Pengabdian tidak mengenal batas teritorial. Tak terkecuali bagi seorang Muslimah yang rela terbang jauh dari tanah kelahirannya. Untuk mengabdi di ujung negeri.
"Saya bertugas di Nipsan." Dokter pegawai tidak tetap (PTT) itu melengkapi identitasnya saat mengenalkan diri kepada Republika awal Juni lalu, di Wamena, Jaya Wijaya, Papua. Perempuan berjilbab itu bernama dr Dewi Sukma Sari. Sudah setahun lebih dia bertugas di Papua. Dewi masuk ke da lam program dokter terbang di Ka bupaten Yahukimo, sebuah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Pegunungan Tengah.
Nipsan adalah distrik terjauh tempat dia bertugas. Meski namanya terdengar singkat, tapi tidak dengan jaraknya. Tidak semua orang bisa mengakses distrik terpencil itu. Maklum, seperti daerah terpencil di Papua lainnya, tak ada jalan darat untuk mencapai distrik tersebut. Dari Wamena, Dewi harus naik tiga pesawat lagi untuk sampai kesana.
Dewi terbang ke Yahukimo, kemudian ke naik pesawat ke Dekkai. Perempuan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Aceh ini tinggal sementara di dis trik tersebut untuk membantu puskesmas di sana. Jika ingin ke Nipsan, Dewi harus menunggu jadwal terbang pesawat misio naris yang tidak menentu. Dia pun harus merogoh kocek sendiri untuk membeli tiket pesawat. Setiap kali terbang, harga nya berkisar Rp 500 ribu. Jauh di bawah harga normal.
Menurutnya, pesawat misionaris itu hanya mau mengangkut penumpang dengan profesi tertentu seperti guru, bidan, pendeta atau dokter seperti Dewi. Untuk profesi tersebut, ujar Dewi, maka pengelola pesawat memberi harga khusus. Jangan bayangkan jika pesawat kecil yang Dewi gunakan akan mendarat di bandara atau lapangan terbang. Di Nip san, yang ada hanyalah tanah datar yang disulap menjadi tempat mendarat pesawat.
Beragam pasien ditangani Dewi di Puskesmas Nipsan. Menurutnya, ada dua penyakit yang menjadi tren di daerah ini, yakni Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Tuberculosis (TB). Pola hidup warga Papua pedalaman seperti di Nipsan membuat penyakit tersebut mudah hinggap. Maklum, warga tinggal di rumah yang disebut honai, yakni bangunan kayu bulat beratap jerami.
Di tengah honai, terdapat tungku pem bakaran yang berfungsi sebagai penghangat. Sayangnya, tidak ada salur an untuk asap tersebut pergi ke atas. Padahal ventilasi untuk tempat keluar masuk udara di honai sangat minim. Jadilah warga menghirup asap sehingga sangat rentan mendapat penyakit TB dan ISPA.
Tadinya, Dewi bertugas dengan seorang dokter PTT lain yang berasal dari Medan. Namanya, Dr Andi Jhon Rikson Manalu. Hanya, koleganya tersebut meninggal dunia pada 23 April 2014 lalu. "Penyebab meninggalnya tidak pasti,"ujar Dewi. Usai meninggalnya Andi, Dewi ha nya ditemani dengan seorang perawat dan seorang bidan.
Mereka menempati sepetak rumah dinas di samping Puskes mas. Setiap kali datang, mereka akan tinggal di Nipsan selama dua bulan untuk bertugas di Puskesmas. Dewi dan dua temannya tersebut pun harus menyiapkan logistik berupa kebutuhan pokok untuk hidup disana.
"Kami pun harus bawa minyak tanah," ujarnya. Di samping untuk memasak, minyak tanah digunakan Dewi seba gai bahan bakar lampu petromak. Pasalnya, listrik akan mati setiap malam di Nipsan.
Bila sudah gelap, suasana horor kian terasa. Terlebih, akhir-akhir ini ber edar be rita tak sedap tentang dua ma ma yang masih menjalankan ritual kani bal. Mama tersebut dikabarkan biasa ma kan daging jenazah orang meninggal karena sakit.
"Makanya wajahnya mirip kelelawar," kisah Dewi. Hanya, ujarnya, ritual yang dilakukan sang nenek belum pernah dapat dibuktikan warga. "Katanya kalau ketahuan, dia bakal dibunuh,"ujar aktivis Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) ini.
Meski banyak cerita seram, Dewi tidak terlalu menanggapinya dengan se rius. Dokter yang ingin menjadi spesialis kandungan tersebut masih betah menjalani tugasnya di Nipsan. Dewi meng ungkap, keramahan dan keluguan warga Papua membuatnya merasa nyaman. rep:a syalaby ichsan ed: hafidz muftisany
Biodata
Nama : Dewi Sukma Sari
TTL : Medan, 26 Februari 1988
Alamat : Kompleks Puskesmas Dekai, Yahukimo
Hobi : Travelling, Nonton Film
Pendidikan:
• SD Muhammadiyah Medan 1993- 1998
• SD Al Washliyah Medan 1998-1999
• Ponpes Ar-Raudhatul Hasanah Medan 1999-2001
• SMP Muhammadiyah Palangkaraya 2001-2002
• SMAN 3 Palangkaraya 2002-2003
• SMAN 3 Palembang 2003-2005
• Universitas Syiah Kuala 2005-2012
Aktivitas:
• Dokter PTT Puskesmas Nipsan Kabupaten Yahukimo
• Dokter Jaga di RSUD Dekkai Kabupaten Yahukimo
• Aktivis BSMI