Selasa 08 Jul 2014 12:32 WIB

siesta- Berbisnis Sambil Membantu Sesama

Red:

Sociopreneurship memang berbeda dari wirausaha lainnya. Sociopreneurship merupakan usaha atau bisnis yang tidak hanya untuk mengambil keuntungan semata, tetapi ada unsur sosial di dalamnya. "Wirausaha berbasis sosial ini memang cocok dengan karakteristik bangsa Indonesia," kata pakar wirausaha dari Vanaya Institute, Lyra Puspa.

Masyarakat Indonesia terkenal dengan sifat suka menolong sesama. Nilai spiritual juga lekat dengan kehidupan sehari-hari. Keunggulan tersebut menjadi modal dasar tumbuhnya wirausaha berbasis sosial di Tanah Air.

Mengusung tujuan mulia, sociopreneurship tentunya memerlukan visi dan misi yang jelas. Sejak awal dibangun, niat untuk membantu sesama mesti tertanam. Usaha ini tidak bertujuan memperkaya diri sendiri, tetapi untuk berkontribusi bagi kesejahteraan banyak orang.

Jenis usaha sociopreneur sangat beragam. Setiap orang bisa memulai dari hal yang paling disukainya, mulai dari lingkungan, kesehatan, hingga pendidikan. Selanjutnya, cari jalan agar usaha yang dirintis dampak sosialnya terasa oleh masyarakat.

Sebagai contoh, asuransi sampah yang digawangi dr Gamal Albinsaid di Malang, Jawa Timur. Premi asuransinya bukan berupa uang, melainkan sampah daur ulang. Dengan begitu, ketika berobat, warga yang kurang mampu tak perlu mengeluarkan uang. Mereka cukup membawa sampah daur ulang sebagai biaya berobat. Usaha yang dirintis Gamal tidak hanya menguntungkan dari segi sampah daur ulang. Dampak sosialnya pun sangat besar, mulai dari kesehatan gratis hingga kebersihan lingkungan. "Ini salah satu contoh sociopreneurship," kata Lyra.

Siapa pun dapat menjadi penggerak sociopreneur. Di Indonesia, baik perempuan maupun lelaki banyak yang menerapkannya dalam dunia usaha. Para pemula juga bisa memulai tanpa perlu modal besar. Memanfaatkan sampah atau limbah di sekitar rumah bisa menghidupkan usaha tersebut. "Yang jelas tujuannya sejak awal untuk aksi sosial bukan meraup keuntungan," ujar Lyra.

***

Komunitas Pengusaha

Bertumbuhannya bisnis sosial tak lepas dari peran komunitas pengusaha. Di komunitaslah para pengusaha menjadi melek dengan sociopreneurship dan termotivasi untuk menggulirkannya.  Wirausaha sosial tersebut tumbuh subur di kalangan pengusaha Muslim yang memiliki kewajiban mengeluarkan zakat 2,5 persen dari omzet.

Pengusaha yang menjalankan bisnis dengan misi sosial tak segan mengalokasikan 40 persen dari omzetnya untuk zakat, infak, dan sedekah. Mereka berani begitu karena sudah meraih kemakmuran usaha dan terdorong oleh nilai spiritualitasnya.

Seorang sociopreneur harus mencukupi kebutuhan pribadinya terlebih dahulu. Begitu mendapatkan laba, lunasi pinjaman dari bank dan penuhi kebutuhan pokok keluarga. Bisnis yang baik tidak melupakan unsur keadilan dan kejujuran. "Jangan sampai justru keluarga dan kerabat tidak merasakan kebahagiaan dari bisnis," kata sociopreneur Yogi Tyandaru yang menggawangi suksesnya jaringan swalayan Fajar Toserba. 

Sociopreneur juga harus berusaha mengubah paradigma masyarakat. Usaha berbasis sosial diperuntukkan membantu sesama dan operasionalnya sekaligus menanamkan nilai-nilai edukasi. Misalnya, tanamkan nilai bahwa "tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah". Pengusaha sosial juga dapat menggerakkan masyarakat dari yang tidak peduli lingkungan menjadi cinta dengan kesehatan dan kebersihan. Mereka yang tidak memiliki pekerjaan bisa diberikan modal untuk memulai usaha. "Keberadaannya di masyarakat mesti bisa mengubah keadaan, baik untuk pribadi sendiri maupun orang lain," ujar Yogi yang menerapkan konsep bisnis warisan ayah mertuanya, yakni pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, dakwah dan ibadah, serta profit dalam berbisnis.

Tertarik menekuni sociopreneurship, namun belum memiliki pengetahuan yang cukup? Bergabung dengan Indonesian Young Sociopreneur Club (IYS Club) dapat menjadi salah satu solusinya. "Bersama komunitas sociopreneur ini, saya dan rekan-rekan memberikan pelatihan kepada masyarakat yang belum memiliki penghasilan," kata pendiri IYS Club Dika Restiani. 

Di IYS Club, Dika dan anggota lainnya mendapat banyak keuntungan dengan berhimpun. Mereka belajar mengenai bisnis berbasis syariah, membangun koneksi, menambah teman, saling bertukar informasi mengenai bisnis, serta bersinergi. "Dengan mengikuti komunitas yang positif seperti ini, kita juga bisa mulai strategi bisnis dengan cara word of mouth yang dapat membuat bisnis kita semakin berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas," ujar pemilik label Khaddijah yang berbisnis fashion,health, dan beauty sejak tahun 2012.

Dika berpendapat, siapa saja bisa menjadi sociopreneur. Pembedanya dengan pengusaha lain hanyalah niat dan kepedulian terhadap masalah sosial. Seorang sociopreneur tentunya mesti memiliki kepribadian yang pantang menyerah, gigih, mandiri, inovatif, peka sosial, peduli, dan memiliki empati yang tinggi terhadap masyarakat. "Seorang sociopreneur tidak hanya memikirkan aspek bisnis atau keuntungan semata, tapi juga cara agar bisnisnya dapat membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya," katanya.

Untuk pengusaha baru, Dika menyarankan agar membangun sistem bisnis yang baik. Sumber daya manusia dan kepemimpinan menjadi kunci utama kesuksesan. Seorang pebisnis yang baik biasanya memiliki karakter sebagai pemimpin yang baik pula. Pemimpin yang baik mendelegasikan tugas dengan cara mencontohkan, bukan hanya memerintah. "Sebaiknya, kita memahami seluk-beluk bisnis yang dijalankan sampai ke akar-akarnya sehingga jika ada sedikit saja sistem yang salah dalam bisnis kita atau terjadi kecurangan, kita bisa segera menyadarinya dan memperbaiki masalah tersebut," ujar Dika memaparkan.

Pengetahuan merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pebisnis. Dengan pengetahuan yang luas, seorang pebisnis dapat menjadi konseptor yang hebat, tentunya tidak hanya dalam perencanaan, tapi juga dalam eksekusinya.

Agar tidak mudah kolaps, usaha atau bisnis perlu dipelihara dengan baik dan fokus. Fokus bukan berarti tidak boleh mempunyai lebih dari satu jenis usaha, namun konsentrasilah saat membangun sistem bisnis, Dalam membangun sistem, rekrut orang-orang yang memang mempunyai passion di bisnis tersebut dan dapat dipercaya. "Dengan begitu kita dapat mendelegasikan tugas dan amanah kepada karyawan dengan baik," kata Dika.

Bisnis Dika berkembang pesat sejak 2012. Dengan keterampilan pemasaran dan luas jejaringnya, ia menggandeng banyak produsen dan membantu memasarkannya dengan label Khaddijah. Dika juga memanfaatkan waktu saat menempuh pendidikan S-2 di Jurusan International Political Economy, Nanyang Technological University. Di sana, ia berjualan dari bazar ke bazar. "Alhamdulillah, omzet kami pernah mencapai Rp 16 juta hanya dengan mengikuti sekali bazar saja," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 18 Januari 1988, itu.

Dika tak malu menggotong sendiri koper-koper berisi pakaian label Khaddijah dari lapak ke lapak. Ia yakin sukses hanya dapat dicapai dengan kerja keras dan cerdas, tanpa rasa gengsi. "Allah SWT telah banyak memberi kemudahan dan rezeki dan karenanya saya merasa dalam rezeki tersebut ada hak kaum dhuafa, fakir miskin, dan anak yatim," katanya.

***

Langkah Pertama

Sebelum menggulirkan wirausaha sosial (sociopreneurship), timbang kemampuan menjalaninya. Pastikan empat hal yang Lyra Puspa jabarkan berikut ini telah mantap Anda miliki. Selamat mengatur langkah!

1. Niat ikhlas dan tulus

Untuk memulai sociopreneurship, seorang wiraswasta harus memiliki niat yang ikhlas dan tulus. Bisnis harus ditujukan demi kesejahteraan banyak orang, bukan isi kantong pribadi semata. Usahakan agar tetap ikhlas ketika jatuh bangun dan diterpa banyak cobaan. Tuluslah membantu sesama, tak perlu mengharapkan imbalan apa pun.

2. Misi yang kuat

Membangun sociopreneurship tidak cukup hanya dengan visi. Fungsi misi justru harus lebih kuat. Kenali dulu jati diri Anda dan tujuan mendirikan usaha. Susun tujuan sosial yang jelas dan jadikan itu sebagai amunisi untuk menjalankan misi dengan tangguh.

3. Mental bertahan

Perlu disadari, bisnis berbasis aksi sosial tidak mudah. Untuk berhasil seorang pengusaha, harus melewati banyak godaan, terutama materi. Jangan sampai tergoda uang sehingga melupakan misi sosial saat berbisnis.

4. Cukup untuk sendiri

Ketika menolong orang lain, pastikan kebutuhan mendasar Anda juga tercukupi. Tak bijak jika Anda membantu orang namun tak sanggup memenuhi keperluan pribadi. Keduanya harus terpenuhi dengan seimbang. rep:nora azizah/desy susilawati ed: reiny dwinanda

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement