Jumat 03 Jul 2015 16:00 WIB

Fahmi Hamid Zarkasyi, Bulan Penghapus Dosa

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fahmi Hamid Zarkasyi menganggap bulan suci Ramadhan sebagai bulan untuk menghapuskan dosa bagi setiap umat Islam yang menjalaninya. Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini meyakini betul makna Ramadhan sebagai penghapus dosa lantaran ia sangat berpegang teguh kepada hadis Nabi Muhammad SAW yang juga memaknai Ramadhan sebagai penghapus dosa-dosa kecil.

Dosa-dosa kecil yang dimaksud hadis tersebut adalah dosa yang mungkin tanpa sadar telah dilakukan selama setahun belakangan, di antaranya, ketakkhusyukan seseorang dalam menjalankan ibadah shalat dan ibadah lain. "Umat Islam yang memang menjalankan ibadah puasa, sekaligus dapat membersihkan dirinya dari dosa-dosa, tentu akan meraih kemenangan saat Ramadhan berakhir atau Idul Fitri nanti," tuturnya kepada Republika, Rabu (1/7).

Pria kelahiran Gontor, Ponorogo, 13 September 1958, itu juga menilai, puasa Ramadhan akan menjadi pembersih diri dan bekal untuk setiap Muslim dalam menjalani kehidupan yang akan datang.  Selain itu, ia mengingatkan kalau Allah SWT akan mengabulkan setiap doa yang terlantun dari mulut seorang manusia yang tidak memiliki dosa.

Maka itu, kata Fahmi, meski ibadah puasa diperuntukan bagi Allat SWT, tapi manfaat yang diterima manusia tetap berlimpah. "Ramadhan adalah bulan untuk menghapus dosa dan Allah SWT akan mengijabah doa dari orang yang tidak punya dosa," katanya menegaskan.

Pria yang menyelesaikan pendidikan S-2 dalam bidang pendidikan di The University of Punjab, Pakistan, serta S-2 dalam studi Islam di University of Birmingham, Inggris, tersebut juga menganggap kalau puasa adalah model penyucian jiwa atau penghapusan dosa yang paling rasional dbandingkan dengan agama lain. Hal tersebut dikarenakan dalam ajaran di beberapa agama lain, penghapusan dosa atau penyucian jiwa dilakukan dengan menyiksa diri.

Putra dari salah satu pendiri Pesantren Modern Darussalam Gontor KH Imam Zarkasyi ini juga mengenang masa-masa kecil kala duduk di bangku sekolah dasar saat ia diajarkan dan mulai dibiasakan untuk menjalani ibadah puasa Ramadhan. Bahkan, ia mengaku, sempat jatuh pingsan kala itu, lantaran berusaha menguatkan diri agar tidak membatalkan puasa, dan untuk menyelesaikan ibadah puasanya hingga kumandang azan Maghrib.

Jika dibandingkan dengan menjalani ibadah puasa Ramadhan di Indonesia, Fahmi lebih memiliki kesan mendalam saat menjalani ibadah puasa di tanah suci Makkah. Perasaan dekat dengan Sang Pencipta di Tanah Suci serta kondisi tubuh dan pikiran yang benar-benar terfokus, hanya untuk melakukan ibadah, benar-benar meninggalkan kesan indah yang membuatnya selalu berkeinginan untuk kembali ke sana.

Selain itu, Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (Insists) tersebut juga merasa mendapatkan kesempatan berlipat ganda dalam meminta ampunan kepada Allah SWT atas dosa-dosa yang ia perbuat. Hal tersebut, diakuinya, lantaran Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ampunan, sedangkan umrah juga merupakan ibadah yang bertujuan untuk menghapuskan dosa. "Saya merasa, mendapatkan anugerah ketika bisa menjalani umrah saat Ramadhan," ujarnya.

Selama Ramadhan, menurut Fahmi, ia memiliki jadwal yang lebih padat dari bulan-bulan biasanya. "Dalam satu pekan ini saja, saya sudah bepergian ke berbagai kota besar yang ada di Pulau Jawa untuk menyampaikan dakwah, seperti Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta," ungkapnya.

Jadwal yang sibuk saat Ramadhan tersebut justru sangat ia syukuri lantaran ia merasa diberikan kesempatan untuk terus berdakwah tanpa ada kesempatan untuk berbuat dosa atau maksiat. Makanya, ia merasa kalau hidupnya sangat bermakna karena bisa terus berjuang untuk menjalankan syariah Islam.

Selain itu, ia juga memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar dan mengadakan Kampung Ramadhan di Gontor kepada mahasiswa luar selama 10 hari. Penyuka hidangan manis saat berbuka puasa ini juga berharap, pada Ramadhan tahun ini Allah SWT bisa memberikan puncak dari Ramadhan pada 10 malam terakhir, yaitu malam Lailatul Qadar.

Aktivitasnya yang padat, diakui Fahmi, membuat waktunya berkumpul bersama keluarga selama Ramadhan hampir sedikit sekali. Sebagai gantinya, ia akan berkumpul bersama seluruh anggota keluarga pada saat Hari Raya Idul Fitri. Tak sekadar berkumpul, momen hari kemenangan tersebut digunakan oleh keluarga besarnya untuk saling bermaaf-maafan. "Biasanya, diwarnai dengan isak tangis dari seluruh anggota keluarga," ujarnya.

Pria yang meraih gelar doktor dalam bidang pemikiran Islam dari International Institute of Islamic Thought and Civilization IIUM Malaysia tersebut sangat berharap agar masyarakat Indonesia bisa menjalani ibadah puasa Ramadhan yang mupakan rukun Islam, dengan penuh keimanan. Menurutnya, tidak akan ada artinya jika seorang Muslim menjalani salah satu rukun, khususnya ibadah puasa di bulan Ramadhan, tidak dengan penuh keimanan.

"Kita ini sedang menjalankan rukun Islam, sebaiknya dijalankan dengan penuh keimanan, rukun yang tidak dijalankan dengan iman tidak ada artinya," kata Fahmi.  c25 ed: Nidia Zuraya

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement