JAKARTA – Pemerintah berulang kali mengimbau masyarakat, terutama wajib pajak, untuk segera melaporkan hartanya yang belum sempat tercatat melalui program amnesti pajak. Alasannya, setelah program ini berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang, pemerintah memiliki hak dan kemampuan untuk melacak harta-harta yang belum terlapor dan menjatuhi wajib pajak dengan sanksi administrasi hingga 200 persen.
Risiko yang akan ditanggung wajib pajak tak hanya berhenti sampai di situ. Pemerintah Indonesia telah menyepakati perjanjian pertukaran data perpajakan dan data perbankan pada 2018 untuk menekan pemangkiran pajak. Perjanjian ini disepakati oleh negara-negara anggota G-20 dan akan diterapkan oleh 97 negara. Pertukaran data perpajakan ini diharapkan bisa mendukung kinerja petugas pajak dalam meredam kecurangan perpajakan. Ujungnya, penerimaan pajak naik.
Staf Ahli Menteri Keuangan Suryo Utomo menjelaskan, kebijakan yang tertuang dalam Automatic Exchange of Information (AEoI) ini sangat penting bagi Indonesia. Menurutnya, tingginya jumlah harta warga negara Indonesia (WNI) yang tersimpan di luar negeri dan belum dilaporkan masih sangat tinggi.
Dalam laporan awal yang disampaikan Kementerian Keuangan tahun lalu, paling tidak ada Rp 3.250 triliun harta wajib pajak Indonesia yang mengendap di luar negeri. Program pengampunan pajak, lanjut Suryo, memang menjadi salah satu jurus yang dilakukan pemerintah untuk menarik partisipasi perpajakan. Paling tidak wajib pajak akan menimbang-nimbang, antara opsi dikenai pajak lebih tinggi di masa yang akan datang atau membayar denda rendah saat ini.
Ia menambahkan, AEoI yang mulai berlaku pada 2018 mendatang akan menggandeng institusi keuangan untuk membuka data perbankan dan perpajakan. Belum lagi, kebijakan ini berlaku secara global. "Ini hubungannya partisipasi data. Kalau ada data, kami bisa kroscek dengan wajib pajak. Data perpajakan dan data perbankan," ujar Suryo, Ahad (15/1).
Ia melanjutkan, program amnesti pajak sebetulnya bersifat rekonsiliasi data perpajakan. Wajib pajak diberikan kesempatan untuk melaporkan harta mereka secara mandiri dan diganjar dengan denda rendah. Namun, setalah amnesti pajak selesai, wajib pajak mau tak mau harus tunduk pada aturan perpajakan dan risiko atas dikenakan denda pajak yang tinggi. "Banyak negara sudah ikut serta. Antarnegara sudah sepakat untuk melakukan pertukaran data secara multilateral. Hal ini mendorong wajib pajak untuk menggunakan kesempatan ini, sebelum semuanya akan serba terbuka," katanya.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemenkeu John Hutagaol menambahkan, pemerintah juga berencana melakukan pengetatan transfer pricing, agar perusahaan tak lagi mudah melakukan penghindaran pajak. Langkah ini dilakukan dengan merealisasikan aturan standar dalam Base Erotion and Profit Shifting (BEPS).
Standar dalam BEPS tersebut adalah harmful tax practices, treaty abuse, transfer pricing documentation, dan dispute resolution. "Jadi empat ini harus sudah diakomodasi dalam UU kita maupun di peraturan Menkeu," ujar John.
Sementara itu, pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan, Roni Bako menyebutkan, program amnesti pajak justru memberikan 'pelatihan' bagi wajib pajak untuk menghadapi keterbukaan data pada 2018 mendatang. Alasannya, wajib pajak mau tak mau akan dihadapkan pada suatu sistem yang serba transparan di mana jejak harta yang tak dilaporkan bisa terlacak. "Tapi, sebetulnya tak perlu tunggu 2018. April saja, pascaamnesti, Ditjen Pajak akan mulai mengejar mereka-mereka yang tak memanfaatkan amnesti," kata Roni.
Namun, Roni menyayangkan upaya pemerintah yang dinilai minim dalam hal sosialisasi. Ia mengingatkan pemerintah, dibanding susah-susah bertarung setelah amnesti pajak berakhir, lebih baik optimalkan periode ketiga amnesti pajak.
Sosialisasi, menurutnya, harus digencarkan lagi tanpa harus secara khusus menyasar pelaku UMKM. Pengusaha besar pun ia nilai masih menjadi sasaran untuk ikut serta dalam pengampunan pajak. "Mereka harus memilih, sanksi 5 persen atau 200 persen (setelah amnesti pajak)," katanya. rep: Sapto Andika Candra, ed: Satya Festiani