Ahad 04 Sep 2016 15:48 WIB

Mencicipi Aneka Olahan KAMBING UIGHUR

Red: Arifin

Wisata kuliner tak boleh lewat dari agenda. Urumqi menawarkan cita rasa makanan yang berbeda.

Roti dan aneka olahan kambing menjadi menu wajib di sini. Selain itu mi di Xinjiang sedikit berbeda dengan mi lain di daratan Cina. Wilayah Xinjiang yang dekat dengan Asia Tengah juga turut memengaruhi ragam mak anannya. Jika suka makanan Timur Tengah model nasi kebuli dan daging kambingnya, menu yang serupa juga mudah ditemui di Xinjiang.

Saya pergi ke wilayah Changji untuk menikmati sajian makanan khas Xinjiang. Di wilayah ini ada Food Street yang khusus menyajikan makanan halal dari Muslim etnis Hui. Selain Uighur, etnis Hui juga etnis Muslim di Xinjiang. Ada 60 warung makan yang bisa dipilih. Kawasan ini memang sengaja dibangun sebagai destinasi wisata kuliner. Masakan etnis Hui tak jauh berbeda dengan makanan dari etnis Uighur.

Tanpa bumbu Di Xinjiang menu khasnya adalah sate kambing tanpa bumbu dalam ukuran besar.

Mirip seperti sate klatak di Yogyakarta. Cara memasaknya hanya dibakar dan ditaburi garam dan sedikit bubuk sambal. Tusuk dari besi membuat panas di dalam dagingnya masih terasa. Mi Xinjiang juga mirip mi ayam di Indonesia. Namun, mi tersebut dengan tambahan sayuran seperti paprika dan jamur yang lebih banyak.

Sayuran seperti tumis kangkung dan oseng kacang mirip sekali dengan yang ada di Indonesia. Daging kambing rebus yang mirip gule kambing rasanya agak hambar dibanding gule di Indonesia. Berbagai olahan roti gandum juga bisa dinikmati sebagai pelengkap.

Minuman standar di sini adalah teh. Teh jasminepaling banyak disajikan. Uniknya, setiap gelas terlihat berkurang dari sebelumnya, pelayan langsung memberikan tambahan teh hingga penuh. Jangan berharap teh manis, ya di Xinjiang. Kecuali sengaja meminta gula tambahan.

Properti nyata Tempat terakhir yang wajib didatangi saat ke Urumqi adalah pertunjukan teater "Back to The Silk Road" di Xinjiang Grand Theatre.

Tempatnya tak jauh dari Changji. Bangunan gedung teater megah ini baru selesai pada 2014. Artistekturnya mirip bunga lotus raksasa.

Aksennya bergaya Asia Tengah. Bagi orang yang pertama kali melihat pasti menyangka Xinjiang Grand Theatre adalah masjid agung.

Teater ini menampilkan pertunjukan tari kolosal soal jalur sutra. Yang menarik adalah tata panggung yang memukau dan efek 3D yang amat terasa. Properti yang digunakan juga nyata. Adegan berkuda menggunakan kuda sungguhan, adegan kafilah dengan unta juga menggunakan unta asli. Latar air terjun juga dibuat dengan air betulan yang mengucur deras di tengah panggung. Sampai landasan es juga dihadirkan saat adegan tarian ice skating.

Yang lebih seru lagi, para penari juga melakukan aksinya di tengah-tengah penonton. Termasuk adegan perang dengan kuda. Kuda- kuda berlarian di antara bangku penonton.

Perpaduan antara tarian, teknologi 3D dan panggung serta properti yang nyata membuat sajian pertunjukan semakin seru. Namun sayang, konsep yang ditampilkan hanya berbagai tarian dari berbagai etnis di Xinjiang saja. Saya berharap ada nyanyian atau alat musik tradisional yang dilantunkan secara langsung. Namun semua musik menggunakan minus one. Harga tiketnya sebenarnya cukup mahal, 380 yuan untuk dua jam pertunjukan.

Tapi menurut saya sesuai lah dengan pengalaman baru menonton pertunjukan.    Oleh Hafidz Muftisany, ed: Nina Chairani

 

 

Kashgar Surga Buah-buahan di Cina 

Selesai dari Urumqi, saya lalu terbang ke Kashgar. Ya terbang. Meski masih satu provinsi, dua jam dengan penerbangan harus ditempuh guna sampai di Kashgar. Di Kashgar sejatinya wisata alam yang ditawarkan.

Penduduk di Kashgar 90 persen adalah Muslim Uighur. Kalau di Urumqi, saya jarang melihat motor, di Kashgar motor berseliweran. Bedanya dengan Indonesia, semua motor di Kashgar -mungkin semua Cina- adalah motor listrik. Jadi, tak banyak polusi.

Kashgar adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan Afghanistan, Pakistan, Tajikistan, dan Kirgistan. Wilayahnya dikelilingi pegunungan dan gurun. Kalau musim dingin kita bisa melihat pemandangan yang indah kala salju menutupi puncak- puncak gunung tersebut.

Musim panas seperti Juli juga bukan saat yang salah berkunjung ke Kashgar. Juli adalah masa buah-buahan Kashgar dipanen. Kashgar adalah surganya buah di Cina. Melon, semangka, persik, anggur sampai buah tin amat mudah dijumpai. Rasanya juga sangat manis. 

Destinasi pertama saat berkunjung ke Kashgar adalah mengelilingi kota tua. Kota tua Kashgar adalah wilayah pemukiman berusia 2.000 tahun yang masih dilestarikan bentuk bangunannya. Rumah-rumah penduduk dibangun dengan batu bata tanpa di pelester. Pintu rumah juga terbuat dari kayu tua.

Kota tua di Kashgar sempat porak peranda akibat gempa bumi besar pada 2008. Pemerintah Beijing memutuskan membangun kembali kota tua dengan kondisi seperti aslinya. Arsitektur tua tetap dijaga. Pengunjung juga bisa menikmati sejarah pembangunan kembali Kashgar lewat memorial hall yang di bangun di dekat Masjid Agung Id Kah. Dari Memorial Hall Kota Tua, saya langsung mengunjungi Masjid Agung Id Kah. 

 

Masjid di Taman nan Rindang 

Masjid Id Kah adalah masjid terbesar di Kashgar. Masjid ini termasuk 10 besar masjid terbesar di Asia Tengah. Id Kah berarti tempat untuk merayakan. Selain untuk kegiatan ibadah, masjid ini juga terbuka untuk wisatawan dalam dan luar negeri.

Masjid Id Kah berdiri sejak 1442. Daya tampungnya mencapai 20 ribu jamaah. Berbeda dengan masjid-masjid di Indonesia, saat memasuki gerbang bukan tempat shalat yang langsung tampak, melainkan taman. Masjid Id Kah memang memadukan taman yang rindang dengan tempat khusus shalat. Pemandu kami mengingatkan jika para turis saat mengunjungi Masjid Id Kah dilarang mengambil gambar orang yang sedang shalat atau membaca Alquran.

Mereka ingin ketenangan ibadah jamaah tetap terjaga meski masjid dibuka untuk wisatawan. Arsitekturnya penuh dengan hiasan kayu dan pilar. Ada 114 pilar di ruang utama masjid. Jumlahnya persis sama dengan jumlah surah dalam Alquran.

Setelah puas jalan-jalan mengunjungi kota tua dan Masjid Id Kah, saatnya belanja di Kashgar. Salah satu tempat belanja favorit adalah Grand Asia Bazaar. Bentuknya mungkin mirip Pasar Tanah Abang. Barang-barang yang di jual juga amat lengkap. Mulai dari kacang-kacangan, bahan kain khas Uighur, mainan, tas, karpet sampai produk kecantikan. Harganya juga cukup miring dan masih bisa ditawar. Siap-siap perang tawar menawar leat kalkulator. Sebab, penduduk Uighur jarang yang bisa bicara Mandarin apalagi Inggris.    Foto-foto Hafidz Muftisany

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement