Oleh:KH Mustafa Yaqub -- Seorang kawan mengeluh kepada kami. "Cak Mus," begitu dia menyapa kami, maklum dia orang Surabaya. "Sebenarnya saya ingin beribadah khusyuk di masjid selama bulan Ramadhan, baik siang maupun malam. Namun sayang, situasi di masjid pada bulan Ramadhan, khususnya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, sangat menyebalkan.
"Apa yang menyebalkan di dalam masjid itu?" tanya kami penasaran. "Banyak orang yang berdalih melakukan iktikaf pada Ramadhan dan khususnya pada 10 hari terakhir, tetapi mereka justru mengganggu orang lain sehingga mereka kehilangan kekhusyukan dalam beribadah.
"Apa contohnya?" tanya kami mengejar. "Mereka tinggal di dalam masjid bersama anak istri dan tidak lagi pulang ke rumah. Mereka membawa kasur, bantal, termos, bahkan kompor. Mereka tampak kumal dan tidak mandi. Mereka juga memakai minyak wangi, tapi justru seperti bau kecoa yang bisa membuat orang muntah," tuturnya.
Kawan itu juga mengaku pernah dibuat sebal oleh perilaku seseorang yang mau shalat berjamaah. Orang itu datang ke masjid dengan membawa ransel dan langsung maju ke shaf terdepan. Orang itu, kemudian mengeluarkan sarung dari ranselnya dan lalu memakainya.
Sementara, kata dia, celana yang dipakai orang itu dilepas lalu digantung di pintu jendela persis di depan shaf shalat. Dan ternyata, tutur dia, di jendela itu banyak bergelantungan celana-celana kumal dan kotor. "Cak Mus, sampean tentu banyak membaca hadis Nabi. Bagaimana sebenarnya Nabi melakukan iktikaf, apakah pindah tidur ke masjid dengan menggembelkan diri?" tanya kawan itu.
Memang pada bulan Ramadhan khususnya dan di luar bulan Ramadhan, Nabi dan para sahabat melakukan iktikaf. Iktikaf adalah diam di masjid dengan niat beribadah kepada Allah. Karena, orang yang betah di rumah Allah menunjukkan bahwa dia mencintai pemilik rumah itu. Inilah nilai ibadah dalam iktikaf.
Kami mencoba membuka kitab-kitab hadis, ternyata kami belum menemukan bahwa Nabi beriktikaf dengan pindah tidur ke masjid. Iktikaf yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat adalah dengan melakukan shalat, khususnya shalat malam (qiyamul lail), zikir, membaca Alquran, dan sebagainya. Kendati begitu, Nabi dan para sahabat tetap menjaga kebersihan dan kerapian. Tidak menggembelkan diri, kumuh, dan sebagainya.
Dalam Hadis Sahih al-Bukhari, Aisyah, istri Nabi, menuturkan bahwa beliau menyisir rambut Nabi SAW ketika sedang beriktikaf di dalam masjid. Posisi Aisyah ada di dalam kamar beliau, sementara Nabi berada di dalam masjid. Aisyah menyisir rambut Nabi melalui jendela rumahnya. Ini menunjukkan bahwa dalam beriktikaf Rasulullah tetap menjaga kerapian tubuhnya.
Bahkan, sejumlah sahabat wanita yang mengalami pendarahan di luar menstruasi, mereka melakukan iktikaf dengan duduk di atas bejana (thast) agar tidak mengotori masjid. Wanita yang seperti itu dibolehkan beriktikaf, bahkan shalat pun tetap wajib ia lakukan. Ini menunjukkan bahwa para sahabat wanita tetap menjaga kebersihan masjid saat melakukan iktikaf.
Iktikaf memang dianjurkan oleh Nabi SAW, tetapi tidak dengan menggembelkan diri. Oleh karena itu, maka iktikaf ok, gembelisme no!