Tak terperi kebahagiaan seorang istri ketika menyambut suaminya pulang ke rumah setelah setahun berpisah. Perabot rumah ditata sedemikian rapi, rumah dibersihkan, berikut wangi-wangian yang menyedapkan. Si istri pun berpakaian indah dan bersolek cantik bak bidadari. Begitulah luapan kegembiraan istri menyambut suaminya pulang ke rumah.
Demikianlah perumpamaa seorang mukmin yang menyambut Ramadhan. Kegembiraan yang luar biasa di hatinya karena bulan yang ditunggu-tunggu tak lama lagi akan datang. Setahun sudah ia menunggu, berdoa kepada Allah agar dipertemukan kembali dengan Ramadhan. Seperti doa yang diajarkan Rasulullah SAW, "Ya Allah, berkahilah kami pada Rajab dan Sya'ban, dan sampaikan jualah kami ke Ramadhan." (HR Ahmad, dari Anas bin Malik).
Ramadhan bak tamu agung yang begitu dielu-elukan kedatangannya. Kedatangannya membawa berbagai kebaikan, keberkahan, rahmat yang berlimpah, serta ampunan atas segala dosa dan kesalahan. Setiap amal perbuatan dilipatgandakan pahalanya, ibadah sunah dipandang nilainya seperti ibadah wajib, ibadah wajib diberikan ganjaran berlipat-lipat. Segala doa dan munajat pasti didengar Allah. Bahkan, di dalamnya juga terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Kegembiraan sejatinya tak bisa dibuat-buat. Mereka yang gembira menyambut Ramadhan benar-benar terlihat dari aktivitas dan intensitas ibadahnya. Tentu saja, mereka yang bergembira adalah mereka yang memang memiliki niat berpacu ibadah, mencari maghfirah (ampunan) dari Allah, dan mengejar pahala.
Ibaratnya, orang yang tengah tersesat di rimba belantara, tiba-tiba saja bertemu dengan seorang penunjuk jalan yang akan membawanya keluar dari hutan itu. Ia begitu bahagia karena dirinya bisa selamat dari ancaman maut. Bagaimana tidak, jerih payahnya untuk mencari jalan keluar dari hutan itu sudah ia dapatkan.
Begitu pulalah kegembiraan orang yang tengah mencari jalan mendapatkan maghfirah serta rahmat dari Allah. Ketika ia ingin kembali kepada Allah, ada Ramadhan yang menawarkan semesta kebaikan, rahmat, serta ampunan baginya.
Adapun mereka yang tak terbiasa beribadah, tak suka berdoa dan memohon ampun kepada Allah, enggan beramal kebaikan, tak ada kegembiraan dalam dirinya. Bagaimana mungkin ia akan gembira dengan tawaran amal sunah dinilai sebagai amal wajib, sementara selama ini ia tak pernah melakukan amal wajib itu sendiri. Ia tidak pernah shalat, berpuasa sunah, membaca Alquran, atau bersedekah. Tentu, tak akan menarik baginya karena pada dasarnya ia sama sekali tak tertarik untuk beribadah.
Bergembira menyambut Ramadhan dibuktikan dengan bersemangat melakukan amal ibadah. Seperti kegembiraan Rasulullah SAW menyambut Ramadhan, puasa sunah Beliau SAW tak ada yang sebanyak pada Sya'ban. Beliau SAW semakin sering beriktikaf, bertilawah, serta bersedekah. Ibaratnya, orang yang ingin terjun ke medan perang, ada fase latihan yang ia lalui sebelum benar-benar ada di medan perang.
Para sahabat senantiasa menyambut Ramadhan dengan bahagia dan persiapan mental dan spiritual. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatthab menyambutnya dengan menyalakan lampu-lampu penerang di masjid-masjid untuk ibadah dan membaca Alquran. Kabarnya, Umar-lah orang pertama yang memberi penerangan di masjid-masjid hingga pada zaman Ali bin Abi Thalib.
Pada malam pertama Ramadhan ia datang ke masjid dan mendapati masjid yang begitu terang. Menyaksikan itu, Ali sempat mendoakannya, "Semoga Allah menerangi kuburmu wahai Ibnul Khatthab sebagaimana engkau terangi masjid-masjid Allah dengan Alquran."
Para sahabat yang lain meluapkan kegembiraan mereka dengan banyak membaca Alquran pada Ramadhan. Sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik, para sahabat, jika melihat bulan sabit Sya’ban serta-merta meraih mushaf mereka dan membacanya. Kaum Muslimin mengeluarkan zakat harta mereka agar yang lemah menjadi kuat dan orang miskin mampu berpuasa pada Ramadhan.
Para gubernur di masa para sahabat akan memberikan remisi bagi para tawanan. Para tawanan akan diberikan hukuman segera atau dibebaskan. Para pedagang pun bergerak untuk melunasi apa yang menjadi tanggungannya dan meminta apa yang menjadi hak mereka. Sampai ketika mereka melihat bulan sabit Ramadhan, mereka segera mandi dan iktikaf.
Banyak membaca Alquran adalah salah satu kegiatan para sahabat Nabi dalam mempersiapkan diri menyambut Ramadhan. Ramadhan adalah syahrul Quran (bulan saat Alquran diturunkan) yang didalamnya disukai banyak membaca Alquran. Rasulullah SAW pun menyetorkan hafalan Alquran beliau kepada Jibril pada Ramadhan.
Mereka yang mengetahui fadhilah (keutamaan) Ramadhan yang akan menyambut bulan ini dengan sukacita. Dalam hadis Ibnu Mas’ud disebutkan, "Andai para hamba mengetahui apa itu Ramadhan, tentu umatku akan berharap agar sepanjang tahun itu Ramadhan."
Sementara, mereka yang tidak terpanggil hatinya dengan datangnya Ramadhan, kebagiaan mereka hanyalah semu belaka. Mereka gembira karena saat Ramadhan bisa mendapatkan THR, bisa membeli pakaian baru, dan banyak kue-kue serta hidangan makanan. Ada juga di antara mereka yang benci dengan adanya Ramadhan. Disebabkan, saat Ramadhan mereka terpaksa tidak makan dan minum. Mereka juga kesal karena tempat-tempat maksiat dan hiburan malam ditutup. Mereka inilah yang ditutup dan dijauhkan hatinya dari pintu hidayah.
Padahal, puasa saat Ramadhan adalah ibadah terbaik untuk mendidik seseorang menjadi Muslim muttaqin (bertakwa). Allah sediakan surga bagi mereka yang berhasil mendapatkan derajat muttaqin dengan latihan berpuasa. Seperti seorang sahabat yang bertanya pada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku sebuah amalan yang aku akan masuk surga dengannya."
Rasululullah SAW menjawab, "Hendaknya kamu puasa, tidak ada (amalan) yang seperti puasa." (HR Ibnu Hibban dalam kitab Mawarid Dhom'aan [1] :232). rep:hannan putra ed: hafidz muftisany