Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

MUI Dukung Inpres Antipelecehan Anak

Red:

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudoyhono (SBY), Rabu (11/6).

Prof Hj Tutty Alawiyah, ketua MUI Bidang Perempuan, Keluarga, dan Anak menegaskan, MUI mendukung 100 persen Inpres tersebut. Ia juga menilai, Inpres tersebut merupakan bukti perhatian pemerintah terhadap permasalahan yang berpotensi merusakan generasi bangsa.

"Saya sangat mendukung Inpres tersebut karena hal itu telah ditunggu-tunggu masyarakat dalam menyikapi masalah kekerasan seksual terhadap anak yang sedang marak di Indonesia, " ujar Tutty kepada Republika, Ahad (15/6).

Menurutnya, ancaman hukuman berat terhadap para pelaku pedofil yang tertuang dalam Inpres itu akan sangat mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan tindak kejahatan seksual terhadap anak. Ia juga menilai, isi dari Inpres yang mulai berlaku pada 11 Juni 2014 tersebut sejalan dengan program besar MUI, yakni Gerakan Nasional Penyelamatan Akhlak Bangsa.

Dalam Inpres GN-AKSA, Presiden SBY menginstruksikan kepada menteri, jaksa agung, Kapolri, para kepala lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, dan bupati/wali kota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing guna mencegah dan memberantas kejahatan seksual terhadap anak melalui GN-AKSA. Mereka juga diminta untuk melibatkan seluruh unsur masyarakat dan dunia usaha.

Melalui Inpres ini, Presiden SBY menginstruksikan jaksa agung mempercepat proses penanganan dan penyelesaian perkara yang berhubungan dengan kejahatan seksual terhadap anak; melakukan tuntutan pidana seberat mungkin terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak; dan melakukan pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat, pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak.

Sementara, kepada Kapolri, Presiden SBY menginstruksikan untuk mempercepat penanganan dan penyelesaian proses penyidikan dan berkas perkara hukum bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak; melakukan penegakan hukum yang optimal kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di tingkat penyidikan; dan meningkatkan kegiatan kepolisian yang bersifat preemptive (bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat), khususnya di satuan pendidikan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak, bekerja sama dengan instansi terkait.

Tutty menilai, secara garis besar, isi Inpres tersebut sudah sangat sesuai dan mengena ke seluruh kalangan, tak terkecuali instansi pendidikan dan pengajar atau pendidik. "Saya berharap, Inpres ini segera didukung dengan Undang-Undang yang lebih pasti dan jelas. Bahkan, sangat diperlukan hukuman terberat karena pada UU sekarang ini hukuman yang diterima para pelaku pedofil belum sesuai. Seharusnya, dihukum penjara minimal 25 tahun," katanya.

Karena itu, Tutty berpendapat, perlu upaya untuk merevisi UU yang berlaku saat ini karena kurang memberikan efek jera kepada pelaku pedofil. ''Jadi, Inpres ini harus diperkuat dengan hukum yang kuat pula dan dipahami seluruh masyarakat agar peristiwa yang mengkhawatirkan bangsa ini tidak terulang kembali."

Dukungan terhadap Inpres GN-AKSA disampaikan pula Ketua Komisi Fatwa MUI Hassanuddin. Menurutnya, Inpres tersebut sejalan dengan rancangan fatwa hukuman pedofil yang sedang dibahas Komisi Fatwa MUI.

"Saat ini, pembahan fatwa hukuman pedofil telah sampai pada penyusunan konsep draf, kemudian apabila sudah jadi akan segera direkomendasikan kepada para pimpinan MUI dan akan dibahas dalam rapat pleno, setelah itu baru disahkan.''

rep:c64 ed: wachidah handasah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement