Jumat 05 Sep 2014 12:00 WIB

Pergi Haji untuk tidak Kembali

Red:

Ada sebagian jamaah calon haji, terutama yang berusia lanjut, memiliki keinginan pergi haji untuk tidak kembali alias ingin wafat di tanah suci. Mereka berkeyakinan bahwa wafat dan dikuburkan di Tanah Suci lebih mulia daripada wafat dan dikuburkan di Tanah Air, apalagi sedang menunaikan ibadah haji.

Kemulian ini karena selain jenazah mereka akan dishalatkan di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi oleh ratusan bahkan mungkin jutaan manusia, mereka pun akan mendapatkan keutamaan seperti bunyi hadis dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa dikuburkan di Makkah, maka akan datang pada hari kiamat dengan aman sentosa. Barang siapa dikuburkan di Madinah, maka aku akan menjadi saksinya dan pemberi syafaat baginya."

Maka, bisa dikatakan bahwa sebagian kasus kematian jamaah haji Indonesia yang setiap tahunnya rata-rata mencapai 450 orang atau 1 kloter memang "kematian yang sudah diniatkan" dari Tanah Air. Tetapi, kematian tersebut bukan bukan karena usia lanjut saja, tetapi juga karena penyakit yang sudah diidapnya di Tanah Air dan semakin parah ketika di Tanah Suci.

Adapun penyakit yang menyebabkan kematian jamaah di Tanah Suci adalah penyakit jantung, disusul oleh pneumonia dan penyakit infeksi. Pada tahun 2013, jumlah kematian jamaah haji Indonesia memang menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 266 jamaah. Penyebab utama penurunan ini bukan karena jumlah jamaah Indonesia pada tahun 2013 juga menurun yang disebabkan oleh pengurangan kuota haji sebanyak 20 persen yang disebabkan oleh pembangunan Masjidil Haram, tetapi memang semua sistem pelayanan kesehatan di Tanah Suci telah bekerja dengan baik.

Padahal, pada tahun 2013 tersebut, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi mencatat ada sebanyak 82.406 jamaah yang tergolong risiko tinggi (risti) yang terbagi atas jamaah berusia di atas 60 tahun (12,45 persen), jamaah yang mengidap penyakit (58,95 persen), dan jamaah berusia di atas 60 tahun yang mengidap penyakit berat (26,7 persen). Adapun penyakit mayoritas yang diderita oleh para jamaah risti adalah hipertensi, selain diabetes dan penyakit hati.

   

Kematian jamaah haji Indonesia pada tahun 2014 ini pun, walau bisa diturunkan jumlahnya dengan mengantisipasi sebab-sebabnya, tetapi tidak bisa dihindari. Apalagi seperti yang ditegaskan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, sisa kuota haji sejumlah 276 akan diperuntukkan bagi jamaah calon haji (calhaj) lanjut usia atau lansia berumur 70 tahun ke atas. Kebijakan tersebut dilakukan karena calhaj lansia tetap menjadi prioritas pada ibadah haji tahun 2014 ini.

Memang ajal tidak ada yang mengetahui, semua rahasia Allah SWT. Jika sudah ajalnya, yang berusia muda pun wafat di Tanah Suci. Namun, dari data tahun 2014, kisaran usia jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci di atas 60 tahun alias  lansia.  

   

Keluarga dan kerabat dari calon jamaah haji lansia ini pun menyadari bahwa membiarkan bapak, suami atau anggota keluarganya yang lansia pergi haji sama saja memberikan peluang yang sangat besar untuk tidak kembali lagi ke Tanah Air. Mereka sudah ikhlas jika si jamaah haji lansia ini harus dikuburkan di perkuburan Ma’la atau Saraya di Makkah,  perkuburan Baqi’ di Madinah, atau perkuburan Hawa di Jeddah.

Si calhaj lansia yang menyadari bahwa kepergian hajinya ini adalah kepergian untuk tidak kembali juga telah mempersiapkan segalanya. Seperti membuat surat wasiat, membayar semua utang-utangnya, dan meminta maaf kepada orang-orang yang dia kenal. Juga tidak seperti lazimnya,  walimatussafar yang diadakan bagi si calhaj lansia ini biasanya lebih besar skalanya dengan suasana yang  penuh haru. Saat si calhaj lansia ini telah berada di Tanah Suci, keluarga dan kerabat juga mengadakan pembacaan surat Yasin yang lebih intensif dibandingkan keluarga dan kerabaat jamaah haji nonlansia.  

   

Memang, jika membaca hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri di atas, jangankan yang sudah lansia, yang masih muda pun, atau ada di antara kita para pembaca budiman, ingin wafat di Tanah Suci, di Makkah, atau di Madinah, apalagi dalam keadaan sedang melakukan ibadah haji. Tidak peduli wafatnya disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau oleh virus korona atau Ebola sekalipun. Tidak peduli pula jika setelah wafat, keluarga dan keluarga sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin menziarahi makam kita, yang penting wafat dan dimakamkan di Makkah atau Madinah utamanya dalam keadaan sedang beribadah haji.

Ada satu kisah kematian jamaah haji yang indah dan penuh kemuliaan yang jarang sekali terjadi, yaitu kematian dan penguburan dari KH Fathullah Harun, salah satu ulama Betawi terkemuka yang berkiprah di Malaysia. 

KH Fathullah Harun wafat pada usia 74 tahun di hari keenam bulan Ramadhan tahun 1987, di Kota Makkah. Ia dikuburkan di permakaman Ma`la, Makkah, di samping kuburan istri Rasulullah SAW, Siti Khadijah RA. Ada cerita menarik pada proses pemakamannya itu yang menunjukkan bagaimana Allah SWT memuliakannya. Pada hari ia wafat, wafat juga ulama terkemuka setempat. Kedua jenazah pun sama-sama dishalatkan di tempat dan waktu yang sama. Sedangkan, di perkuburan Ma`la sudah disiapkan dua kuburan yang sudah digali.

Untuk ulama terkemuka setempat disiapkan persis di samping kuburan Siti Khadijah RA. Sedangkan, untuk almarhum KH Fathullah Harun telah disiapkan tempat yang lain. Pada saat jenazah diangkat dan sampai di samping kuburan Siti Khadijah RA, ternyata jenazah yang diangkat bukanlah jenazah ulama setempat, melainkan jenazah KH Fathullah Harun. Ada peraturan tidak tertulis di perkuburan Ma`la, yaitu jika jenazah sudah berada di perkuburan, maka ia harus dikuburkan di tempat jenazah ditaruh dan tidak boleh diangkat ke tempat lain.

Maka, bersandinglah makam KH Fathullah Harun dengan makam Siti Khadijah RA. Semoga kematian kita kelak memiliki kemulian seperti kematian para jamaah haji ini, walau mungkin tidak di Tanah Suci. Amin.

Akhir kalam, dari tanggal 5 sampai dengan 7 September 2014, Jakarta Islamic Centre (JIC) mengadakan Festival Islam Ibu Kota dengan menggelar berbagai macam kegiatan, dari training motivasi untuk para pelajar, lomba marawis, sampai tabligh akbar yang semuanya diselenggarakan di JIC. Kami mengajak segenap kaum muslimin untuk datang dan menghadirinya. Untuk info kegiatan dan kepesertaan, dapat menghubungi JIC di nomor telepon 021-4413069, 081315937947.

 

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan JIC

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement