Jumat 10 Jun 2016 15:00 WIB

Menjaga Kerukunan

Red:

 

Edwin/Republika                  

 

 

 

 

 

 

 

 

Toleransi antarumat beragama terasa setiap Ramadhan tiba. Pemeluk agama lain menghormati ibadah puasa yang sedang dijalankan oleh umat Islam. Begitu pun, umat Islam yang tak jarang mau berbagi menu berbuka kepada umat agama yang berbeda. Rukun antarumat beragama juga disukai Allah SWT.

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS al-Mumtahah: 8).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerukunan Umat Beragama Yusnar Yusuf mengatakan, sikap toleransi antarumat beragama sudah ditonjolkan sejak dulu saat Ramadhan. "Di daerah mayoritas non-Muslim, seperti Sumatra Utara, mereka bergotong royong untuk membantu dalam menyediakan berbuka," jelas dia saat dihubungi Republika, Kamis (9/6).

Yusnar baru saja mengunjungi pengungsi Sinabung di Kabupaten Karo, beberapa hari lalu. Salah satu tempat pengungsian adalah sebuah gereja yang cukup luas. Gereja itu menampung pengungsi Muslim maupun non-Muslim. Umat Muslim tidak perlu khawatir sulit menjalankan ibadah shalat, khususnya Tarawih pada malam hari. Gubernur Sumatra Utara sudah membuatkan mushala sementara di sekitar gereja.

"Di gereja, yang Muslim dan non-Muslim bergabung. Demi menjaga puasa mereka yang Muslim kami menyarankan untuk memisahkan mereka dengan membangun mushala, sehingga mereka tidak perlu melihat orang-orang yang makan di siang hari," jelas dia. Saat berbuka pun, pihak gereja dan warga non-Muslim lainnya saling bantu-membantu untuk menyediakan makanan berbuka.

Dia menjelaskan, Sumatra Utara memang lebih mengedepankan kultur atau budaya dibandingkan membeda-bedakan agama. Sehingga, ikatan mereka memang sejak dulu sudah terlihat sangat harmonis.

Sebelum Ramadhan, Yusnar juga mengunjungi Ambon. Saat bertemu dengan Gubernur Maluku, Yusnar mendapatkan jaminan Ramadhan kali ini keamanan terjamin. Apalagi, Ambon memiliki budaya Pela Gandong yang kini coba digaungkan kembali. Pela Gandong adalah suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara dengan orang lain, meski berbeda keyakinan dan agama.

Di Aceh Singkil, Umat Islam dan Kristiani pun saling menjaga toleransi. Bara konflik bernuansa suku, antargolongan, ras, dan agama (sara) akibat peristiwa pembakaran gereja pada 13 Oktober 2015 lalu sudah kian memudar.

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Marhamah Muhammad Rusdi Manik mengatakan, ada semangat toleransi di tengah suasana puasa di Aceh Singkil, khususnya di Desa Suka Makmur. Warga non-Muslim menjaga suasana puasa dengan tidak makan, minum, dan merokok di luar rumah. Bagi mereka yang memiliki kedai kopi, saat siang hari pun mereka menutupnya untuk menghormati umat Muslim yang sedang berpuasa.

Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Singkil Azmi mengatakan, suasana Ramadhan di Aceh Singkil berbeda menjelang berbuka puasa. Banyak umat Muslim yang keluar rumah untuk membeli jajanan berbuka puasa. "Suasana kondusif dan Ramadhan tahun ini seperti tahun-tahun sebelumnya baik Aceh Singkil keseluruhan maupun di daerah yang pernah mengalami bentrok," jelas dia.

Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia Romo Benny Susetyo mengatakan, toleransi antarumat Katolik dan Islam sudah berlangsung lama. Setiap tahun, Paus Vatikan selalu mengirimkan surat damai kepada umat Muslim di seluruh dunia untuk kebersamaan dan kerja sama di berbagai bidang.

Dia mencontohkan, di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), toleransi terjalin sangat baik. Mereka melakukan kerja sama di bidang pendidikan, seperti di pondok pesantren. Calon pastur biasanya mengajar ilmu-ilmu umum di pondok pesantren. "Ketika Natal atau Paskah biasanya umat Muslim menjaga keamanan dan membersihkan gereja. Ini dilakukan karena mereka merasa bersaudara meski berbeda agama," jelas dia.

Saat Ramadhan, kata Romo, biasanya umat Katolik di berbagai daerah ikut serta dalam sahur keliling dan menyediakan makanan berbuka. Ini telah dilakukan setiap tahun oleh gereja di Semarang, Bandung, dan Surabaya. Paus pun setiap tahun sejak 1960 mengirimkan pesan damai ke seluruh umat Muslim di seluruh dunia. Biasanya, pesan ini mengajak umat beragama untuk tetap bersama dan membangun kerja sama dalam perdamaian dunia.    rep: Ratna Ajeng Tejomukti, ed: A Syalaby Ichsan

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement