REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Korban tewas akibat serangan kelompok bersenjata di ladang minyak Mabrook, Libya, mencapai 12 orang. Korban termasuk warga asing yakni dua dari Filipina dan dua Ghana.
Komandan Pasukan Keamanan di ladang minyak Mabrook Abdelhakim Maazab mengatakan, sebagian besar korban dipenggal dan ditembak saat berada di lokasi terpencil di Libya itu.
“Delapan warga Libya, dua warga Filipina, dan dua warga Ghana tewas tidak dalam penculikan,” ujarnya, Rabu (4/2).
Serangan tersebut berlangsung pada Selasa (3/2) malam. Berdasarkan sumber dari diplomat Prancis di Paris dan pejabat Libya, kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) berada di balik serangan tersebut.
Sejumlah karyawan minyak juga dilaporkan telah diculik. Kementerian Luar Negeri Filipina mengakui tiga warga negaranya termasuk di antara tujuh warga negara asing yang diculik dalam serangan Mabrook.
"Orang-orang bersenjata tidak dikenal menyerbu ladang minyak Mabrook Selasa malam," ujar Juru Bicara National Oil Corp (NOC) Mohamed el-Harari.
Perusahaan Total Prancis memiliki saham di Mabrook. Namun, mereka telah menarik stafnya dari ladang minyak berbahaya itu.
Juru bicara pasukan penjaga minyak Ali al-Hassi juga menyalahkan ISIS atas serangan ini. "Ini di luar kendali kami, ISIS lah yang bertanggung jawab," ujar dia.
Libya merupakan negara yang bergantung dari penghasilan minyak. Sayang produksi minyak di Libya telah menurun hingga hanya 350 ribu per hari akibat konflik berkepanjangan setelah jatuhnya Muamar Qadafi pada 2011.
Tak hanya pemberontak dari luar, ladang minyak juga menjadi rebutan dua pemerintahan berkuasa di Libya saat ini yakni di Tobruk dan Tripoli. Pemerintah Tripoli didukung oleh kelompok bersenjata Libya Dawn yang berafiliasi dengan militan Misrata.
Adapun Tobruk didukung oleh pejuang Zintan dan Jenderal Khalifa Haftar yang berkuasa di Benghazi. Pemerintahan Tobruk dipimpin oleh Abdullah al-Thinni yang diakui internasional.
Pada Selasa (3/2), kelompok Libya Dawn menyerang salah satu pelabuhan terbesar Sidra yang dikuasai pemerintahan Tobruk. Setidaknya 10 orang tewas dalam insiden tersebut.
Pada Senin (2/2), utusan PBB Bernadino Leon untuk Libya mengunjungi Tripoli mendiskusikan perdamaian di antara keduanya. Leon ingin agar Tripoli mau terlibat dalam perundingan. Namun, parlemen Tripoli yang dikenal dengan GNC menginginkan negosiasi dilakukan di Libya.
PBB telah memulai negosiasi di Jenewa pada Januari lalu. Hanya faksi Thinni yang hadir. Dalam pertemuan itu disepakati sejumlah poin, salah satunya, yakni gencatan senjata. Saat itu, Libya Dawn sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
rep: Ratna Ajeng Tejomukti ed: Teguh Firmansyah