Selasa 05 Aug 2014 12:00 WIB

Investasi Dalam Negeri Capai Rp 8,1 Triliun

Red:

BANDUNG –– Provinsi Jabar sampai kuartal I 2014 ini, masih sebagai provinsi primadona investasi. Untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN), nilainya mencapai Rp 8,1 triliun di bawah DKI Jakarta. Sementara untuk penanam an modal asing (PMA) mencapai 1,8 miliar dolar Amerika dengan jumlah proyek 506. "Kami melihat kasus Karawang dan Bogor dari sisi positif saja," Kepala Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) sekaligus Badan Perizinan dan Pelayanan Terpadu (BPPT) Dadang Ma’soem kepada wartawan, Senin (4/8).

Menurut Dadang, Pemprov Jabar sendiri menilai ada sisi positif dengan tertangkapnya Bupati Karawang dan Bogor oleh KPK. Menurutnya bagi iklim investasi, jika para kepala daerah yang di duga memeras dan mendapat suap diproses hukum membuat investor mendapat kepastian hukum. "Investor tidak mau menghadapi birokrat seperti itu. Setelah ditangkap investasi jadi leluasa. Kepala daerah yang lain juga akan hati-hati," katanya.

Saat ini, kata Dadang, ada pemahaman yang masih minim dari pengusaha yang hendak investasi terkait alih fungsi lahan. Untuk industri dan mal, menurutnya, izin bu kan hanya kewenangan daerah tapi juga bagian dari kewenangan provinsi. ''Kenapa ini (transaksi) lang sung dengan bupati," katanya.

Menurut Dadang, ada kemungkinan investor yang masuk ke daerah terlalu terburu-buru hingga malah bertemu dengan calo. Bahkan karena ingin cepat, melakukan transaksi dengan kepala daerah pun di tempuh. "Sekelas Coca Cola saja menempuh perizinan dari tingkat kabupaten sampai BPPT Jabar, ini belum dipahami investor," katanya.

Dadang mengatakan, terkait proses perizinan alih fungsi yang masuk ke BPPT Jabar bukan hal mudah untuk akhirnya mendapat kan keputusan gubernur. Tertahannya perizinan di provinsi, menurutnya disebabkan status lahan apakah memerlukan izin dari instansi lebih tinggi, serta sejauh mana kepentingan publik di sana. "Ada sejumlah perizinan alih fungsi di Karawang masih tertahan di kami," katanya.

Menurut Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno, kasus tertangkap tangannya Bupati Karawang dan Bogor terkait perizinan oleh KPK menuntut adanya pe rubahan sistem perizinan yang di kelola daerah khususnya izin yang menyangkut alih guna lahan. "Izin soal lahan ini butuh otorisasi kepala daerah, jadi peluang pejabat untuk bermain," katanya.

Meski praktek biaya tinggi masih ada, Kadin sendiri menolak wacana terkait kemungkinan asosiasi pengusaha mengeluarkan semacam daftar hitam daerah rawan investasi di Jabar. Saat ini yang diperlukan adalah dorongan dari Pemprov Jabar ke kabupaten/kota untuk mendukung sepenuhnya agar mempermudah perizinan sejauh memenuhi persyaratan dan ketentuan. "Daftar hitam tidak perlu, tapi hambatan investasi harus diakhiri," katanya.

Berbeda dengan tender dan lelang yang mekanismenya transparan, Agung menilai permainan di balik perizinan sulit dikontrol karena tertutup. Ia mengakui praktik semacam ini di daerah sudah menjadi rahasia umum karena kedua belah pihak saling mendapat keuntungan. "Kewenangan di tangan daerah, Pemprov harus lebih mendorong perizinan berbiaya murah," katanya.

Agung memprediksi, kedepan akan ada keterbukaan dan kehatihatian para kepala daerah dalam menelurkan perizinan di Jabar. Hal ini, belajar dari kasus dua daerah tersebut. Kepala daerah, harus mem beri keleluasaan pada peng usaha yang hendak menanam modal. "Kepala daerah harus lebih support dunia usaha, jangan di hambat dengan perilaku yang ku rang elok," katanya. rep:arie lukihardianti  ed: rachmat santosa

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement