REPUBLIKA.CO.ID, MINGORA--Dianggap kurang bukti, delapan dari 10 pria yang dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan serangan terhadap peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, telah dibebaskan. Salim Marwat, kepala polisi di Lembah Swat, Pakistan, membenarkan hal tersebut, Jumat (5/6).
Marwat membenarkan bahwa delapan pria itu telah dibebaskan berdasarkan keputusan pengadilan pada April, namun ia enggan memerinci lebih jauh. `'Kami akan terus berusaha menangkap mereka yang terkait dengan penyerangan Malala dan memburu para buronan,'' ujarnya.
Azad Khan, deputi kepala kepolisian Pakistan, turut membenarkan hal itu. `'Saya hanya bisa mengonfirmasi bahwa pengadilan antiterorisme pada April telah membebaskan delapan dari 10 orang yang dituduh menyerang Malala,'' ujar Khan seperti dikutip AP.
Hal ini jelas bertolak belakang dengan keputusan pengadilan Pakistan pada April yang mengumumkan 10 pria divonis bersalah atas perencanaan dan pelaksanaan serangan terhadap Malala dan dijatuhi hukuman pen jara minimal 25 tahun.
Ketika itu, jaksa penuntut Sayed Naeem menyatakan pengadilan menjatuhkan putusan itu di sebuah lokasi yang tak diungkap detailnya lantaran alasan keamanan.
Namun, kini Naeem menyebutkan hanya ada dua orang penyerang yang akan menjalani penjara seumur hidup sedangkan yang lainnya melenggang bebas karena disebutkan kurang bukti.
Naeem menyebutkan para war tawan salah mengutip dia ketika itu. Namun, dia juga menolak membahas kasus tersebut lebih lanjut dan hanya menyebutkan dia telah mengajukan banding atas keputusan bebas kedelapan pria itu.
`'Saat sidang, 10 orang tersebut mengaku terlibat dalam penyerangan Malala di depan hakim pengadilan antiterorisme. Namun, hanya dua diantara mereka, Izhar Khan dan Israrullah Khan, yang dihukum sedangkan sisanya yang delapan orang itu bebas pada 30 April 2015,'' ujarnya.
Azad Khan sendiri mengaku tidak tahu alasan pemerintah atau jaksa penuntut yang tidak mengklarifikasi laporan media terkait hukuman para pria yang dituding terlibat penyerangan Malala.
Ini merupakan vonis pertama bagi serangan terhadap Malala. Malala ditembak di bagian kepala oleh kelompok Taliban ketika dia dalam perjalanan pulang dari sekolah bersama beberapa murid yang lain.
Bocah yang ketika itu baru berusia 14 tahun menjadi target karena dia dinilai membela pendidikan untuk perempuan. Semula, dia menjalani perawatan di Pakistan, namun belakangan, dia diboyong kesebuah rumah sakit di Inggris.
Malala meraih penghargaan Nobel Perdamaian karena upayanya itu. Perempuan yang kini berusia 17 tahun itu bertekad untuk terjun ke dunia politik di Pakistan setelah menyelesaikan studinya.
Seperti dilansir VOA, nama Malala mulai dikenal di lingkungannya sejak ia mulai menulis sebuah blog bagi BBC"Siaran Bahasa Urdu" dengan nama pena Gul Makai, mengenai bagaimana Taliban tidak memperbolehkan ia dan teman-temannya mengenyam pendidikan. Terkait keputusan pengadilan Pakistan yang terbaru, perwakilan Malala sendiri belum memberikan komentar.
Kelompok Taliban Pakistan mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dan mengatakan akan tetap menjadikan Malala sebagai target lagi bila ia kembali ke Pakistan.
Pimpinan Taliban Pakistan (TTP), Mullah Fazlullah, yang menjadi buron setelah serangan itu dan berbagai serangan lainnya, diyakini bersembunyi di Afghanistan bersama Ataullah Khan, pria yang dituduh menembak Mala la Yousufzai dan teman- temannya.
Militer Pakistan kemudian meng ambil alih kendali di Lembah Swat kembali dari tangan Taliban. Sepuluh pria ditahan pada September 2014 sebagai hasil dari operasi gabungan antara militer dan polisi Pakistan. ed: Endah Hapsari