ANKARA — Recep Tayyip Erdogan menang dalam pemilu presiden Turki dan menegaskan pentingnya persatuan. "Saya bukan hanya presiden untuk pemilih saya, tetapi untuk 77 juta warga Turki," katanya dalam pidato kemenangan di Ankara, Ahad (10/8) malam.
Dalam pernyataan kepada ribuan pendukungnya di balkon markas Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu, Erdogan menekankan rakyat telah menentukan pilihannya pada pemilu presiden secara langsung yang pertama kali digelar tersebut.
Ia juga menyatakan akan menjadi presiden untuk semua orang. Ini merupakan kemenangan semua warga Turki. Menurut kantor berita Turki, Anadolu, berdasarkan perhitungan dari 99 persen kotak suara, Erdogan meraup 51,95 persen dukungan.
Sedangkan, Ekmeleddin Ihsanoglu yang didukung oposisi meraih 38,34 persen suara dan Selahattin Demirtas 9,71 persen. Ihsanoglu memberikan selamat kepada Erdogan. Namun, ia menyatakan pula kecurangan mengiringi kemenangan sang perdana menteri itu.
Perolehan suara Erdogan sedikit meleset dari proyeksi jajak pendapat yang mencapai 53-55 persen, namun tetap selisih suaranya tetap besar. Ini mengamankan kemenangan Erdogan dan menutup kemungkinan digelarnya pemilu putaran kedua.
Ketua Komisi Pemilu Said Guven menyatakan bahwa Erdogan telah memenangkan pemilu. Pada Senin (11/8), perhitungan seluruh suara bisa diketahui. Jika tak ada halangan, Erdogan akan dilantik menjadi presiden pada 28 Agustus mendatang.
"Kemenangan ini sebuah tonggak sejarah bagi Turki, kelahiran kembali bagi negara ini," ujar Erdogan. Para pendukung Erdogan di Ankara turun ke jalan, membunyikan klakson dan mengibarkan bendera merayakan kemenangan Erdogan.
Erdogan berkeinginan agar presiden tak hanya seremonial, tapi juga memiliki wewenang penuh. Ia secara terbuka akan mengubah konstitusi untuk mencapai tujuannya itu. Ia harus memperoleh dukungan dua pertiga suara di parlemen.
Menurut Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc, saat hasil resmi pemilu diumumkan, hubungan Erdogan kini masih menjabat perdana menteri dengan AKP dan parlemen berakhir. Selanjutnya, akan ditentukan siapa perdana menteri dan pemimpin AKP baru.
Sejumlah petinggi senior AKP mengungkapkan, Menlu Ahmet Davutoglu berpotensi menjadi pengganti Erdogan. Ia selama ini menjadi orang kepercayaan Erdogan dan memperoleh dukungan internal partai. Pesaingnya, yaitu Binali Yidlrim, mantan menteri transportasi.
Direktur Pelaksana Spiro Sovereign Strategy Nicholas Spiro meyakini pemilu presiden membawa Erdogan semakin berkuasa di Turki. Menurutnya, Erdogan bakal menghimpun kekuasaan yang besar terhadap dirinya.
Ia meyakini perdana menteri baru tak bisa berbuat banyak. "Perdana menteri selanjutnya akan berada di bawah bayang-bayang Erdogan," kata Spiro. Profesor di Universitas Bogazici Istanbul, Koray Caliskan, mengatakan bahwa Turki sekarang tergelincir, menjauhi demokrasi.
Pada masa mendatang, Turki akan terpolarisasi. "Dan pada waktunya, Turki terlihat seperti Rusia yang mengantarkan Vladimir Putin menggunakan jabatan presiden untuk memperkuat cengkeramannya pada negara," ujar Caliskan kepada Aljazirah.
Namun, sebagian warga Turki tak khawatir dengan hal itu. Kadir Celik, penjual makanan, menyatakan bahwa Erdogan merupakan pemimpin alamiah. "Saya tak khawatir ia menjadi begitu berkuasa," katanya. Bagi Celik lebih baik mempunyai satu orang yang bisa segera mengambil keputusan.
Bagi pengamat politik Ali Bayramoglu, kemenangan Erdogan menunjukkan untuk pertama kalinya pemimpin politik pilihan masyarakat memenangkan pilpres. Ini sinyal baru Turki yang bergerak dari sistem parlementer ke presidensial. rep:gita amanda/ap/reuters ed: ferry kisihandi