REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL--Pejabat tingkat tinggi Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) menggelar pertemuan. Ini menjadi upaya meredakan ketegangan setelah Korut memberi tenggat waktu kepada Korsel untuk menghentikan siaran propaganda di perbatasan.
Korea Utara telah menetapkan batas waktu kepada Korsel paling lambat Sabtu (22/8), pukul 05.00 (08.30 GMT), untuk menghentikan siaran dan membongkar speaker propaganda. Korsel sejauh ini menolak untuk mengalah.
Namun, kantor berita Korsel, Yon hap, melaporkan bahwa para pejabat keamanan tingkat tinggi dari kedua negara ini bertemu di kota perbatasan Panmunjom, Sabtu (22/8), pukul 18.00 waktu setempat. Langkah itu untuk mencegah konflik lebih lanjut.
"Penasihat keamanan nasional Korsel Kim Kwanjin dan Menteri Un ifikasi Hong Yong-Pyo akan bertemu dengan Kim Yang-gon, pejabat tingkat atas yang membidangi urusan Korsel, dan Direktur Departemen Politik Umum Militer Korut Hwang Pyong-so,'' Yonhap melaporkan seperti dikutip dari laman Aljazirah, Sabtu (22/8).
Situasi panas yang dialami kedua negara ini sedang dipantau ketat oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB). Lembaga ini menyerukan Korut dan Korsel tidak melakukan serangan.
"Kedua belah pihak diharapkan menahan diri,'' kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Kimoon. Amerika Serikat (AS) juga mendesak Korut untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
Menurut wartawan Aljazirah, Harry Faw cett, melaporkan dari Seoul, menteri pertahanan Korsel menempatkan prioritas tertinggi pada kehidupan sipil dan ingin memutuskan lingkaran setan provokasi Korut.
Korsel mengatakan tidak berniat menghapus pengeras suara. Bahkan, pada Jumat (21/8), Presiden Park Geun-hye muncul di televisi dengan mengenakan seragam tentara dan memberi tahu provokasi Korut tidak akan ditoleransi.
Ketegangan militer meningkat di kedua Korea sejak terjadi baku tembak artileri pada Kamis (20/8). Korsel mengatakan, tembakan tersebut dimulai oleh Korut. Pemimpin Korut Kim Jong-un pada Jumat memerintahkan tentara garis depan untuk waspada perang. Kementerian Luar Negeri Korut memberi peringatan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (22/8) bahwa situasi terjadinya perang hampir tidak terkendali. Kementerian Luar Negeri juga memperingatkan bahwa negara ini siap meng ambil risiko perang habis-habisan. Tidak hanya untuk merespons atau membalas, tetapi juga untuk membela rakyatnya.
Tentara Rakyat Korut mengatakan bahwa pasukan garis depan telah bersenjata lengkap sejalan dengan keinginan Kim dan siaga sebelum batas waktu pada Sabtu, pukul 05.00. Saat ini, ada sedikit rasa panik di kalangan warga Korsel. Secara teknis, kedua Korea telah berperang selama 65 tahun terakhir. Pada 1950-1953, konflik Korea berakhir dengan gencatan senjata yang tidak pernah diratifikasi dengan perjanjian perdamaian resmi. Serangan langsung terakhir terjadi pada November 2010 ketika Korut menyerang pulau di perbatasan Korsel, yaitu Yeonpyeong, yang menewaskan dua warga sipil dan dua tentara. rep: Rr Laeny Sulistyawati Melisa Riska Putri, ed: Firkah Fansuri