JAKARTA – Pemerintah akan segera merilis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Syariah. Lini syariah ini akan melengkapi layanan BPJS konvensional yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak sesuai dengan prinsip Islam.
Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI KH Ma'ruf Amin menyatakan, saat ini pihaknya tinggal merampungkan detail teknis. Dalam waktu dekat, BPJS Kesehatan Syariah akan hadir di tengah masyarakat. "Perkiraan, sebelum akhir tahun ini sudah diluncurkan," kata Kiai Ma'ruf kepada Republika, Ahad (22/11).
Menurut Kiai Ma'ruf, BPJS Kesehatan Syariah nantinya berbentuk produk, bukan unit usaha tersendiri, sehingga akan tetap berinduk ke BPJS. Dengan begitu, BPJS bakal memiliki dua produk, yaitu konvensional dan syariah. Masyarakat dipersilakan memilih produk sesuai pilihan mereka.
"Saya yakin kalau diberi pilihan produk konvensional dan syariah, masyarakat akan lebih memilih yang syariah," ujar Kiai Ma'ruf. Ketika ditanya mengenai mekanisme produk BPJS Kesehatan Syariah, Ketua Umum MUI ini menyatakan, soal mekanisme seperti besarnya iuran dan cara migrasi dari BPJS konvensional ke syariah akan diumumkan tak lama lagi.
Desakan untuk melahirkan produk BPJS Kesehatan Syariah disampaikan DSN MUI pada 29 Juli 2015. Saat itu Kiai Ma'ruf menyatakan BPJS Kesehatan tidak sesuai ketentuan Islam. Ia pun mendesak pemerintah segera menggulirkan BPJS Kesehatan yang sesuai syariah.
Ia menilai Muslim yang telah menjadi peserta BPJS terhitung dalam keadaan darurat. Karena itu, pemerintah seharusnya menyediakan BPJS Kesehatan Syariah sebagai alternatif bagi Muslim yang diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sebab, umat tak boleh terus dalam keadaan darurat.
Pernyataan Kiai Ma'ruf menegaskan kembali hasil Ijtima Ulama V yang tergabung dalam Komisi Fatwa MUI di Tegal, Jawa Tengah, awal Juni 2015. Dalam fatwanya, MUI menyatakan BPJS Kesehatan belum memenuhi prinsip syariah. Sebab, BPJS Kesehatan masih mengandung unsur ketidakpastian (gharar), judi (maisir), dan riba.
Kiai Ma'ruf menambahkan, nantinya tak hanya BPJS Kesehatan yang memiliki produk syariah, tetapi juga jenis BPJS lainnya, termasuk dana pensiun. Dia yakin akan lebih banyak orang yang cenderung memilih produk syariah. Sebab, semakin tua seseorang, tentunya mereka semakin mengingat mati dan akhirat. "Terkait itu, mereka cenderung menyimpan dana pensiun di BPJS Syariah," katanya.
Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan belum ada keputusan soal BPJS Kesehatan Syariah. "Pembahasan sudah dilakukan bersama DSN MUI dan lintas kementerian atau lembaga," katanya kepada Republika, Ahad.
Saat ini pihaknya masih menunggu proses di DSN. Ke depan, kemungkinan akan ada pertemuan dan pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Setiadi mengatakan, operasional BPJS Kesehatan Syariah sudah dibahas bersama DSN. "Sepanjang yang saya ketahui, DSN sedang membahas secara internal atas dasar masukan yang sudah diberikan oleh BPJS, Kemenkes, Kemenkeu, dan OJK," ujar Edi. Atas dasar itu, Edi mengatakan, akan ada fatwa petunjuk operasionalnya.
Pengamat asuransi syariah Erwin Noekman mengatakan, BPJS Kesehatan Syariah bisa berjalan optimal jika sistem dan pengelolaannya sudah terbangun dengan baik. Sebab, sistem syariah harus dijalankan secara berbeda dari sistem konvensional. "Pengelolaan dan semua sistemnya harus beda karena kalau dicampur enggak ada bedanya, hanya beda di judul aja," ujar Erwin, Ahad.
Menurut Erwin, membangun sistem BPJS Kesehatan Syariah memang tidak mudah karena memerlukan provider yang bisa mengoordinasikannya dengan jaminan kesehatan syariah yang sudah ada. Jadi, meski BPJS sudah berjalan, pelaksanaan BPJS Syariah tidak bisa langsung berjalan.
Apabila sistem dalam BPJS ini belum bisa langsung berjalan, katanya, pemerintah dapat menyiapkan sistem secara terpisah. "Yang penting sudah ada niat, nanti sambil jalan dipersiapkan. Enggak masalah," kata Erwin. n rizky jaramaya ed: ferry kisihandi