JAKARTA - Alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 291,1 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 dinilai terlalu besar. Kenaikan subsidi BBM senilai Rp 44,6 triliun dibandingkan APBN Perubahan 2014 itu bakal memengaruhi postur APBN 2015 secara keseluruhan.
"Kenaikan subsidi BBM ini berimplikasi terhadap arah kebijakan fiskal selama satu tahun ke depan," kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, di Jakarta, Ahad (17/8).
Menurut Enny, dalam postur anggaran yang baik, segala belanja yang bersifat mandatory akan ikut meningkat apabila pos belanja yang bersifat rutin dan mengikat juga mengalami kenaikan. Artinya, dengan kenaikan subsidi BBM maka seharusnya anggaran 20 persen untuk pendidikan harus ikut meningkat pula. Begitupun alokasi lima persen untuk kesehatan yang turut meningkat.
Foto:hizbut tahrir.or.id
Pembatasan BBM Subsidi
"Namun, kalau kita lihat postur APBN SBY (RAPBN 2015), walaupun APBN sudah menembus seribu triliun, justru anggaran fiskal semakin kecil, menciut, karena subsidi BBM terlalu besar," kata Enny.
Menciutnya anggaran fiskal akibat subsidi BBM yang masif, menurut Enny, bakal menyulitkan pemerintahan baru mendatang. Apalagi, pemerintah baru pasti akan berupaya mewujudkan janji-janjinya berupa perbaikan infrastruktur di seluruh wilayah. Belum lagi komitmen pemerintah pasca-Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ingin melakukan percepatan infrastruktur hilirisasi industri dan anggaran ketahanan pangan.
Jika anggaran untuk program tersebut tidak dialokasikan dalam RAPBN, terobosan yang dijanjikan juga tidak akan terealisasi. Karena itu, jelas Enny, pemerintahan mendatang harus mengubah postur APBN dan arah kebijakan fiskal secara fundamental. Tanpa ini, tidak akan ada realisasi dari program-program prioritas.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyampaikan keterangan pemerintah atas RAPBN 2015 beserta nota keuangannya kepada DPR, Jumat (15/8). Secara kumulatif, anggaran belanja nonkementerian dan lembaga dalam RAPBN 2015 direncanakan sebesar Rp 779,3 triliun. Anggaran subsidi energi dan nonenergi Rp 433,5 triliun. Dari subsidi energi Rp 363,5 triliun, belanja subsidi BBM tercatat Rp 291,1 triliun atau naik 18,1 persen dibandingkan APBN Perubahan 2014 yang sebesar Rp 246,5 triliun. Sedangkan, subsidi listrik Rp 103,8 triliun atau turun Rp 72,4 triliun dibandingkan APBN Perubahan 2014.
Tidak mengatur
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menjelaskan, masifnya belanja subsidi energi bukan merupakan akibat dari ketiadaan kebijakan strategis yang diambil pemerintah. Menurut Jero, subsidi BBM dalam RAPBN 2015 hanyalah perkiraan pemerintah dengan mempertimbangkan kuota volume BBM 48 juta kiloliter. Alokasi subsidi BBM juga sudah memikirkan aspek kelonggaran bagi pemerintahan baru agar punya kebebasan untuk mengatur keuangannya.
"Kita nggak atur semua sekarang karena kalau kita atur semua, pemerintahan baru tidak bisa nyetel-nyetel mana yang mau diapain? Jadi, harus dibuka ruang itu. Tidak semua diputuskan di kita," ujar Wacik seusai mengikuti upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Ahad (17/8).
Menurut Jero, saat ini fokus pemerintah adalah menjaga agar kuota volume BBM 46 juta kiloliter seperti yang termaktub dalam APBN Perubahan 2014 terjaga. Sebab, menurut perhitungan pemerintah, tanpa mengambil langkah strategis, kuota hanya mencukupi hingga pertengahan Desember. "Itu yang saya selamatkan dengan kebijakan jangka pendek berupa pengendalian dan lain-lain. Kalau , pnggakertengahan Desember kita nggak bisa gerak."
Terkait penurunan belanja subsidi listrik, politisi Partai Demokrat ini menyebutkan, kenaikan tarif yang dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu turut mengambil peran. Pun dengan imbas lanjutan kenaikan tarif berupa penghematan oleh pelanggan.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, perlambatan ekonomi masih akan terus dilakukan. Hal ini penting agar defisit neraca berjalan masih di bawah tiga persen. Tanpa perlambatan ekonomi, defisit neraca berjalan bisa sangat membengkak dan membebani pemerintahan selanjutnya.
Untuk itu, pemerintah mendatang disarankan mempertimbangkan opsi penurunan subsidi BBM. "Kalau subsidi BBM diturunkan, ekspor migasnya turun, current account-nya turun," kata Chatib.
Calon presiden yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai pemenang Pilpres 2014, Joko Widodo, merasa keberatan dengan kenaikan besaran subsidi BBM pada postur RAPBN 2015 yang dibuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi berharap, pemerintahan saat ini bersedia berbagi beban perihal kebijakan subsidi dengan cara mengurangi subsidi untuk pos-pos tertentu. "Menurut saya, subsidinya terlalu besar," kata Jokowi. rep:muhammad iqbal/meiliani fauziah/c88 ed: eh ismail