JAKARTA — Terdakwa kasus dugaan suap pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas Urbaningrum menyatakan saksi yang didatangkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak langsung ke inti kasus. Anas pun meminta jaksa menghadirkan dua saksi yang mengetahui perihal aliran dana.
Ia mengatakan, banyak saksi tak relevan dihadirkan di persidangan. Menurutnya, keterangan para saksi itu justru tidak memberikan gambaran utuh dari kasus yang menyeretnya. "Saya merasa perlu disampaikan kepada yang mulia agar sidang menghadirkan saksi-saksi yang relevan," katanya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Senin (21/7).
Anas pun meminta persidangan menghadirkan dua saksi yang selama ini kerap memberikan keterangan memberatkan tentangnya. Mereka, yaitu Direktur Utama PT MSONS Capital Munadi Herlambang dan mantan direktur operasional I PT Adhi Karya Indrajaya Manopol.
Munadi kerap memperkenalkan diri sebagai orang dekat Anas ketika mengambil uang-uang terkait Hambalang. Indrajaya merupakan petinggi perusahaan pemenang tender Hambalang. "Ini agar kebenaran perkara semakin terang benderang dan sehingga ada gambaran yang jelas," ujarnya.
Jaksa menyanggupi permintaan Anas. Penuntut umum menyatakan akan memanggil seluruh saksi yang berkaitan langsung dengan kasus Hambalang. Sehingga, mereka dapat memberikan keterangan di persidangan.
Pada persidangan kemarin, jaksa berencana menghadirkan sejumlah saksi untuk membuktikan dakwaan untuk Anas. Saksi yang akan dihadirkan, yaitu pemilik lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia Denny Januar Ali dan Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti.
Saksi lainnya, yaitu Direktur PT Impact Indonesia M Ichsan Loulembah, dan karyawan perusahaan tersebut, Ratna Irsana. Jaksa juga berencana menghadirkan Aldasni, Deny Hafas, dan Heru Dwiatmoko. Namun, beberapa saksi batal hadir.
Dalam keterangannya di persidangan, Winantuningtyastiti menjelaskan bahwa Anas dilantik masuk ke DPR pada 15 September 2009, tapi dilantik sebagai anggota pada 1 Oktober 2009. "Diambil sumpahnya pada 1 Oktober 2009, dari sana lalu duduk di Komisi X," katanya.
Wina mengatakan, Anas juga langsung menjadi ketua Fraksi Partai Demokrat dan menjabat pula sebagai anggota Badan Musyawarah DPR RI. Namun, menurutnya, Anas tak lama menduduki DPR karena hampir setahun kemudian ia mengundurkan diri. Pengunduran diri Anas terjadi karena ia terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat (PD) pada kongres Mei 2010. "21 Agustus 2010 mundur dari DPR," ujar Wina.
Keterangan Wina terkait dengan dakwaan Anas yang menyebutkan dirinya selaku pejabat negara menerima mobil Toyota Harrier senilai Rp 670 juta. Namun, mobil tersebut diserahkan pada September 2009, sebelum Anas dilantik dan menjadi penyelenggara negara.
Sedangkan Ratna menjelaskan biaya iklan Anas di Kongres Partai Demokrat. Tim sukses Anas mengeluarkan biaya Rp 3,2 miliar untuk biaya iklan pemenangan Anas dalam kongres di Bandung pada 2010.
Ratna menjelaskan, awalnya perusahaan tempatnya bekerja mengajukan proposal iklan Rp 13 miliar. Namun, tim sukses Anas menawar menjadi Rp 11 miliar. "Tapi, kemudian dibayar cuma Rp 3,2 miliar. Pembayarannya ada dua kali Rp 1,9 miliar dan Rp 1,3 miliar," katanya. Pembayaran iklan oleh mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. rep:gilang akbar parambadi/antara ed: ratna puspita