja menunjuk program ekonomi, kesehatan atau lainnya.
Pada perkembangannya, marketer zakat kini telah bermetamorfosis dengan baik. Mereka bukan hanya dibekali dengan kemampuan lobi, komunikasi, presentasi dan juga public speaking yang baik, para marketer juga kini rata-rata telah dibekali sejumlah bahan-bahan atau penjelasan program-program kerja lembaga zakat masing-masing yang dikemas dan dibuat dengan sangat baik dan elegan. Modal inilah yang semakin membuat para marketer semakin percaya diri untuk bertemu dan berkomunikasi dengan calon muzaki maupun dengan muzaki lama.
Para marketer zakat, telah mengerti betul dengan peran penting mereka sebagai gerbang pembukan yang akan melakukan pertukaran informasi atau komunikasi dengan para muzaki atau calon muzaki yang akan mengamanahkan hartanya. Mereka menyadari dengan jalan melakukan marketing secara optimal maka akan dapat menghasilkan penghimpunan lembaga yang lebih maksimal pula bagi organisasinya. Kemudian apabila hal tersebut terjadi, maka tidak heran apabila organisasi akan mengalami perkembangan yang baik dan bisa meraih kesuksesan yang selama ini telah direncanakan.
Dari cerita tadi, kita tahu soal marketing ini harus selalu diperhatikan dan dikawal pimpinan OPZ agar hasilnya bisa terus tumbuh dengan baik. Pimpinan OPZ juga harus serius untuk memaksimalkan marketing atau pemasarannya dari waktu ke waktu.
Untuk mendukung dalam memaksimalkan marketing, maka para pimpinan OPZ setidaknya harus mengetahui beberapa hal penting yang menyangkut persoalan marketing ini. Guna menyederhanakan luasnya pembahasan mengenai marketing yang kompleks, minimal tujuh poin penting ini bisa dikuasai oleh para pimpinan OPZ agar bisa terus melibatkan diri dan mengawal proses marketingnya dilembaga masing-masing.
Pertama, Membaca Pola Marketing
Di balik kejadian rutin sehari-hari, baik dalam soal komunikasi maupun khususnya mengenai marketing. Sesungguhnya selalu ada pola yang bisa ditemukan dalam sebuah transaksi acak sekalipun. Kemampuan membaca pola yang baik ini harus dikuasai pimpinan OPZ ketika ia ingin masuk lebih dalam ke sebuah ceruk pasar baru, maupun ketika ia ingin lebih mengoptimalkan pasar yang telah ia masuki.
Pengetahuan dan keterampilan ini menjadi strategis, karena nantinya akan bermuara pada misalnya bisa menemukan pola atau trend pada muzaki. Jelas ini akan sangat menguntungkan OPZ masing-masing.
Bila kita telah mahir, kita akan menemukan jawaban kenapa seorang muzaki platinum misalnya tidak suka hadir ketika diundang dalam acara atau program tertentu. Sebaliknya ia sangat bersemangat bila diajak berpetualang ke tempat-tempat jauh hanya untuk program yang tampak kecil dan sederhana, apalagi tak ada media dan publikasi di lokasi acara.
Kemampuan mengidentifikasi pola-pola yang ada penting bagi komunitas marketing yang kita bangun. Dengan kemampuan ini, kita bisa mengarahkan tim marketing untuk bisa lebih efektif dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan muzaki maupun calon muzaki.
Membaca trend yang berkembang di lingkungan kelas menengah muslim misalnya, ini juga penting dilakukan. Agar kita bisa masuk dan diterima menjadi bagian dari dunia mereka. Salah satu ekspektasi mereka dalam hal apa saja misalnya soal kemudahan.
Maka bagi OPz yang memiliki kemampuan marketingnya baik, secepatnya ia membangun sistem marketing digital berbasis kemudahan layanan. Apa pun keperluan muzaki, seperti update informasi, pilihan layanan dan transaksi, maupun kecepatan dan kemudahan mendapat laporan bisa dipenuhi OPZ dengan baik dan cepat.
Kedua, Buatlah Goals Lembaga yang Jelas
Kampanye marketing habis-habisan tetap hasilnya bisa tidak sesuai bila sejak awal OPZ tidak punya goals yang jelas dalam organisasinya. Goals sendiri bermakna target atau sasaran akhir yang ingin dicapai dari sebuah objective/tujuan yang telah ditetapkan OPZ.
Pencapaian target ini sendiri ada, selalu berafiliasi atau berhubungan dengan objective organisasi. Objective organisasi dengan begitu, sudah harus ditetapkan sejak awal agar apa-apa yang akan dilakukan akan terarah dan fokus. Jadi, kembali ke soal marketing, secara sederhana bahwa goals (target) adalah pasangan dari tujuan (objective).
Makanya bila kita tak jelas targetnya sejak awal, akan menyulitkan aktivitas marketing yang akan dibangun. Apalah gunanya kampanye marketing yang penuh dengan ide gila tapi tidak membantu klien mencapai tujuannya. Seorang marketer bukan hanya bertugas membuat strategi marketing yang kreatif tapi juga efektif membantu customer yang dalam hal ini muzaki.
Sejak awal OPZ harus menunjukan goals-nya yang serius bahwa lembaganya memang berniat sungguh-sungguh untuk membantu meningkatkan kualitas kehidupan mustahik. Proses ini, bila secara konsisten ditunjukan (tanpa bermaksud pamer/ riya) maka akan jadi marketing yang sangat baik.
Cara ini juga akan mampu secara langsung meningkatkan loyalitas muzaki. Beberapa OPZ kadang gagal melakukan hal ini karena sejak awal tak terlihat goals-nya dalam mengelola OPZ-nya. Sebagai pimpinan OPZ, silakan pelajari lebih banyak contoh-contoh kasus di dunia bisnis yang korelasinya terlihat kuat antara goals dengan marketingnya.
Dari sana nanti, bisa ditemukan ide-ide utama yang jadi kunci keberhasilan marketing dengan implementasi goals. Sebagai pimpinan OPZ kadang kita lupa bahwa bisnis zakat ini sejatinya bisnis relasi sosial kemanusiaan.
Marketing yang dibangun pun harus yang membuktikan relasi yang kuat antara kesungguhan berbuat untuk umat dengan cara komunikasi yang rendah hati, humanis dan tanpa menonjolkan diri secara dominan atas peran-peran serta inisiatif yang dilakukan pada sejumlah program yang dikomunikasikan. Publik dan muzaki sesungguhnya amat respek pada lembaga yang helpfull dan smart dalam berkomunikasi.
Ketiga, Pahami Muzaki dengan Benar
Organisasi pengelola zakat janganlah kecil hati bila dapat komplain muzaki. Sesungguhnya komplain-komplain ini adalah proses peningkatan lembaga yang harus dilalui. Muzaki yang komplain pada sebuah OPZ sebenarnya adalah aset penting organisasi.
Terdengar aneh bukan? Tapi itu benar. Kebanyakan muzaki yang tidak puas jarang menyampaikan keluhan mereka dan tanpa sepengetahuan kita, tiba-tiba mereka sudah berpindah donasi atau zakatnya ke OPZ lain.
Sementara dengan komplain yang kita terima dari muzaki, kita dapat mengevaluasi dan meningkatkan pelayanan dan program yang kita miliki. Karena itulah mengapa tadi kita sampaikan bahwa muzaki yang mau komplain adalah aset penting organisasi.
Memang tak semua muzaki merasa senang dan puas dengan layanan kita, pun tentu tak semua bersedia mengungkaplan apa yang dirasakannya pada kita. Untuk itulah kita harus mampu memahami dengan benar siapa sebenarnya muzaki kita.
Apa latar belakang dan soal-soal apa saja yang muzaki tidak sukai dari organisasi atau layanan yang kita miliki. Memang perlu keseriusan untuk bisa mengetahui dengan baik apa dan siapa masing-masing muzaki kita sehingga kita bisa memberikan layanan yang sesuai dengan mereka dan bisa pas pula ketika menghadapi mereka.