Sabtu 02 Jul 2016 19:13 WIB

Zakat Profesi (2)

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Zakat profesi memiliki ketentuan terkait nisab, kadar zakat, dan waktu mengeluarkannya. Beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa nisab dan waktu mengeluarkan zakat profesi diqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu dikeluarkan setiap bulan senilai 653 kg beras sedangkan kadar zakat dianalogikan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5 persen.

Dengan analogi yang unik tersebut, nisab zakat profesi adalah senilai 653 kg beras dan dikeluarkan setiap bulan (saat mendapatkan penghasilan) sebesar 2,5 persen. Pendapat inilah yang menjadi pilihan banyak lembaga zakat di Tanah Air.

Dari aspek nisab, diqiyaskan dengan zakat pertanian karena ada kemiripan (syabah) antara zakat profesi dan zakat pertanian, yaitu baik petani maupun tenaga profesional, mengeluarkan zakatnya setiap kali panen mendapatkan upah.

Sebaliknya, jika dianalogikan dengan emas, kurang berpihak kepada mustahik karena tingginya nisab akan semakin mengurangi jumlah hartawan wajib zakat. Pada saat yang sama, membuka kesempatan kepada hartawan untuk membiasakan diri berzakat, membersihkan harta, dan diri mereka.

Dari aspek kadar zakat, diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5 persen, karena jenis dan sifat yang dizakatkan lebih mirip dengan emas dan perak yang keduanya termasuk harta (karena penghasilan keduanya berupa uang). Dan, jika dianalogikan dengan zakat pertanian, itu akan memberatkan muzaki karena tarifnya adalah lima persen.

Sedangkan, dari aspek waktu mengeluarkan zakat profesi, dikeluarkan setiap mendapatkan peng hasilan karena empat hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ali RA, Ibnu Umar RA, Anas RA, dan Aisyah RA yang menegaskan ke wajiban haul untuk seluruh har ta wajib zakat.

Namun, menurut ulama hadis, keempat hadis tersebut dhaif dan tidak bisa men ja di sandaran hukum. Begitu pula beberapa hadis yang menegaskan kewajiban haul dalam zakat profesi dhaif.

Oleh karena itu, para shahabat, tabi'in, dan ulama Hanafiah, Malikiah, Syafi'iyah, dan Hanabilah berbeda pendapat tentang syarat haul dalam zakat profesi, sebagian mensyaratkan haul dan sebagian yang lain tidak mensyaratkan haul.

Pendapat yang kuat (rajih) adalah zakat profesi wajib ditunaikan setiap kali mendapatkan gaji/upah (tanpa menunggu haul) karena tidak ada nash yang sahih atau hasan dan tidak ada ijma'

ulama yang mewajibkan haul dalam mal mustafad maka kembali kepada nash-nash yang umum. Pendapat yang tidak mewajibkan haul lebih dekat dengan maqashid syariah, yaitu semangat berbagi dan nilai sosial (muwasah) dan lebih bermanfaat bagi fakir miskin dan mudah ditunaikan.

Dan, sebaliknya, mensyaratkan haul akan membiarkan para hartawan tenaga profesional tanpa kewajiban zakat kepada dhuafa.

Oleh DR Oni Sahroni MA

Dewan Pengawas Syariah Laznas IZI dan Anggota DSN – MUI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement