JAKARTA — Penerapan transaksi lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah diharapkan dapat mulai diterapkan secara efektif tahun ini. Langkah ini dinilai krusial diambil untuk meminimalkan potensi kerugian akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Menteri Keuangan M Chatib Basri menyatakan, tekanan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga nilai tukar rupiah akan semakin berat bila hedging tidak dilakukan. Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan peraturan terkait hedging, namun masih dibutuhkan pemahaman lebih lanjut terkait upaya lindung nilai yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.
"Aturannya sudah ada, tapi belum lengkap, undang-undang ada, peraturan pemerintah ada, peraturan menteri keuangan ada, tapi belum lengkap karena harus ditambah dari akuntansi pemerintah seperti apa. Apakah hedging itu dibebankan sebagai biaya atau tidak," katanya, akhir pekan lalu.
Ia menambahkan, pemahaman rinci secara hukum sedang dilakukan, terutama dengan pihak penegak hukum. Hal ini agar tercipta kesamaan pandangan antara pengusaha dan aparat hukum tentang hedging. Sehingga, korporasi maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lagi takut melakukan hedging.
Kementerian BUMN memastikan sejumlah perusahaan milik negara mengimplementasikan kebijakan hedging dalam bisnisnya. "Beberapa BUMN sudah menerapkan hedging, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan sektor perusahaan," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN, Muhammad Zamkhani.
Menurutnya, aksi hedging merupakan hal yang biasa dalam dunia usaha, tidak saja swasta, tetapi juga BUMN. Langkah ini dapat dijadikan sebagai instrumen untuk berjaga-jaga dalam jangka panjang terkait utang maupun fluktuasi nilai tukar. Menurutnya, dari dulu BUMN diperbolehkan melakukan hedging. Hal yang tidak diizinkan, yakni transaksi derivatif yang mengandung unsur spekulasi.
Namun, saat menerapkan hedging, ia melanjutkan, sering kali BUMN menghadapi ketakutan akan ada kerugian bagi perusahaan sehingga tidak semua berani mengambil langkah itu. Jika perusahaan BUMN tersebut merugi, kerugiannya akan dimasukkan dan dicatat sebagai kerugian negara.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo menyayangkan korporasi yang merugi karena tidak melakukan hedging atas utangnya. Oleh karena itu, ia menekankan agar korporasi dan perusahaan BUMN melakukan kegiatan hedging. Saat ini, hampir sebagian besar BUMN melakukan transaksi spot dalam mencari valas. Hal ini menjadi sumber tekanan terhadap rupiah.
Ia juga mengingatkan BUMN besar bahwa risiko kerugian akibat perubahan kurs yang dialami oleh BUMN dapat berdampak langsung bagi keuangan negara. "BUMN yang sudah jadi perusahaan terbuka masih ada peran saham dari nonpemerintah, tapi BUMN yang 100 persen dimiliki pemerintah itu risikonya langsung pada negara," ujarnya. rep:friska yolandha ed: fitria andayani