Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar -- Belum banyak dibahas apa rahasia di balik penyebutan kata Makkah dan Bakkah sebagai nama tempat di mana Rumah Allah (Baitullah) dibangun. Kata Makkah dan Bakkah Keduanya masing-masing disebutkan hanya sekali di dalam Alquran. Kata Makkah disebutkan dalam ayat, "Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS al-Fath [48]:24).
Sedangkan, kata Bakkah disebutkan dalam ayat, "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." (QS Ali 'Imran[3]:96).
Secara harfiah, kata Makkah berasal dari akar kata Makka-yamukku-makkan, berarti menghisap, menyedot. Di dalam kamus utama bahasa Arab, Lisan al-'Arab, karya monumental Ibn Mandhur (15 jilid) menjelaskan bahwa kata makka searti dengan mashsha-yamushshu-mashshan berarti mengisap atau menyedot, seperti dalam kata Imtashsha jami' ma fihi wa syaribah kullih (mengisap dan menyedot semua apa ada yang di dalam).
Tukang bekam (pengobatan dengan menyedot darah kotor) disebut al-mashshash atau al-hajjam. Para hujjaj disebut mushashah karena tersedot di dalam pusat gravitasi spiritual, Ka'bah atau Baitullah. Setelah disedot segala dosa dan menjadi dekat, sedekat-dekatnya kepada Allah SWT maka manusia merasa plong, bebas. Inilah salah satu sebab mengapa Ka'bah disebut dengan Bait al-'Atiq (rumah pembebasan) karena bisa membebaskan seseorang dari kungkungan dosa dan kesalahan yang mengurung dirinya.
Menurut Imam Al-Gazali, Ka'bah merupakan pusat gravitasi spiritual. Semenjak Ka'bah dibangun, tidak pernah berhenti diputari oleh manusia dan makhluk spiritual seperti jin dan malaikat. Mereka juga ikut berthawaf disekeliling Ka'bah. Ibarat sebuah turbin yang selalu hidup dan aktif mengalirkan dan memancarkan energi batin. Energi di sekitarnya bisa meluruskan jalan pikiran yang bengkok, melunakkan hati yang keras, dan memutihkan hati yang kotor. Energi Ka'bah juga bisa menyedot dan menghisap para jamaah haji dan umrah ke dalam lingkaran pusat magnet spiritual. Seolah-olah pusat magnet ini mampu menyedot seluruh dosa dan kotoran para tamu Allah Yang Maha Pengasih (dhuyuf al-Rahman).
Wajar jika dikatakan di dalam hadis Nabi bahwa satu shalat di samping Ka'bah sepadan dengan 100.000 kali shalat di luarnya. Orang yang shalat di dalam radius inner circle Ka'bah bagaikan berada di dalam lautan berkah. Inilah sesungguhnya yang disebut dengan Makkah yang penuh berkah (Bakkah mubarakah) pada surah Ali 'Imran ayat 96.
Ibn Mandhur juga mengartikan makka sama dengan tahdzib, dari akar kata hazdaba-yahzdibu-hadzban-tahdiban, berarti membersihkan, membetulkan, dan mendidik. Pengertian ini bisa dihubungkan dengan beberapa ayat dan hadis bahwa orang-orang yang datang dengan niat tulus karena Allah, baik niatnya untuk haji atau umrah, niscaya akan dibersihkan dan disucikan jiwa, pikiran, dan segenap suasana batinnya sehingga mereka dilukiskan bagaikan bayi baru lahir dari rahim ibunya (ka yaum waladathu ummuh) yang bersih dari dosa.
Kata makka juga berati tempat yang kering dan kurang air (qillah al-ma'). Dahulu, kota Makkah dihubungkan dengan kata makka karena kawasan ini tidak lebih dari hanya gurun tandus dan hanya terdiri atas perbukitan kering. Belakangan setelah muncul sumur Zamzam melalui peristiwa ajaib, kota ini berubah menjadi daerah penting karena oase Zamzam tidak pernah kering, bahkan debit airnya tak terbatas. Hal ini mengantarkan suku Quraisy sebagai pemimpin seluruh kabilah di kawasan Arab.
Kata Quraisy itu sendiri berarti 'ikan hiu putih', berarti si raja laut, sebuah benda profan (totem) yang menjadi lambang suku Quraisy. Para bangsawan Arab Quraisy sering menggunakan kalung lambang ikan hiu putih sebagai isyarat kesuburan dan kejayaan. Bandingkan dengan kabilah-kabilah lain yang hanya memiliki oase kecil yang debit airnya sangat terbatas. Partarungan memperebutkan air dalam oase (wadi) inilah yang sering menimbulkan perang antar kabilah. Dalam masyarakat kabilah, menurut Reuben Levy, dalam The Social Structure of Islam, posisi perempuan sangat tersudut karena dianggap tidak bisa mempertahankan oase sebagai simbol kehormatan kabilah. Ini juga penyebab mengapa anak perempuan tidak begitu disukai bahkan sering terjadi pembunuhan bayi perempuan.
Sedangkan, kata "bakkah" dari akar kata Bakka-yabukku-bakkan yang berarti miskin. Seperti yang diabadikan di dalam Alquran, Bakata mubarakan. Ibnu Mandhur juga mengemukakan arti "bakkah" dengan "di antara duan gunung" (ma bain al-jabalain) karena Kota Makkah, khususnya kawasan Masjid Haram, dikelilingi oleh pegunungan.
Bakkah sama pengertiannya dengan zahama berarti mendesak, berdesakan, bersaing (tazaham). Seperti dikatakan dalam hadis, Fatabak al-nnas 'alaihi (manusia datang berdesak-desakan kepadanya). Disebut Bakkah karena manusia datang dari berbagai penjuru dan berdesak-desakan di jalan dan di dalam melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah.
Sebagian ulama berpendapat kata Bakkah ialah kandungan atau inti kota Mekkah sedangkan Makkah meliputi wilayah geografisnya. Ulama lain mengatakan Makkah dan Bakkah sama saja pengertiannya(interchangeable).
Orang-orang Arab yang kesulitan menyebut huruf mim (Makkah) bisa menyebutnya dengan Bakkah. Keduanya tidak memiliki perbedaan. Namun, dalam sumber-sumber dalam kitab Tasawuf, yang juga dijelaskan di dalam Lisan al-'Arab, kedua nama itu memiliki perbedaan. Kata Bakkah ialah nama tempat dimana Ka'bah didirikan. Sedangkan, Makkah ialah nama keseluruhan Kota Makkah (Bakkah maudhi' al-bait wa sair ma haulahu Makkah).
Nama Bakkah lebih berkonotasi spiritual ketimbang nama Makkah. Meskipun keduanya dapat dibedakan, simpul yang menyatukannya ialah Ka'bah. Misteri dan rahasia Ka'bah akan dibahas dalam artikel mendatang.