Senin 06 Jul 2015 17:00 WIB

Prof Dadang Kahmad, Meraih Spirit Pencerahan

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ramadhan sungguh bulan yang istimewa. Bagi Prof Dadang Kahmad, seluruh rangkaian ibadah Ramadhan yang dilaksanakan satu bulan penuh mengandung spirit pencerahan, baik secara  individual maupun kolektif.

Sayangnya, menurut ketua PP Muhammadiyah ini, arus nilai konsumeristik lebih mendominasi dibandingkan semangat pencerahan. Acara televisi dan paket-paket Ramadhan di berbagai tempat  perbelanjaan telah menyilaukan mata manusia untuk berfokus pada pemenuhan hasrat jasmani semata dibanding kebutuhan ruhani.

"Meski demikian, itu semua harus dipahami sebagai ujian dan semoga kita semua dapat melewati ujian tersebut, tak terlena oleh godaan kenikmatan duniawi," ujar Dadang Kahmad kepada Republika.

Akibatnya formalisme kehidupan beragama lebih dominan dibandingkan esensinya. Padahal, menurut direktur program pascasarjana Universitas Islan Negeri (UIN) Bandung ini, esensi dari  praktik beragama yang salah satunya menjalankan ibadah shaum adalah mencerahkan manusia.

Bagi Dadang, spirit pencerahan itu akan mendorong semangat menjalankan Islam yang berkemajuan, menjadi rahmat bagi kehidupan. "Pencerahan itu mengandung makna membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan umat manusia," ucapnya.

Saat menjalankan ibadah shaum, kata dia, dari mulai sahur hingga kembali tidur tak ada sedetik pun waktu tanpa makna, semuanya penuh nilai pendidikan dan pencerahan. Sahur mengandung  makna memelihara jasmani agar sanggup menjalankan aktivitas normal seperti biasa. Menurut Dadang, ritme dan metabolisme tubuh dalam menerima asupan makanan itu harus disesuaikan,  jangan berlebihan menerimanya ataupun sebaliknya, merasa kuat tidak mau sahur.

"Pada titik itu kita harus sadar betapa Allah SWT telah mengaruniakan rezeki yang banyak dalam kehidupan. Sementara, masih ada saudara kita yang sahur ala kadarnya. Bahkan, karena sakit dan mungkin juga karena tidak ada makanan sama sekali, mereka hanya sahur dengan seteguk air minum. Rasa syukur dan kepedulian akan tumbuh dalam prosesnya," ungkap ketua PP Muhammadiyah periode 2010-2015 tersebut.

Menurutnya, shaum bukan halangan untuk beraktivitas. Umat Islam, kata dia, harus memulai pagi dengan penuh gairah dan optimisme. Semangat untuk beribadah dan bekerja seproduktif  mungkin. Tentu saja, sebelas bulan kemudian harus tetap dipelihara semangat itu. "Kita isi semua rangkaian kegiatan bekerja sebagai ibadah. Suami yang bekerja mencarikan nafkah adalah  ibadah, mereka yang sedang mencari ilmu adalah ibadah, dan seluruh kebaikan yang mengandung manfaat lainnya," ujar guru besar sosiologi agama itu.

Bila kita telah mengisi waktu dengan padat untuk ibadah, kata Dadang, pada titik itu akan terbebas dari kungkungan nafsu duniawi. Pada level aksi sosial, akan mendorong kepedulian dan  terjadinya pembebasan akan kemiskinan, penindasan, dan ketidakadilan. "Lahirlah individu yang saleh secara individual-vertikal dan sosial. Mukmin yang lidah dan hatinya tak lalai dari zikir  kepada Allah SWT dan hidupnya secara sosial memberikan manfaat luas bagi masyarakat, penolong, tidak menyakiti hati saudara, tetangga, dan teman kerjanya." 

Tentu saja, papar Dadang, tidak cukup dengan membebaskan secara individu, harus dilanjutkan dengan aksi memberdayakan. Setelah dibebaskan dari kemiskinan, kata dia, jangan kembali  miskin. Untuk itu, mereka harus diberdayakan agar mampu hidup mandiri. Begitulah Islam mengajarkan dan saat ibadah shaum ini, zakat ditunaikan. "Bulan ini banyak sekali yang memberikan infak dan  sedekah. Mereka yang tak sanggup berpuasa karena sakit yang bertahun-tahun atau telah tua renta diharuskan memberikan makan kepada orang miskin (fidyah)," kata Dadang.

Kemanusiaan, Ilmu, dan Spiritualitas

Selain membebaskan dan memberdayakan, lanjut dia, Ramadhan adalah bulan yang mendorong kemajuan. Menurut Dadang, kemajuan hanya mungkin tercipta bila seluruh tindakan manusia  berbasiskan pada kemanusiaan, keilmuan, dan spiritualitas. Shaum, papar Dadang, mendorong kesadaran untuk mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya  yang dimuliakan oleh Tuhan.

"Dari sini berkembang konsep tentang persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi manusia. Tanpa membeda-bedakan berdasarkan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis  kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya," katanya menegaskan.

Selain spirit kemanusiaan, kata Dadang, abasis kemajuan dalam peradaban Islam adalah ilmu. Alquran misalnya menjelaskan bahwa "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang  beriman dan berilmu." (QS al-Muzadilah [28]: 11).

Bahkan, sambung dia, wahyu pertama itu sendiri adalah perintah iqra (membaca, menelaah, mendalami, meneliti, dan menggali ilmu pengetahuan). Sementara dalam sejumlah riwayat  dijelaskan tentang kedudukan ilmu, proses mencari ilmu, dan ilmuwan dalam posisi yang sangat agung.

Dadang menekankan, kemajuan juga harus berbasiskan spiritualitas. Kecintaan kepada Allah SWT membuat setiap Muslim rela untuk haus dan lapar. Menurut dia, shaum adalah ibadah yang  penuh dengan latihan spiritual. Tak ada yang tahu apakah kita menjalankan ibadah shaum atau tidak selain kita dan Allah SWT. Begitulah kesadaran spiritual terbangun. Ia pun mengaku  menyaksikan semangat yang luar biasa dalam menjalankan ibadah shaum di berbagai negara.

"Saya pernah menjalankan ibadah shaum di Australia. Saat itu diundang menyampaikan ceramah. Sungguh sangat terharu melihat kaum Muslimin begitu memanfaatkan Ramadhan untuk beribadah kepada Allah SWT," ujarnya.

Masjid Hijrah di Australia, kata dia, saat itu penuh oleh jamaah yang melaksanakan shalat Tarawih. Bahkan, umat Islam di Negeri Kanguru itu mendatangkan qari dan ulama dari Indonesia untuk menjadi imam shalat dan menyampaikan tausiyahnya.

Pada 10 hari terakhir Ramadhan, kata dia, banyak Muslim di Australia yang iktikaf, sengaja mengambil cuti dari tempat kerja agar bisa iktikaf penuh 10 hari. "Setiap malam, terutama  Jumat malam berdiskusi soal agama, bahkan sampai sahur tiba. Sebuah pembinaan spiritual yang luar biasa," kata Dadang.

Menurut Dadang, Ramadhan harus menjadi momentum bagi kebangkitan umat yang berbasiskan pada kemanusiaan, pengembangan keilmuan, dan meningkatnya nilai spiritualitas seluruh umat  Islam.  rep: Heri Ruslan ed: Nidia Zuraya

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement