Sabtu 12 Sep 2015 14:56 WIB

Tak Capai Target, Program Sejuta Rumah Lanjut pada 2016

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Program pembangunan sejuta rumah rakyat yang digagas oleh pemerintah diperkirakan tidak akan mencapai target hingga akhir tahun ini. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) menyebut, pelaksanaannya hingga kuartal III 2015 baru mencapai 400 ribu unit.

Pengamat properti Panangian Simanung kalit menilai, penyebab kegagalan ka rena penetapan target program perumahan tersebut ketinggian. "Bagus punya target memprioritaskan rumah rakyat, tapi harus dilihat kondisi dan kesiapan, menteri hanya satu, itu pun hasil gabungan dua kementerian, semakin repot," kata dia di Jakarta, Jumat (11/9).

Pemerintah dalam menjalankan program sejuta rumah rakyat, lanjut dia, melimpahkan pembangunan sebanyak 600 ribu unit kepada pengembang. Namun, dalam pelaksanaannya belum didukung kebijakan dan kemudahan bagi pengembang.

Padahal, kata Panangian, aspek suplai merupakan masalah klasik. Menurutnya, kebijakan yang ada saat ini hanya fokus pada demandketerjangkauan masyarakat. "Ini mengakibatkan permintaan bertumpuk, sementara ketersediaan rumah murah minim," ucapnya.

Panangian menuturkan, dukungan pemerintah untuk pengembang harus diseriusi. Misalnya, ungkap dia, dengan memberikan kemudahan perizinan pengadaan lahan dan bangunan bagi pengembang. Selain itu, perizinan harus diupayakan satu pintu dan tidak berbelit- belit.

Program pembangunan sejuta rumah diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan non- MBR. Dari satu juta unit yang akan dibangun, sebanyak 603.516 unit diperuntukkan bagi MBR dan sisanya 396.484 unit untuk non-MBR.

Tidak tercapainya target, menurut Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kemenpupera Maurin Sitorus, karena pendanaan untuk program tersebut belum masuk dalam APBN 2015 yang disusun tahun sebelumnya. "Dari sisi dana, kita pun harus mencari alter - natif pembiayaan di luar APBN," ujarnya, Jumat (11/9).

Maurin menerangkan, sebenarnya pemerintah mengantongi anggaran Rp 5,1 triliun untuk pelaksanaan program. Namun, dana tersebut sudah terserap habis pada Juli 2015 untuk membiayai sekitar 76 ribu rumah MBR. Karena kehabisan dana, skema pembiayaan lain akan disusun dan program dilanjutkan pada tahun anggaran 2016.

Sejumlah alternatif pembiayaan yang dirancang, di antaranya, memanfaatkan dana sebesar Rp 750 miliar yang ada di Pusat Pembiayaan Perumahan. Dana ter sebut diprediksi cukup untuk membiayai pembangunan 250 ribu hingga 300 ribu unit rumah MBR. "Skema pembiayaan menggunakan pola subsidi selisih angsuran atau selisih bunga (SSB)," ungkap Maurin.

Pada 2016, lanjut dia, pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 9,27 triliun untuk KPR fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan subsidi selisih suku bunga sebesar Rp 2 triliun dan bantuan uang muka sebesar Rp 1,2 triliun dari APBN. "Harus ada langkah luar biasa agar laju backlogbisa terkejar," tuturnya.

Dalam kesempatan sama, pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda meminta agar pemerintah segera membentuk bank tanah. Sebab, urusan ketersediaan lahan menjadi pembahasan berulang dan salah satu yang terpenting ketika pemerintah menjalankan program pembangunan rumah murah.

Keterbatasan tersebut juga membuat pelaksanaan aturan bagi pengembang agar menerapkan konsep hunian berimbang kerap terhambat. Hunian berimbang yang dimaksud, yakni membangun satu rumah mewah, dua rumah menengah, dan tiga rumah murah.

"Karena tidak ada bank tanah, keadaannya selama ini harga rumah dilepas ke pasar, jadilah ada kasus rumah MBR harganya mahal," kata dia.

Penyediaan bank tanah, kata Ali, harus berkoordinasi dengan pemerintah dae rah (pemda) yang seharusnya memang menyediakan tanah di masing- masing wilayah. rep: Sonia Fitri ed: nidia zuraya

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement