Kamis 11 Apr 2013 01:30 WIB
Kasus Korupsi

Remunerasi tak Cegah Korupsi

Penyidik Pajak golongan 4A/B Pargono Riyadi (PR) digiring petugas saat tiba di Gedung KPK
Foto: Antara
Penyidik Pajak golongan 4A/B Pargono Riyadi (PR) digiring petugas saat tiba di Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Pargono Riyadi, penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, memeras wajib pajak Asep Hendro. Kasus ini memunculkan anggapan sistem remunerasi untuk pegawai pajak tidak efektif mencegah perilaku korup.

Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasih mengatakan, godaan terhadap petugas yang terkait langsung dengan penerimaan negara, seperti perpajakan, memang sangat tinggi. Sistem remunerasi atau tunjangan kinerja diberikan agar pegawai pajak menghindari sifat korup. “Remunerasi ini tidak ampuh,” kata dia, kepada Republika, Rabu (10/4).

Dia pun berkesimpulan, masih adaya pegawai pajak yang memeras atau menerima pemberian ini menunjukkan persoalan bukan pada tidak terpenuhinya kebutuhan, tapi masalah mental. Dia menerangkan, persoalan mental ini menjadi persoalan yang sulit ditemukan solusinya.

Perbaikan kesejahteraan dalam bentuk lainnya dipastikan tidak bakal memperbaiki mental tersebut. “Diberikan Gaji berapa pun, rasanya masih akan ada aparat yang mencoba merongrong penerimaan negara," ujar Achsanul.

Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat ini, saat ini sebenarnya ada banyak pegawai pajak yang baik dan memiliki dedikasi terhadap negara. Tapi, peristiwa ini mengingatkan Ditjen Pajak perlu melakukan perbaikan secara terus-menerus.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengatakan tidak sepakat dengan penilaian itu. Menurut dia, banyaknya penangkapan menunjukkan sistem pencegahan korupsi di institusinya berjalan dengan baik. “Jadi, kami mohon KPK terus menindak. Saya juga minta Dirjen Pajak untuk menindaklanjuti sisi administratif dan Irjen Kemenkeu juga menindaklanjuti hal ini," kata Agus.

KPK menangkap Pargono ketika menerima uang Rp 25 juta dari Rukimin Tjahyono alias Andreas di Stasion Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (9/4). Dari hasil pemeriksaan, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, Pargono diduga menyalahgunakan wewenang dan memaksa Asep Hendro untuk menyerahkan sejumlah uang.

Kepada Asep, Pargono menyatakan pajak pribadi dan perusahaannya, yaitu Asep Hendro Racing Sport (AHRS), bermasalah. Untuk menyelesaikannya, Asep harus menyerahkan uang Rp 125 juta. Asep menyerahkan uang melalui Rukimin sebagai perantara.

Pargono disangkakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 421 KUHP. Ancaman pasal ini, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Kemenkeu, Kismantoro Petrus mengatakan, proses penangkapan Pargono dan Andreas serta Asep merupakan hasil koordinasi dan kerja sama antara KPK dan Ditjen Pajak. Terkait nasib pargono, Kismantoro menyatakan, dia dibebaskan sementara dari jabatannya sebagai Fungsional Pemeriksa Pajak Madya di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat sejak menjadi terperiksa di KPK.

Apabila bersalah, dia akan diberhentikan dengan tidak hormat. Sampai Rabu (10/4) malam, KPK hanya menetapkan Pargono sebagai tersangka pemerasan. Sedangkan Asep Hendro bersama tiga orang lainnya dibebaskan dari sangkaan. n muhammad akbar wijaya/muhamamad iqbal/bilal ramadhan ed: ratna puspita

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement