REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Sebuah video mengejutkan yang menayangkan aksi kekerasan sejumlah murid sekolah dasar (SD) terhadap teman perempuannya beredar di dunia maya. Dalam rekaman di situs berbagi video Youtube itu, tampak seorang siswi berjilbab berpakaian seragam sekolah dihujani pukulan dan tendangan oleh beberapa temannya di pojok ruangan kelas.
Pukulan dan tendangan mendarat di kepala serta tubuh siswi itu. Gadis kecil itu hanya bisa terdiam dan menangis, tak mampu membalas. Belakangan diketahui, kejadian itu berlangsung di Sekolah Dasar Trisula di Bukittinggi, Sumatra Barat, September lalu.
Wali Kota Bukittinggi Ismet Amzis mengaku baru mengetahui insiden itu dari video yang beredar pada Sabtu (11/10) malam, meski kejadiannya sendiri pada 18 September lalu. Ismet mengaku prihatin dengan kasus yang dianggap mencederai dunia pendidikan tersebut. "Kasus ini telah mengganggu pendidikan di Bukittinggi sebagai ranking pendidikan terbaik se-Sumatra Barat," kata Ismet kepada Republika, Ahad (12/10).
Sekolah dasar itu, kata dia, merupakan sekolah swasta di bawah Yayasan Perwari. Ismet telah memanggil kepala sekolah, ketua yayasan, dan guru yang mengajar saat jam peristiwa itu. Pemanggilan juga dilakukan terhadap orang tua murid dan siswa-siswi bersangkutan.
Wali Kota juga telah memerintahkan untuk menginvestigasi kasus tersebut. Dia menegaskan, akan ada sanksi terhadap guru yang mengajar. Sebab, peristiwa berlangsung saat jam pelajaran agama Islam. Terhadap siswa SD itu, ia tidak akan memberikan hukuman.
Namun, pemerintah akan menghadirkan psikolog ke SD itu dan juga kepada orang tua dari anak-anak bersangkutan. Menurut Ismet, anak-anak SD di luar jam sekolah sering kali menonton tayangan atau bermain game yang memengaruhi perilaku mereka.
Peristiwa ini terungkap setelah salah seorang teman siswi tersebut yang membawa telepon genggam merekam kejadian itu dan memberikan rekamannnya kepada ibunya. Sang ibu lalu memberikan rekaman tersebut kepada temannya hingga akhirnya beredar di dunia maya.
Kepala Bidang TK SD pada Dinas Pendidikan Pemuda Olahraga di Bukittinggi, Erdi, mengaku terkecoh dengan kejadian ini. Erdi baru mengetahui kejadian tersebut pada Senin (6/10) lalu. Keesokan harinya, Erdi mendatangi sekolah dasar di Bukittinggi tersebut untuk mendalami kasusnya.
Dia langsung mengumpulkan siswa kelas V SD dan pihak sekolah. Saat dimintai keterangan, siswa SD tersebut mengaku hanya iseng melakukan pemukulan. Namun setelah didesak, barulah mereka bercerita.
Menurut salah seorang anak yang melakukan pemukulan, ia memukul atas dasar sakit hati kepada siswi berkerudung yang ia pukuli. "Ibu saya dihina oleh teman ini. Ibu saya disamakan dengan sepatu," kata Erdi, mengutip perkataan siswa pelaku pemukulan itu, saat dihubungi Republika, Ahad (12/10).
Menurut Erdi, kasus ini sudah diselesaikan pihak sekolah bersama orang tua murid. Erdi menuturkan, kejadian berlangsung di kelas saat mata pelajaran agama Islam. Namun, saat kejadian guru tersebut sedang mengajar di sekolah SMP di Agam.
Guru agama itu pengajar tambahan dan merupakan pegawai negeri sipil pada sekolah SMP di Agam. Atas kelalaian dan tindakannya meninggalkan tugas, Erdi telah meminta kepala sekolah menghentikan kontrak guru tersebut.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta sekolah meningkatkan pengawasan terkait kasus kekerasan murid di SD Trisula Perwari. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Susanto, mengatakan, kasus kekerasan tersebut sejatinya bagian kecil dari bullying.
Bullying telah menjadi persoalan pelik di sekolah. Sekolah harus steril terhadap kekerasan karena secara institusi, sekolahlah yang bertanggung jawab. "Anak-anak, meski SD, pelaku diposisikan sebagai korban. Kami prihatin dunia pendidikan seperti itu," ujar Susanto.
Sekolah, kata dia, harus memastikan perlindungan anak. Sekolah juga harus membuat formula baru sistem keamanan, pengawasan, dan sanksi bagi pelanggar. n c73/c87 ed: teguh firmansyah