TRIPOLI — Pemerintah Libya mengecam Amerika Serikat (AS) yang melakukan penangkapan terhadap Abu Khatallah di pinggiran Kota Benghazi, awal pekan ini. Khatallah merupakan terduga dalang penyerangan konsulat AS di Benghazi pada 2012.
Menurut Pemerintah Libya, penangkapan Khatallah melanggar kedaulatan negara mereka. Menteri Kehakiman Libya Saleh al-Marghani menegaskan bahwa penangkapan terhadap tersangka tidak berdasar karena dilakukan di wilayah otoritas Libya.
Operasi militer yang dilakukan AS, bahkan dilakukan tanpa pemberitahuan lebih dulu kepada Pemerintah Libya. Marghani meminta AS untuk segera mengembalikan Khatallah untuk diadili di wilayah kedaulatan negaranya.
Sebetulnya, kata Marghani, Pemerintah Libya telah mengeluarkan surat perintah penangkapan Khatallah sebelum AS mengadakan operasi militer. Pihak berwenang Libya juga telah melakukan interogasi kepada Khatallah, namun situasi keamanan belum memungkinkan mereka untuk melakukan penahanan.
"Kami tidak mendapat pemberitahuan apa pun terkait operasi militer yang dilakukan AS, kami ingin AS membantu kami, namun bukan dengan mencampuri urusan yang seharusnya kami tangani," ujar Marghani dalam sebuah konferensi pers, seperti dilansir Reuters, Rabu (18/6).
Operasi penangkapan Khatallah dilakukan secara rahasia pada Senin (16/6). Pasukan khusus AS diterjunkan untuk menangkap tersangka utama. Pasukan terdiri atas beberapa anggota Angkatan Darat Delta Force. Ia diciduk di pinggiran Kota Benghazi.
Penangkapan Khatallah oleh AS memberi pukulan bagi Pemerintah Libya yang menghadapi krisis kepercayaan. Berbagai kelompok oposisi menentang pemerintahan Libya dan terus berupaya melakukan perlawanan.
Salah satu kelompok oposisi yang keras melakukan perlawanan kepada pemerintah, yakni Tentara Nasional Libya (LNA).
Kelompok yang dipimpin oleh pensiunan jenderal Khalifa Haftar itu terus menyalahkan Pemerintah Libya yang dinilai gagal menjaga keamanan negara. Haftar bersumpah untuk membersihkan negara dari kelompok yang dituding sebagai Islam garis keras dan melancarkan sejumlah serangan di Benghazi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Libya Saeed Alaswad mengatakan bahwa penangkapan yang dilakukan AS merupakan serangan kepada negara yang tengah mengalami banyak masalah. Saoud mengatakan, secara hukum Khatallah harus diadili di Libya dan menerima pengadilan yang seadil-adilnya.
AS menilai Pemerintah Libya tidak dapat melakukan tindakan apa pun terhadap serangan di kantor konsulat AS di Benghazi. Sebelumnya, AS mengaku telah memberi tahu Libya soal operasi ini, tapi tak diberikan secara detail.
Pada serangan yang terjadi pada September 2012, Duta Besar AS Chris Stevens dan tiga orang lain di kantor konsulat konsulat tewas. Sejak peristiwa itu, AS tidak lagi membuka kantor konsulat di kota terbesar kedua di Libya tersebut.
Sebulan setelah serangan, Khattalla mengatakan dirinya tidak bertanggung jawab atas serangan di kantor konsulat AS. Ia mengakui sempat datang ke konsulat. Namun, keberadaannya saat itu, yakni untuk demonstrasi terhadap video anti-Islam warga AS yang beredar di situs video You Tube.
Presiden AS Barack Obama meminta Khatallah untuk ditahan di penjara, bukan di Guantanamo seperi tersangka teroris lainnya.
Gelar pemilu
Secara terpisah, di tengah kekacauan politik, Libya tetap mempersiapkan pemilu yang digelar pada 25 Juni mendatang. Ini merupakan pemilu nasional kedua Libya sejak penggulingan Muamar Qadafi pada 2011 lalu.
Dalam waktu sebulan, Komisi Pemilihan Libya telah mempersiapkan seluruh fasilitas pemungutan suara. Kepala komisi pemilihan Emad al-Sayeh menyatakan optimistis dengan penyelenggaraan pemilu. Meski berada di tengah kekacauan politik yang membuat prospek pemilih rendah, Sayeh yakin pemilu tetap dapat berjalan lancar.
"Kami yakin dengan persiapan kami pemilu 25 Juni mendatang dapat berjalan lancar, bahkan di Benghazi. Saat ini, kami telah menyelesaikan persiapan terakhir pemilu."
Libya tak pernah stabil pasca-Qadafi jatuh. Parlemen terpecah ke berbagai kubu. Berulang kali perdana menteri dipaksa turun. rep:c66/reuters ed: teguh firmansyah