JAKARTA -- Kadiv Humas Polri, Irjen Ronny Sompie, menilai regulasi yang berlaku di Indonesia belum optimal untuk memberantas dan mencegah merebaknya urbanisasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Menurutnya, undang-undang yang lebih tegas dibutuhkan Polri dalam bertindak untuk memberantas dan mencegah ISIS.
''Seperti simpatisan atau orang yang punya barang-barang (atribut ISIS) itu kan tak bisa diproses karena tidak ada dasarnya,'' ujar Ronny, Senin (25/8). Ronny menegaskan, berkaitan dengan atribut ISIS, belum ada undang-undang yang melarang.
Ia mengingatkan, pemerintah sudah menyatakan penolakan secara resmi terhadap ISIS. Kendati demikian, penolakan itu tak disertai regulasi yang mengizinkan kepolisian menyetop peredaran atribut ISIS. ''Penegakan hukum terhadap penjualan benda ISIS yang bisa menjadikan rujukan tidak ada, belum ada pasal yang dijadikan rujukan,'' kata dia.
Menurut Ronny, yang bisa dilakukan kepolisian sejauh ini hanya membantu pemerintah untuk memberi wawasan kepada masyarakat bahwa gerakan ISIS dilarang sebagai langkah pencegahan. Ronny membuat contoh, jika ada kegiatan berkumpul, petugas Polri patut memberhentikan jika berkaitan dengan ISIS.
Polri juga akan melakukan langkah pendataan terhadap orang yang sempat diproses terkait dugaan keterlibatan dengan organisasi ISIS. ''Sehingga jika ada suatu saat ada tindakan pidana dan kaitannya ada dengan orang-orang itu, maka kita punya data. Buat dulu pidana, baru kita proses,'' kata dia.
Organisasi ISIS mengemuka di Timur Tengah awal tahun ini. Ia mendeklarasikan pendirian khalifah Islam di mana seluruh negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim harus menaati. Sejumlah warga negara Indonesia sudah terdeteksi bergabung dengan gerakan di Irak dan Suriah tersebut. Belakangan, Densus 88 juga melakukan penangkapan terhadap terduga teroris yang diindikasikan mendukung ISIS.
Salahi wewenang
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menjelaskan, fungsi Polri ialah alat negara. Kepolisian seharusnya berperan sebagai pembuat strategi dalam menjalankan undang-undang negara, bukan sebagai peminta undang-undang. ''Yang berkata itu harusnya Menkopolhukam,'' kata dia, kemarin.
Bambang menyatakan, domain menyatakan perlu tidaknya UU tertentu merupakan wewenang pemerintah dan termasuk urusan politik. Ada langkah yang harus ditempuh dalam menentukan UU. Di antaranya, pemerintah menyatakan adanya tindakan yang membahayakan negara.
Selanjutnya, proses politik yang nantinya mengatur adanya UU tersebut. ''Nah, polisi itu bukan di ranah politik, tapi pidana saja. Intinya, seharusnya alasan dasar perlunya UU itu ada kaitan dengan fungsi kepolisian, khususnya pidana,'' ujar Bambang. Sementara, dalam ranah UU, negara sudah memiliki UU tentang terorisme atau KUHP tentang makar.
''Saya tidak tahu apa dasar polisi memerlukan UU untuk memproses orang-orang beratribut ISIS,'' kata Bambang. Bahkan, dalam penindakan pun polisi harus bisa membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang ditindak tersebut. Polisi tidak boleh asal tangkap tanpa adanya bukti yang kuat.
Bambang mengatakan, mereka yang hanya bersimpati dan menyimpan atribut tidak bisa dijadikan ukuran untuk melakukan tindak pidana. Kecuali jika mereka memiliki rencana untuk menggulingkan pemerintahan.
''Apa atribut itu? Dalam dasar apa? Yang boleh ialah ketika ada keinginan yang bertentangan dengan paham negara (Pancasila) dan merencanakan makar. Tidak bolehlah menduga-duga, kecuali memang benar mau menggeser ideologi negara,'' kata Bambang. n rep:wahyu syahputra ed: fitriyan zamzami
***
PENANGKAPAN ISIS
2 Agustus 2014:
Polri menangkap dua terduga anggota jaringan terorisme yang disebut sebagai pendukung ISIS di Ngawi.
10 Agustus 2014:
Kodim 1504/Ambon menangkap dua pelajar SMA yang diduga menyebarkan paham ISIS di Ambon.
11 Agustus 2014:
Densus 88 menangkap satu terduga teroris yang dikaitkan dengan penyebaran ISIS di Bekasi.
13 Agustus 2014:
Polisi menangkap tujuh warga terkait kepemilikan kaus ISIS di Cilacap.
14 Agustus 2014:
Densus 88 menagkap pria berisial AF (58 tahun) di Surabaya. AF disebut terlibat jaringan teroris dan berencana mendeklarasikan ISIS.
22 Agustus 2014:
Kepolisian menahan dua warga yang memasang bendera ISIS dan memiliki atribut organisasi itu di Depok.
23 Agustus 2014:
Petugas Polres menahan sepasang suami istri di Lampung Tengah karena menyimpan atribut ISIS.
Sumber: Pusat Data Republika