JAKARTA — Pemerintah mulai mengkhawatirkan kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sebab, kampanye tersebut mulai masif sehingga semakin muncul ke permukaan.
Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menyatakan siap untuk mengambil langkah kebijakan dialog terkait maraknya kampanye LGBT. Dialog tersebut semata-mata bertujuan agar kaum penyuka sesama jenis dapat kembali normal.
Menurut Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Sujatmiko, keberadaan kaum LGBT bukanlah sesuatu yang baru. Namun, dia menilai, kampanye LGBT belakangan ini kian masif dan terang-terangan di Indonesia.
Dia menegaskan, pengidap LGBT harus dihormati hak-haknya sebagaimana warga negara. Pada saat yang sama, dampak sosial akibat kampanye LGBT juga harus diantisipasi bersama. Sebab, menurut Sujatmiko, LGBT adalah sebuah kelainan.
"Dampak sosialnya harus kita pikirkan. Itu (LGBT) sendiri kan suatu kelainan sosial, kelainan psikologis, kejiwaan. Ya kita harus perhatikan bagaimana meluruskan (menyembuhkan pengidap LGBT)," kata Sujatmiko saat dihubungi, Selasa (16/2).
Untuk itu, kata dia, semua pihak harus duduk bersama, seperti pemimpin agama, ahli jiwa, dan ahli kesehatan. "Semuanya kita ajak bicara. Mereka (LGBT) kita luruskan ke yang benar, supaya enggak jadi penyakit di masyarakat," kata dia.
Sujatmiko juga mengecam bila ada diskriminasi terhadap baik pengidap LGBT maupun masyarakat normal di ruang publik. Dia juga meminta agar penggiat kampanye LGBT menghormati aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Khususnya, Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, yang melegalkan hanya pasangan beda jenis kelamin.
Kampanye LGBT dikhawatirkan berdampak negatif pada anak-anak. Di sejumlah ruang publik di perkotaan, tidak jarang terlihat adegan percumbuan sesama jenis. Menurut Sujatmiko, hal itu harus diantisipasi.
Sejumlah tokoh menyoroti LGBT dalam sebuah tayangan stasiun TV swasta. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkhawatirkan kampanye LGBT membahayakan pertumbuhan anak-anak. Mereka yang sedang tumbuh mempelajari banyak hal, termasuk orientasi seksual. Jika sudah dikenalkan dengan LGBT, bukan tidak mungkin ketika sudah besar nanti mereka menjadi bagian dari kelompok tersebut. ed: Erdy Nasrul
LGBT Dikhawatirkan Semakin Mendapatkan Tempat
Herwin Nur, Tangerang Selatan
Di Indonesia wacana LGBT semakin dibahas, malah semakin menguat. LGBT dikhawatirkan semakin mendapat hati di masyarakat. Apalagi, menyangkut kepentingan dan konspirasi internasional, posisi Indonesia kurang mempunyai posisi tawar.
Seminar luar biasa, bahkan fatwa semua agama tak akan mempan membendung tumbuh kembangnya tindakan perilaku LGBT.
Memang perilaku LGBT yang beredar dan dipraktikkan bebas di Indonesia tidak masuk kategori penyakit masyarakat sesuai UU, tidak pula masuk penyakit umat. Namun, agama mengajarkan tentang Nabi Luth yang berurusan dengan kaum Ad. Mereka adalah kaum yang mempraktikkan homoseksual. LGBT muncul bukan karena gizi buruk, bukan dari impitan ekonomi, dan tidak datang dari kalangan yang kurang pendidikan.
Walau tanpa virus, dapat mewabah dalam skala dunia. Pihak yang peduli, khususnya keluarga, wajib melakukan pencegahan.
Virus untuk Hancurkan Generasi Muda
Fauzan Suhada, Depok
Kita sudah sepatutnya prihatin dengan dunia pendidikan saat ini. Upaya sistematis penghancuran karakter manusia Indonesia sudah begitu jelas dan benar-benar gamblang. Anehnya, manusia Indonesia banyak yang larut dari permainan para musuh Allah ini.
Lihatlah pada tingkat sekolah dasar, betapa banyak kasus pelecehan seksual anak-anak di bawah umur. Pada tingkat sekolah menengah, sangat banyak kejadian seks bebas dan ada bibit-bibit LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Ini semakin diperparah pada perguruan tinggi.
Penyebab dari kehancuran dunia pendidikan ini, jika ditelusuri dari sisi psikologi maupun pendekatan sosial, adalah hancurnya sektor riil sebagai penyedia lapangan kerja karena maraknya praktik riba dan buruknya akhlak sosial.
Kemudian adanya upaya sistematis berupa virus dari luar negeri untuk menghancurkan generasi muda lewat LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Lihatlah kasus Jakarta International School dan banyak kasus lain.
Ditambah lagi, adanya upaya deras untuk menghancurkan generasi muda bangsa sehingga bangsa asing yang notabene non-Muslim bisa masuk dan menjarah kekayaan alam umat Islam dengan mudah.
Dengan gamblangnya skenario jahat ini, masihkah generasi muda tertipu oleh LGBT ini? Tidakkah umat manusia mengambil pelajaran dari kisah kaum Luth AS yang Allah SWT azab karena suka sesama jenis?
Hukuman yang pantas bagi penghancur peradaban manusia ini, jika merujuk kitab Ad Durarul Bahiyyah fil Mas alil Fiqhiyyah karya Imam Asy-Syaukany rahimahullah adalah qishash yang artinya bunuh. Semoga umat manusia diberikan hidayah.
Diding Jalaludin
UIN Raden Fatah Palembang
Beberapa waktu terakhir, fenomena kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender, atau yang lebih familiar dengan nama LGBT, menjadi isu sangat hangat di berbagai media, baik media cetak, elektronik, maupun media online. Bahkan, dengan terang-terangan mereka (kaum LGBT) mengampanyekan diri tanpa merasa malu sama sekali. Tanggal 21 Juni 2015 mungkin menjadi hari bersejarah bagi kelompok yang menamakan dirinya sebagai kaum Luth, pasalnya Mahkamah Agung Amerika Serikat resmi melegalkan pernikahan sejenis.
Tidak ketinggalan, aplikasi media sosial Line membuat emoticon LGBT, meskipun sudah resmi dihapus dari aplikasi Line. Dengan bukti-bukti tersebut, LGBT ini menjadi sebuah problem yang sangat urgen bagi Indonesia. Kaum LGBT secara kodrat telah menyimpang dari aturan yang berlaku baik secara agama maupun negara. Timbul rasa khawatir akan datangnya azab dari Allah SWT seperti yang pernah terjadi pada zaman Nabi Luth AS.
Pendidikan sebagai wahana edukasi yang sangat vital harus proaktif dalam pencegahan "penyakit" LGBT yang sangat meresahkan ini. Karena, sumber daya manusia yang terbaharukan bergantung pada kualitas pendidikannya. Harus kita maklumi bersama bahwa pendidikan yang berkarakter tidak mesti dilakukan di dalam kelas, namun lebih daripada itu, keluargalah yang menjadi sentral dan awal dari adanya pendidikan yang berkarakter.
Giyat Yunianto,
Bekasi
Lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT adalah penyakit yang harus diobati, bukan untuk "dibanggakan." LGBT merupakan perilaku yang tak normal dan orang yang mengidap LGBT sangat mungkin dapat terkena penyakit berbahaya, seperti HIV-AIDS.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar. Karena itu, sudah sepatutnya LGBT tidak berkembang pesat, apalagi ada di dunia pendidikan. Para pendidik harus menjelaskan secara detail dan konkret kepada anak didiknya mengenai bahaya atau penyakit yang dapat ditimbulkan dari LGBT. Dengan memberikan penjelasan serta penyuluhan secara konsisten, insya Allah pengaruh LGBT tidak akan tersebar luas.
Hidup ini hanya sementara. Karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT melindungi anak keturunan kita dari pengaruh perilaku LGBT. Amin. Wallahu a'lam bishawab. Semoga bermanfaat.
Belajar dari Nabi Luth
Suharto, Karyawan SMPIT Nururrahman Depok
Apa pun alasan mereka yang sepakat dan pro dengan LGBT, harus kita tolak. Sebagai seorang Muslim, apalagi sebagai pelajar Muslim, harus bertekat bulat untuk menolak LGBT.
Belajar dan berkaca dari kisah Nabi Luth yang diazab oleh Allah karena sebuah perbuatan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk berjodoh. Sehingga, akan menghasilkan keturunan yang saleh dan saleha.
Jika manusia tidak mempunyai keturunan, siapa yang akan meneruskan dakwah Islam? Dalam hal ini, saya sangat mengajak kepada seluruh pendidik dan tenaga kependidikan untuk menyelamatkan generasi muda dari paham/pemikiran yang melenceng dari norma-norma agama.
Apa jadinya jika LGBT sudah menjangkiti pelajar? Buku paket pelajaran sekolah terdapat gambar/tulisan yang kurang baik yang seharusnya tidak tercantum di dalamnya. Guru harus selektif terhadap buku paket yang beredar di sekolah.
Negara akan hancur jika sampai dipimpin oleh orang yang tidak memegang tali agama Allah. Masih ada waktu dan kesempatan untuk bertobat nasuha bagi yang setuju dengan LGBT. Hidup di dunia hanyalah sekadar mampir minum saja. Berikan yang terbaik dalam hidup ini. Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang abadi. Sekali lagi, mari tolak LGBT.
Ladang Persemaian yang tak Diharapkan
Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat
Dunia pendidikan kita secara tidak sengaja telah memberikan ruang untuk menyuburkan perilaku LGBT. Hal ini patut diduga, terutama bagi lingkungan pendidikan yang berasrama (boarding school), termasuk pesantren. Di pesantren serta di sekolah umum yang berasrama, baik putra atau putri dalam berbagai tingkatan pendidikan, memungkinkan setiap orang dapat bergaul lebih intens dalam berbagai kesempatan, termasuk (maaf) tidur dan mandi bersama.
Mungkin saja akibat situasi yang memaksa, hal-hal yang tidak sepatutnya terjadi, tetapi secara tidak sengaja, bisa saja terjadi dan lambat laun menjadi terbiasa dalam kurun waktu cukup lama selama masa pendidikan. Dari situasi dan ketidaksengajaan tersebut, akhirnya muncul perasaan-perasaan serta orientasi seksual yang menyimpang (perilaku gay dan lesbian) beberapa di antara mereka.
Secara diam-diam pula dari tahun ke tahun, perilaku menyimpang tersebut tumbuh subur bagai ladang persemaian yang tak diharapkan. Makanya di dalam ajaran Islam, tepatnya di dalam hadis Nabi, tidur dalam satu sarung, walau laki-laki dengan laki-laki dilarang. Mungkin termasuk mandi bareng seperti yang biasa dilakukan di pesantren-pesantren dahulu.
Saat ini cara yang lebih bijak dan amat mendesak adalah seluruh pemangku kepentingan dalam berbagai level harus dapat memberikan pemahaman dan pengawasan secara sungguh-sungguh dan terencana terhadap berbagai lembaga pendidikan. Tujuannya agar generasi kita terhindar dari perilaku buruk kaum Nabi Luth yang dbenci Allah SWT.
Perubahan Itu dari Rumah
Ahmad Suhaely, Guru SMA IIBS RI, Cikarang
Miris sekali banyak komunitas LGBT yang notabene masih pelajar atau mahasiswa kini sudah berani untuk menampilkan dirinya. Jika selama ini mereka cenderung sembunyi-sembunyi, kini mereka sudah terang-terangan membanggakan komunitasnya.
Apa yang membuat mereka menjadi lebih berani dan lebih masif dalam pergerakannya? Apa karena sekarang sudah banyak negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis? Atau karena banyaknya perusahaan dan organisasi dunia yang mendukung gerakan mereka? Ataupun media sosial yang terang-terangan mengampanyekan LGBT? Atau karena budaya kita yang permisif? Hal ini perlu perhatian lebih dari kita semua.
Perilaku LGBT sering kali disebabkan oleh kesalahan pola asuh orang tua. Orang tua modern cenderung tidak peka terhadap apa yang dilakukan oleh anaknya. Mereka lebih senang menyerahkan segala urusan pada anaknya, tanpa dibimbing terlebih dahulu.
Bila anak mereka mulai berubah kecenderungan seksualnya, barulah mereka bertindak tegas. Ada yang mengecam, menghujat, mengucilkannya, bahkan mengancam akan membunuh anak tersebut. Solusi yang tidak akan menyelesaikan akar permasalahannya. Untuk itu, lebih baik orang tua instrospeksi diri lalu lakukan perubahan dari diri sendiri dan keluarga.
Peka dan lebih peduli terhadap anak akan membawa mereka ke jalan yang lebih baik. Tetap sayangi mereka, beri perhatian lebih sambil berusaha membawa mereka kembali ke jalan yang benar melalui pendekatan mental dan spiritual.
Disorientasi Seksual
Siti Rofiah, Pascasarjana Unwahas Semarang
Banyak faktor yang berkembang sejalan maraknya isu LBGT. Orang-orang yang menjadi bagian dari LGBT sejatinya butuh didampingi. Bisa jadi mereka bahkan tidak mengetahui atau menyadari bahwa tindakan mereka adalah salah.
Terkadang mereka bingung mau menceritakan kepada siapa. Tindakan menjauhi pelaku LBGT adalah salah satu di antara yang akan menambah kedisorientasi seksual para pelaku LBGT.
Solusinya adalah pencegahan dengan pengenalan sejak dini tentang identitas pria dan wanita yang benar sesuai kepercayaan agama. Ini dilakukan dengan mengenalkan fungsi bagian tubuh secara umum. Kemudian diajarkan bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain kecuali orang tua dan pengasuh yang diberi kepercayaan oleh orang tuanya.
Pendampingan yang intensif sejak dini perlu juga dilakukan oleh pihak sekolah, khususnya guru bimbingan konseling (BK). Mereka perlu diberikan penyegaran berupa stimulus untuk hidup normal sesuai kodrat.
Solusi tersebut diharapkan dapat mengurangi fenomena LGBT. Jangan sampai ini merambah dunia pendidikan yang berdampak pada anak didik bangsa kita. Apakah ingin anak cucu jadi gay, lesbian, dan transgender? Apakah ingin bangsa Indonesia jadi sasaran depopulasi tahun 2030 lewat perkawinan sejenis? Semoga kita semua menjadi bangsa yang berani menjaga norma yang jamak berlaku di masyarakat Indonesia.
Terapkan Sistem Terapi Ala Pesantren
Ade Hariyanto, Kebumen
Permasalahan penyuka sesama jenis ini telah merambah ke ranah pendidikan. Permasalahan kaum gay tak bisa ditangani dengan main-main. Penyimpangan orientasi seks ini selain yang pertama dan utama adalah memohon pertolongan Allah SWT juga harus mengundang keterlibatan ahli yang kompeten.
Alangkah baiknya jika pola pendidikan di pesantren yang ditangani ulama dan kiai sepuh menjadi alternatif solusi yang utama agar digunakan. Karena, kurikulum pondok pesantren yang dibina oleh beliau tidak hanya dengan kitab kuning, tetapi juga berkaitan dengan bidang batiniah.
Persoalan kaum gay juga erat hubungannya dengan kondisi psikologi/keruhanian. Konflik batin yang mendera jika tidak ditangani segera dengan maksimal dapat berakibat fatal. Berbagai sumber menyebutkan, kelainan ini dapat menimpa siapa saja.
Bimbingan pesantren selain lingkungan yang kondusif, aktivitas ibadah yang intens dan rutin tentu membantu sekali. Seperti kegiatan rutinan shalat berjamaah, berkah pembacaan tadarus Alquran, asmaul husna, dan shalawat setelah shalat lima waktu. Semuanya dapat membangkitkan semangat untuk meneladani kehidupan Rasulullah SAW.
Promosi LGBT Ala PBB
Hidayatul Khasanah, Purwodadi Grobogan
Baru-baru ini, PBB membentuk badan khusus bernama UNFE (United Nations Free & Equality) untuk mempromosikan LGBT. Lembaga itu bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia.
PBB juga menerbitkan prangko gay. Pada kenyataannya bukan melindungi, melainkan justru PBB mempromosikan gaya hidup LGBT. Bahkan, UNDP mengucurkan Rp 107 miliar untuk promosikan LGBT di empat negara, Cina, Thailand, Filipina, dan Indonesia.
Indonesia harus siap dengan fenomena tersebut, khsususnya dunia pendidikan, seperti kampus yang notabenenya sebagai garda depan penjaga nilai, etika, dan moral bangsa. Upaya PBB tersebut bisa dikatakan pencucian otak anak didik kita.
Dengan demikian, dosen dan para masyarakat terdidik dapat membuat wadah kepada para LGBT. Menurut seorang psikolog Muslim dari Sudan, Hamid Zarkashi, LGBT bukan karena gen dan hormon, melainkan karena kumpulan dari pengaruh sosial dan lingkungan.
Dengan memberikan regulasi yang bertahap, mahasiswa, dosen, atau konselor bisa menjadi sahabat bercerita bagi saudara-saudara kita yang memiliki permasalahan LGBT sehingga perlahan kita bisa membantu mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.