Ahad 06 Mar 2016 19:10 WIB

Agar Kita Waspada

Red: operator

Peradaban dan akhlak tak bisa terpisahkan. Keduanya ibarat jasad dan ruh. Bila ruh itu sirna, sirna pula jasad yang fana itu.

Di sisi lain, keresahan dan keprihatinan muncul dari para sastrawan yang disebut-sebut kerap melihat dunia dengan mata hati mereka. Seandainya kita tak segera sadar dan memperbaiki akhlak, kekhawatiran tersebut bukan sekadar teori dan isapan jempol.

"Selama moralitas masih bertahan pada suatu kaum, ia akan bertahan. Bila sirna, lenyap sudah eksistensi kaum itu. Solusinya adalah kem bali ke moralitas. Perkuat jiwa dengan akhlak maka akan kokoh. Peradaban tumbang dan runtuh ketika akhlak nihil. Tipu daya, dusta, korupsi, dan kerusakan merajalela," demikian keresahan Ahmad Syauqi, sastrawan dan budayawan terkemuka asal Mesir. 

Dalam Muqaddimahnya, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa jika Tuhan berkehendak memberangus peradaban, mereka akan diuji dengan seberapa jauh konsisten dan komitmen memegang nilai dan moralitas tersebut di saat kemaksiatan merebak di mana-mana. "Inilah yang terjadi terhadap runtuhnya peradaban Islam di Andalusia, Spanyol," tulis Ibnu Khaldun. 

Menurut Taufik Abdullah dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, keruntuhan Dinasti Ottoman di Eropa dimulai setelah masa pemerintahan Sulaiman I atau pada abad ke-15. Pada masa ini, kerajaan Utsmani hanya dapat bertahan dari serangan musuh dan hanya dapat meluaskan sedikit wilayah. Itu karena kerajaan yang besar tersebut dipimpin oleh sultan yang lemah, tidak seperti sultan-sultan sebelumnya.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh negara Eropa untuk melakukan ekspansi ke dunia Islam.

Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan mengalami kemunduran dan kehancuran.

Antara lain wilayahnya yang demikian luas sehingga sulit diatur dengan baik karena banyak masalah yang harus dipecahkan, timbulnya ketidakadilan, suburnya praktik kolusi serta sogokan dengan banyak hadiah, dan merajalelanya perampokan dan kejahatan.

Kemerosotan ekonomi juga menjadi faktor penyebab kemunduran Utsmani, yakni terkait biaya perang yang begitu mahal sehingga mengurangi keuangan negara.

Peperangan yang berkepanjangan antara lain terjadi antara pasukan Ottoman dan Hungaria. 

Kekalahan demi kekalahan dialami pa sukan Utsmani yang telah letih berperang. Ditambah lagi faktor kemanusiaan yang mengabaikan kesejahteraan rakyat karena para pejabat negara disibukkan dengan masalah perang sehingga kehidupan rakyat dilalaikan.

Kerusakan moral juga merambah istana dengan adanya pesta yang dilakukan dengan minuman keras dan para dayang yang mengitari para pembesar negara. Melemahnya kerajaan besar itu juga diakibatkan ikut campurnya para istri sultan dalam mengatur pemerintahan.

Stephen Lee dalam Aspects of European History: 1494-1789menyebutkan, stagnasi dan penurunan kekaisaran Ottoman disebabkan adanya kemerosotan dalam kepemimpinan sultan yang tidak memiliki kemampuan dalam memimpin. Selain itu, pelaku pejabat ista na yang terlibat korupsi, tamak, bermusuhan, dan ber khianat juga menjadi faktor penentu runtuhnya kekaisaran Ottoman. Lee melanjutan, tumbuhnya kekuatan militer Eropa menjadi lebih kuat juga menjadi penyebab kekalahan tentara Ottoman.

Jonathan Grant (1999) dalam jurnal yang berjudul "Rethinking The Ottoman `Decline': Military Technology Diffusion in the Ottoman Em pire, Fifteenth to Eighteenth Centuries" menyebut runtuhnya ke jayaan Turki Ottoman di Eropa juga disebabkan oleh kondisi ekonomi negara yang sulit. Penyimpangan terjadi dimana-mana sehingga banyak rakyat miskin. Perang menyebabkan inflasi, perdagangan dunia pindah arah, dan memburuknya hukum serta ketertiban.

Agenda terbesar kita saat ini tentu adalah mengembalikan moralitas itu. Sejarah telah menyaksikan peradaban demi peradaban tumbang satu persatu bukan semata karena memang siklus yang berbasis hukum alam, melainkan lebih dalam dari itu. Mereka yang mampu bertahan di atas nilai-nilai dan norma akan mampu bertahan, setidaknya mewariskan ke generasi penerus bahwa sejarah yang mereka pijak selama ini kuat bertengger di atas moralitas, bukan akibat pelanggaran moral.

Oleh Nashih Nasrullah 

[email protected]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement