Jumat 19 Sep 2014 12:00 WIB

Ulama Harus Turun Tangan

Red:

Para ulama mempunyai tugas kenabian, yakni menyelamatkan umat Islam dari penyesatan. Inilah alasannya mengapa ulama disebut sebagai pewaris para nabi. Para ulama diharapkan bisa menjadi panglima yang mengumandangkan perang dan memimpin umat Islam dari serangan penyesatan akidah musuh-musuh Islam. Utamanya, serangan ghazwul fikr yang kini menghantui umat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj mengatakan, ghazwul fikr adalah ancaman serius bagi umat Islam saat ini. Menurutnya, serangan melalui pemikiran kerap kali tidak dirasakan umat Islam. Tanpa sadar, mereka sudah terjebak dengan model pemikiran dan pemahaman yang menghancurkan akidah mereka sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Aditya Pradana Putra

"Kita harapkan, peran ulama sangat besar untuk membendung ini. Serangan yang paling berbahaya itu adalah serangan melalui pemikiran, budaya, dan perabadan. Bahayanya karena serangan pemikiran ini, orang yang diserang tidak merasa. Mereka tidak sadar ada serangan yang menebarkan keraguan dan syubhat terhadap syariat Islam. Jadi, banyak yang tidak sadar," paparnya kepada Republika, Selasa (16/9).

Said Aqil mencontohkan, serangan pemikiran melalui propaganda di film-film tanpa sadar telah memalingkan pemahaman umat Islam. Umat Islam hanya menikmati hiburan melalui film. Namun, film yang diproduksi Barat kebanyakan menciptakan propaganda tentang Islam. Misalkan, tentang sejarah, peradaban, dan opini-opini kekinian. Islam ditampilkan mempunyai citra buruk dan negatif.

"Kita sudah tenggelam saja di depan TV. Mereka tidak sadar kalau sudah diserang. Mereka tertawa saja terbahak-bahak," ujar Said Aqil.

Menurut Said Aqil, semenjak Perang Salib berakhir, musuh-musuh Islam lebih memilih perang pemikiran ketimbang angkat senjata melawan umat Islam. Musuh Islam beranggapan, jika umat Islam diserang secara fisik, mereka bersedia mati-matian untuk membela agamanya. Umat Islam tidak takut untuk berkorban nyawa karena terbunuh di medan pertempuran berarti syahid. Musuh Islam memilih metode yang lebih halus, namun bisa memorakporandakan, yaitu ghazwul fikr.

Untuk itulah, ia mengingatkan, generasi muda Islam harus dibentengi dengan kekokohan akidah dan pemahaman Islam yang benar. Generasi mendatang sangat rentan terjangkit virus-virus pemikiran, mengingat banyaknya media yang dimanfaatkan sebagai sarang ghazwul fikr.

"Orang dahulu menerima teknologi ini luar biasa. Mereka manfaatkan untuk kepentingan agama dan kehidupan. Misalkan, mercon yang berasal dari Cina. Mercon diambil untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti senjata, tapi khurafatnya tidak diambil. Orang Cina menyalakan mercon karena dipercaya mengusir setan. Umat Islam tidak percaya itu," papar Said.

Namun, saat ini kebanyakan generasi muda menelan mentah-mentah setiap kemajuan teknologi tanpa memilah-milih. Menurut mereka, teknologi adalah tren yang harus diikuti, tanpa perlu memikirkan efek negatifnya. Di sinilah musuh Islam memanfaatkan teknologi untuk diboncengi dengan ghazwul fikr. Mereka yang menerima teknologi mentah-mentah tanpa sadar telah menerima pula pemahaman-pemahaman yang merusak Islam.

Ketua Umum Persis KH Maman Abdurrahman mengatakan, tujuan didirikannya ormas-ormas Islam sebenarnya untuk menangkal penyebaran ghazwul fikr yang dikhawatirkan akan merusak umat Islam. Harusnya, masing-masing ormas Islam mempunyai bidang tertentu yang bisa fokus menangani persoalan perang pemikiran.

"Ghazwul fikr dari dahulu sudah ada. Ormas Islam ini didirikan untuk membendung itu. Persis didirikan pada 1923, salah satunya untuk melawan ghazwul fikr ini. Ternyata, sekarang gerakannya malah makin masif," terang KH Maman.

Menurut KH Maman, virus-virus pemikiran pluralisme yang merusak umat Islam kebanyakan menyerang generasi muda dan kaum terpelajar. Misalkan, dengan paham liberalisme yang menyamakan semua agama, kemudian membolehkan nikah beda agama. Menurutnya, paham ini sangat berbahaya jika telah merasuki kaum intelektual Muslim.

Kaum liberal juga pintar berdalil dengan Alquran yang mengatakan semua agama sama. Seperti, firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in (adalah) orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal yang saleh." (QS al-Baqarah [2]: 62).

"Jadi, dengan ayat ini, mereka menafsirkan orang beriman, Yahudi, dan Nasrani sekalipun sama-sama beriman kepada Allah. Pemahaman seperti ini yang meracuni umat Islam," lanjutnya.

KH Maman menilai, hingga saat ini belum ada gerakan dari para ulama yang bersifat menyeluruh untuk membendung ghazwul fikr. Padahal, serangan pemikiran dari musuh Islam justru tengah mengancam generasi muda dan cendekiawan Muslim itu sendiri. "Para mubaligh dan dai kita masih terbatas dakwahnya terhadap isu-isu lokal. Masalah lokal saja banyak yang jadi masalah. Para khatib dan dai kurang sekali membahas soal ini. Ghazwul fikr belum disampaikan secara menyeluruh," paparnya.

Menurut KH Maman, para mubaligh lebih sibuk dengan pembahasan temporal dan kajian fikih ibadah. Harusnya, isu-isu pemikiran yang merusak dari kaum orientalis ini juga mendapat perhatian serius. "MUI harus sesegera mungkin menangkal ini. Saya setuju dengan pluralisme ini haram. Kalau di Persis, kita sudah ada kajian pekan dan bulanan soal ini," jelas KH Maman.

Isu-isu dalam gahzwul fikr terus bergerak dinamis dan lebih cerdas mengikuti perkembangan zaman. Menurut Kiai Maman, ghazwul fikr terus berjalan mengikuti pemikiran umat Islam. Semakin lama, ghazwul fikr semakin susah untuk dibendung karena memang dilakoni musuh-musuh Islam yang intelektual. "Perang pemikiran yang sekarang ini lebih susah ditangkal. Mereka sekarang menguasai media. Jadi, saya titip kepada Republika, masalah ghazwul fikr ini betul-betul dibahas kepada orang tertentu dari masing-masing ormas," pesannya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Daulay menambahkan, para ulama harus mengatur barisan yang rapi untuk membendung pemahaman yang merusak umat Islam. "Kita mengimbau, alim ulama bisa mengerti dan mempelajari betul tentang ghazwul fikr. Targetnya siapa, dari segmen mana, siapa yang menyebarkan, dan seterusnya. Selanjutnya, alim ulama ini bisa merumuskan bagaimana mengatasinya. Karena, ini tidak bisa dilakukan oleh dua-tiga orang saja," terangnya kepada Republika, Rabu (17/9).

Selanjutnya, para ulama diharapkan pula bisa menjadi penyejuk bagi umat. Jangan sampai para ulama malah menjadi duri di tubuh umat Islam karena menyebarkan provokasi dan kebencian. Para ulama harus terus menjalin komunikasi dan silaturahim. Menurut Saleh, salah satu tujuan dari ghazwul fikr adalah memecah belah persatuan umat Islam. Dengan terpecah belahnya para ulama dan umat, umat Islam dapat dengan mudah ditaklukkan.

"Ghazwul fikr ini kan perang. Jadi, dalam perang perlu dirumuskan strategi yang jitu untuk memenangkan perperangan itu," ujarnya.

Saleh mengatakan, dalam tubuh Muhammadiyah sendiri berjalan pengaderan yang memberikan pembekalan terkait ghazwul fikr. Menurutnya, kader Muhammadiyah diberikan bekal-bekal keilmuan yang terhimpun dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM). "Kita tetap pegang teguh itu. Jadi, apa pun perang ideologi yang masuk bisa difilterisasi dengan itu," katanya. rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement