Berbicara keberhasilan pembangunan sebagian kalangan pemangku kepentingan dan masyarakat, selalu mengaitkan dengan keberhasilan pertumbuhan ekonominya, bukan lagi keberhasilan dari sumber daya manusianya, sebagai pelaku dan pendorong keberhasilan tersebut. Pertumbuhan ekonomi tidak selalu bersinggungan dengan pembangunan manusia. Pembangunan manusia secara umum juga tidak selalu bisa menjamin adanya keadilan bagi setiap kelompok penduduk, termasuk dalam hal ini perempuan dan laki-laki termasuk anak. Pembangunan yang begitu kompleks dan multi dimensi, seringkali tidak dapat menghasilkan kemajuan yang komprehensif dan setara bagi setiap penduduk. Hal ini kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat kebijakan, untuk mengevaluasi lagi sejauh mana prinsip kesetaraan gender telah terakomodasi dalam proses pembangunan.
Menteri PP & PA Linda Gumelar.
Adapun Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya terus menerus yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan masyarakatnya menjadi lebih baik. Upaya pembangunan ini tentunya ditujukan untuk perbaikan kualitas dan kesejahteraan masyarakat, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelompok masyarakat tertentu. Ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan "pelik" dan "mendasar" di masyarakat, yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan (dan anak) adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan. Kondisi sosial budaya dan tatanan sosial lainnya yang telah melekat dalam cara pandang dan pola pikir masyarakat, telah diidentifikasi menjadi salah satu faktor penghambat, berbagai upaya yang akan dilakukan dalam rangka pemenuhan hak dan peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak.
Maka dari itu, sangat disadari, keber hasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat sangat bergantung dari peranserta seluruh penduduk baik laki-laki maupun perempuan sebagai pelaku dan sekaligus pemanfaat hasil pembangunan. Tuntutan akan kualitas sumber daya manusia (SDM) perempuan paling tidak memiliki dampak pada 2 (dua) hal.
Pertama, dengan kualitas yang dimilikinya, perempuan akan menjadi mitra atau partner aktif bagi laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik serta isu-isu aktual lainnya, yang diarahkan pada upaya pemerataan pembangunan, Kedua, perempuan yang berkualitas akan turut mempengaruhi kualitas generasi penerus, mengingat fungsi reproduksi yang dimilikinya sehingga berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia di masa yang akan datang.
Sementara itu perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulai dan sejahtera. Hasil proyeksi sensus penduduk tahun 2010, disebutkan bahwa pada tahun 2012 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 245,4 juta jiwa dan sekitar 33,4 diantaranya adalah anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi untuk anak adalah berinvestasi sepertiga penduduk Indonesia.
Gambaran kondisi tentang anak saat ini, menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Anak-anak merupakan kelompok penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Anak merupakan salah satu kelompok penduduk yang perlu menjadi perhatian sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan juga orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap perlindungan anak. Hal ini mengingat bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita bangsa, yang akan menentukan kelangsungan dan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya, sehingga mereka bebas berinteraksi dalam kehidupannya.
Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak
Isu gender dan anak merupakan masalah utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Data menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam hal akses, partisipasi, manfaat serta penguasaan terhadap sumber daya di bidang-bidang strategis seperti : pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik. Demikian juga perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap berbagai tindakan eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan juga masih sangat terbatas, sehingga pelayanan dan penanganan kepada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dan "korban terbesar" akibat kekerasan juga masih relatif rendah.
Dampak dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mempertimbangkan kesetaraan, tentunya adalah ketika masyarakat tidak akan pernah merasakan manfaat pem bangunan itu sendiri. Di berbagai strategis seperti: pendidikan, kesehatan serta ekonomi kondisi perempuan masih jauh tertinggal di banding laki-laki, padahal ke-3 bidang ini menjadi indikator dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu negara. Saat ini IPM kita berada di peringkat 108 dari 184 negara di dunia, peringkat yang sesungguhnya jauh dari yang kita harapkan.
Peningkatan kesetaraan gender, pem ber dayaan perempuan dan perlindungan anak, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan dan anak lakil-laki. Secara khusus dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 telah merumuskan strategi kebijakan pemberdayaan perempuan ser ta menetapkan konsep gender sebagai salah satu prinsip utama yang harus "diarusutamakan" di seluruh program/ kegiatan pembangunan. Sasaran-sa saran kebijakan tersebut, kemudian dija bar kan lebih lanjut dalam Perpres Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010- 2014, yang menekankan pentingnya Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) sebagai salah satu strategi pembangunan, di sam ping Strategi Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) dan Strategi Pembangunan Yang Berkelanjutan (Suis tainable Development). Strategi PUG ini digunakan untuk mengurangi kesen jangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, memiliki kontrol terhadap sumber daya dan berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Di lain sisi kebijakan perlindungan anak selain sebagai bagian dari Kebijakan Pembangunan Sosial Budaya dan Kehi dupan Beragama juga merupakan salah satu Kebijakan Lintas Bidang. Sebagai kebijakan lintas bidang, perlindungan anak diarahkan pada peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak serta perlindungan anak dari se gala bentuk kekerasan dan diskriminasi, sedangkan kebijakan perlindungan anak dalam pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama diarahkan kepada peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak.
Sudah banyak berbagai kemajuan dan keberhasilan yang dicapai dalam mewujudkan pembangunan yang berke setaraan dan melindungi anak dalam dekade 10 (sepuluh) tahun terakhir Kema juan tersebut misalnya: pada bidang pendidikan terjadinya peningkatan rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan di semua jenjang pendidikan, di bidang kesehatan : disusunnya berbagai kebijakan dan program dalam rangka penurunan AKI/ AKB, revitalisasi program terkait kesehatan seperti : Gerakan Sayang Ibu (GSI), kemu dahan akses bagi perempuan dan anak terhadap layanan kesehatan, di bidang ekonomi : meningkatnya TPAK perempuan serta lahirnya berbagai kebijakan dalam rangka pemberdayaan ekonomi rumah tangga serta peningkatan produktivitas ekonomi perempuan, di bidang politik dan pengambilan keputusan ditandai dengan peningkatan proporsi jabatan strategis perempuan di legislatif, yudikatif maupun eksekutif dan lain sebagainya. Sedangkan kemajuan dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak anak ditandai dengan lahirnya berbagai regulasi seperti: UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), peningkatan aspek kualitas tumbuh kembang dan perlindungan anak dari berbagai tindakan kekerasan, eksploitasi, penelataran, dan perlakuan salah lainnya, kemudahan akses anak terhadap layanan kesehatan seperti ASI Eksklusif, Imunisasi dan lain sebagainya. Namun demikian ke depan, masih banyak juga tantangan yang dihadapi dan harus diselesaikan sebagai salah satu prioritas pembangunan 5 tahun ke depan.
Salah satunya adalah upaya bagaimana meningkatkan koordinasi pelaksanaan, penegakan hukum, harmonisasi re gu lasi yang telah ada, peningkatan kua li tas pendataan dan lain-lain, terkait per lindungan kepada perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi.
Untuk itu peran kebijakan dalam mencapai kesetaraan gender menjadi bagian yang penting sebagai alat koreksi yang dapat digunakan oleh Negara untuk menguarangi kesenjangan gender di berbagai aspek pembangunan.
Luasnya jangkauan pembangunan pem berdayaan dan perlindungan anak, isu yang bersifat croos cutting issue, kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta banyaknya komitmen internasional yang harus dilakukan In donesia, menjadi pertimbangan bagi para penentu kebijakan bahwa diper lukan suatu komitmen nasional yang mampu mendorong perumusan berbagai kebijakan strategis, yang terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.