Ahad 10 Jul 2016 18:02 WIB

Negeri Dongeng Berselimut Salju

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID,  Kereta tiba di Fussen tepat pukul 10 pagi. Ada banyak penumpang kereta dengan tujuan kastil Neuschwanstein, sebagian berwajah Asia. Kami bergabung dengan turis lainnya, berjalan ke arah halte bus yang jaraknya hanya belasan meter dari stasiun Fussen. Ada bus nomor 73 dan 78 sebagai pilihan untuk ke kastil. Kami tidak perlu membeli tiket bus lagi, karena tiket kereta yang telah dibeli sudah termasuk satu paket terusan untuk semua akomodasi satu hari.

Perjalanan bus ke kastil tidak memakan waktu lama, sekitar sembilan menit saja. Selama dalam perjalanan bus, lagi-lagi kami melihat dengan jelas sebagian kecil gunung Alpen yang berselimut salju. Dan kali ini lebih dekat dan sangat jelas.

Sejak naik kereta sampai tiba di lokasi banyak sekali salju-salju yang masih menumpuk di rumah-rumah penduduk atau di pinggir jalan. Salju tersebut sisa dari turunnya salju semalam atau mungkin beberapa hari silam. Kami beruntung, karena satu tetes salju pun tidak turun dari langit. Cuaca juga lumayan bagus meskipun agak dingin bahkan saya tidak merasa kedinginan.

Bus melewati beberapa halte. Halte tujuan para turis adalah Hohenschwangau/Alpseestrase, halte terakhir bus. Begitu turun, langsung mata saya melihat ada beberapa bangunan yang atapnya masih penuh dengan salju, salah satu bangunan tersebut adalah kantor penjualan tiket, yang berada di sebelah kanan jalan. Loket penjualan tiket dipenuhi antrian calon pengunjung kastil, yang sebagian berasal dari bus kami tadi. Meskipun musim dingin, tapi tidak menghilangkan semangat orang untuk ke kastil. Ada cukup banyak turis yang antre di sana. Untung kami datang saat musim dingin, yang antrean tiketnya tidak mengular. Konon, antrean loket penjualan tiket pada musim panas bak ular naga.

Setelah memesan tiket seharga 12 euro untuk orang dewasa (anak-anak sampai usia 12 tahun gratis) kami mulai berjalan kaki naik ke arah bukit, yang dipenuhi dengan salju dan pepohonan. Ada alternatif lain menuju ke atas bukit, di antaranya naik pedati/delman yang per orangnya dikenai ongkos 3 euro atau naik taksi. Karena jalannya menanjak, ada banyak orang yang memilih naik pedati. Tapi kami ingin benar-benar menikmati perjalanan ini.

Turis yang berjalan kaki banyak bersenda gurau saling melempar bola-bola salju. Tidak terkecuali kami. Lumayan menghibur, mengingat di Paris, tempat kami tinggal jarang terdapat gumpalan- gumpalan salju yang tebal.

Perjalanan naik ke atas kami habiskan sekitar 25 menit. Sungguh berjalan kaki tidak terasa membosankan, karena sejak sebelum jalan menanjak pun kami sudah disuguhi pemandangan Kastil Hohenschwangau, istana lain dari Raja Ludwig II, yang penggemar berat komposer terkenal Richard Wagner itu.

Beberapa meter sebelum tiba di area puncak bukit tempat kastil tujuan kami, disediakan satu area pemotretan dan juga bangku-bangku untuk berisitirahat. Dari sini turis dapat melihat kastil yang indah. Saya benar-benar terpukau dengan pemandangan yang saya lihat dari lokasi tersebut. Bagaimana tidak, bangunan kastil terlihat seperti sama-samar di antara rerantingan pohon-pohon yang tak berdaun. Sungguh misterius.

Belum lagi hamparan salju dan gugusan Pegunungan Alpen yang putih. Kabut-kabut putih nan tebal tak mau kalah bersaing dengan putihnya salju. Dan bonusnya, langit yang berwarna biru menambah sempurna keindahan saat itu. Saya membatin pasti di atas bukit pemandangannya lebih spektakuler lagi. Kami terus naik ke atas mendekati bangunan kastil.

Benar. Saat berada di depan kastil dan posisi menghadap ke lokasi tempat istirahat dan pemotretan tadi, pemandangannya luar biasa. Hamparan salju putih, jurang, pepohonan, dan rumah-rumah penduduk, plus gugusan Pegunungan Alpen, menjadi pemandangan yang sangat luar biasa. Saking terlena menikmati pemandangan tersebut, saya hampir lupa kalau harus antre masuk ke dalam kastil, yang jadwal tiketnya tertera pukul 11.35. Masih tersisa beberapa menit sebelum jadwal masuk kastil.

Kastil di Atas Bukit

Kastil Neuschwanstein sangat unik karena berlokasi di atas bukit. Posisinya juga berada di atas bebatuan terjal. Bangunan ini didirikan pada abad ke-19, tepatnya pada 1869 oleh Raja Ludwig II yang berkuasa pada 1864-1886. Kastil ini juga dibuat lantaran sang raja mengidolakan Opera Lohengrin karya komposer dunia Richard Wagner. Diceritakan di dalam cerita opera, ada seorang ksatria yang bernama Lohengrin, atau yang biasa disebut Ksatria Angsa. Sang Raja pun jatuh cinta dengan sosok ksatria tersebut. Maka tak heran kastil ini identik dengan angsa, dan diberi nama Neuschwanstein (angsa baru).

Kastil seperti ini bukan termasuk bangunan kuno yang saya sering kunjungi di Prancis. Betapa tidak, lokasinya di atas bukit, di pinggiran Pegunungan Alpen yang sangat populer. Ditambah pula jenis bangunannya yang khas, tak heran tempat yang dibuka untuk umum pada tahun 1886 ini, menjadi salah satu tujuan favorit wisata dunia.

Para wisatawan yang ingin masuk ke dalam kastil diatur secara kelompok. Satu kelompok sekitar 30 orang. Masing-masing kelompok diatur jarak waktu masuknya sekitar 5 menit. Semua pengunjung mendapat audio guidedengan beberapa bahasa. Selain itu, ada seorang tour guideyang tugasnya membantu mengarahkan pengunjung, untuk masuk dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Petugas tersebut juga sesekali memperbaiki sinyal audio guidepengunjung yang error.

Kami mulai masuk secara teratur ke dalam bangunan kastil. Di depan pintu masuk, ada petugas keamanan yang menertibkan rombongan. Pengunjung yang membawa tas ransel diminta untuk memakai tasnya di bagian depan tubuh. Saya tidak tahu juga alasannya. Bisa jadi agar tidak mengganggu pengunjung yang ada di belakang, lantaran lorong-lorong kastil tidak begitu luas. Tapi satu yang tidak saya sukai adalah larangan keras membuat foto. Alhasil, kamera kami tidak 'beroperasi' selama menyusuri kastil.

Meskipun interior kastil tidak semegah istana-istana lain di Eropa yang pernah saya kunjungi, tapi tetap bagi saya cukup berkelas. Ada barang-barang seni seperti lukisan, mural, furnitur mewah yang terbuat dari emas dan barang seni bernilai tinggi lainnya. Kamar yang penguasa Bavaria juga mengingatkan saya pada kamar- kamar Raja Prancis pada umumnya, terutama tempat tidur. Bedanya ukuran kamar Ludwig II ini tidak sebesar kamar Raja Perancis, Louis XIV.

Ada satu tempat yang cukup mendapat perhatian pengunjung yaitu The Grotto, gua kecil yang dilengkapi air terjun mini plus taman kecil untuk bersantai. Gua sejenis ini cukup ngetrendi kalangan elite Eropa zaman dulu. Salah satunya ada di Istana Fontainebleau di Prancis, yang dibuat oleh Serlio pada 1543 khusus untuk Raja Francois I. Bisa jadi Raja Ludwig mengambil inspirasi dari sana. Sebab, The Grotto atau kalau di Fontainbleu disebut Grotte des Pins itu, awal dari mode gua buatan di Eropa. Dan, konon Raja Ludwig II juga sangat mengagumi Raja Louis XIV.

Meskipun dilarang mengabadikan interior dan barang-barang antik yang ada di dalam kastil, rupanya ada ruangan yang masih bisa diabadikan melalui kamera. Ada satu ruangan yang berisi perkakas dapur, seperti panci-panci tembaga dengan beberapa ukuran. Jenis perkakas tersebut persis seperti yang umumnya saya lihat di bagian dapur kastil atau istana yang ada di Prancis, pada abad pertengahan. Ada juga meja dan lemari kayu yang berisi barang pecah belah seperti gelas dan mangkuk.

Barang-barang seni bersejarah yang ada di dalam istana, bagi saya cukup membuktikan kalau Raja Ludwig II memang benar berjiwa seni dan sangat eksentrik. Kabarnya juga Neuschwanstein adalah simbol dunia era Romantisisme.

Saat penyusuran dari satu ruangan ke ruangan interior kastil, saya pun membayangkan film kartun yang diproduksi Walt Disney, sedikit banyak ada kemiripan- kemiripan. Hanya saja kastil ini untuk ukuran antarruangnya tidak sebesar yang ada di filmnya. Tapi, lumayan bisa merasakan langsung 'negeri dongeng' yang sebenarnya.

Namun, saya tidak habis pikir mengapa pengunjung dilarang untuk mengabadikan pernak-pernik yang berhubungan dengan interior kastil? Akhirnya kami pun cukup puas membeli beberapa kartu pos bergambar interior kastil, untuk bekal cerita pada keluarga di Tanah Air.

Sayang, dengan segala keistimewaan, baik kemewahan di dalam kastil maupun pemandangan spektakuler di luar kastil, tidak cukup menjadikan bangunan ini masuk dalam daftar situs peninggalan dunia UNESCO. Meskipun begitu, saya cukup puas karena melihat kastil Jerman dengan cita rasa Prancis. ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement