Semakin maraknya kasus pelecehan seksual pada anak membuat saya khawatir dan waspada. Saya tak ingin kedua anak saya, Fathiin dan Azzam, menjadi korban. Saya pun mulai membekali mereka pendidikan seks sedini mungkin. Pendidikan seks saya sampaikan secara bertahap sesuai dengan fase pertumbuhan keduanya.
Saya ajarkan pada Fathiin dan Azzam tentang keistimewaan aurat. Innaa nuhiinaa antura 'auraa tanaa. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini artinya, "Sesungguhnya kita dilarang menampakkan aurat". Kedua buah hati saya sudah hafal hadis pendek ini sejak masih TK. Saya sering mengulang-ulangnya untuk mengingatkan agar mereka paham pentingnya menutup aurat.
Saya juga menerangkan bagian tubuh mana saja yang tidak boleh terbuka di depan siapa pun dengan bahasa yang mudah dipahami. Kewajiban menutup aurat ini terkadang saya sisipkan dalam cerita pengantar tidur mereka. Saya pernah bercerita tentang Imam Syafi'i yang kehilangan setengah hafalan Alqurannya karena tak sengaja melihat betis seorang perempuan yang bajunya tersingkap angin. Setelah mendengar cerita tersebut, Fathiin si sulung selalu memalingkan wajahnya saat melihat perempuan yang terlihat mengenakan pakaian terbuka karena takut hafalan suratnya hilang.
Dengan mengenalkan batasan aurat pada keduanya, saya berharap sifat malu dan menjaga diri akan tumbuh dalam diri keduanya. Alhamdulillah, anak-anak mulai paham dan saling mengingatkan saling mengingatkan ketika auratnya tak tertutup dengan sempurna. "Adek/ Azzam, innaa nuhiinaa!" ujar Fathiin suatu ketika saat melihat sang adik keluar dari kamar mandi sehabis mandi tanpa mengenakan pakaian ataupun handuk.
Saya juga membiasakan kedua anak saya mengenakan celana panjang setiap keluar rumah. Celana pendek hanya boleh digunakan saat berada di dalam rumah. Itu pun harus panjang menutupi lutut. Saat mereka berenang, saya tidak memperbolehkan keduanya mengenakan celana renang yang tidak menutupi aurat. Saya juga tak membiasakan mereka berenang di kolam yang pengunjungnya bercampur antara perempuan dan laki-laki. Ajakan keduanya untuk berenang di water park selalu saya alihkan ke tempat lain yang sama menyenangkan. Sebab, saya belum menemukan water park yang menyediakan tempat terpisah untuk laki-laki dan perempuan.
Sejak anak-anak berusia empat tahun mereka sudah dibiasakan untuk tidur sendiri. Sementara ini, mereka masih tidur seranjang. Tetapi, saya tak pernah menyelimuti mereka dalam satu selimut. Rencananya, setelah si sulung berumur 10 tahun saya akan membelikannya tempat tidur terpisah dengan adiknya.
Selain untuk melatih keberanian dan kemandirian mereka, bagi saya, memisahkan tidur mereka dengan orang tuanya juga melatih mereka untuk menghargai privasi saya sebagai orang tua dan privasi mereka sendiri. Saya membiasakan keduanya untuk mengetuk pintu dan meminta izin saat memasuki kamar saya. Saya pun mempraktikkan hal serupa ketika akan masuk kamar mereka. ed: reiny dwinanda
Oleh Ika Koentjoro
Ibu dua anak, berdomisili di Yogyakarta