REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG — Mahkamah Agung Korea Utara akan mengadili seorang warga Amerika Serikat (AS), Kenneth Bae, karena dituduh hendak menjatuhkan pemerintahan sah di Pyongyang. Jika terbukti bersalah, Bae dapat terancam hukuman mati.
“Tersangka (Bae) telah mengakui atas tuduhan yang ditujukan kepadanya dan segera diadili,” ujar pernyataan sepihak pejabat Korut seperti dikutip kantor berita Korea Utara, KCNA, Sabtu (27/4). “Tuduhan kejahatannya dibuktikan dengan bukti. Dia akan segera diadili di Mahkamah Agung DPRK (Korut).”
Tidak ada informasi lebih lanjut kapan persidangan terhadap Bae akan segera digelar. Media-media internasional meyakini, kasus yang membelit Bae tak terlepas dari konfrontasi lanjutan antara Korut dan AS serta sekutu terdekat Paman Sam di Semenanjung Korea, yakni Korea Selatan (Korsel).
Media pemberitaan di AS menganggap perkara ini sebagai gertakan Pyongyang untuk meningkatkan posisi tawarnya dalam penyelesaian konflik di kawasan, termasuk dalam pembicaraan tentang senjata nuklir.
Korut tak jarang menggunakan tahanan untuk ditukar dengan kebijakan luar negeri AS. Situasi yang sama pernah terjadi pada 2009.
Pada saat kedua negara mengalami kebuntuan mengenai keputusan Korut untuk meluncurkan roket jarak jauh, Pyongyang justru menahan dua jurnalis Amerika. “Masalah Kanneth Bae bisa menyulitkan Washington untuk melunakkan Korut dari program nuklirnya,” tulis the New York Times, Sabtu (27/4).
Hal senada juga diungkapkan Profesor Koh Yu-hwan dari Universitas Dongguk di Seoul seperti dikutip AP. “Bagi Korea Utara, Bae menjadi kartu tawar-menawar dengan AS.”
Bae merupakan seorang warga negara AS keturunan Korea yang berdomisili di ibu kota, Washington. Bae yang berusia 44 tahun dikenal juga dengan nama Pae Jun-ho. Dia merupakan warga AS keenam yang ditahan di Korut sejak 2009.
Bae merupakan satu dari lima turis yang datang ke kota timur lau Korut, Rason, pada November 2012. Bae menggunakan pesawat komersial menuju Yanji di Cina sebelum menyeberang ke Korut. Namun, kehadirannya di Korut dikabarkan tidak hanya berpariwisata, tapi juga untuk membangun basis ekonomi di sebuah wilayah miskin di zona ekonomi Korut di Rason.
Bae juga mendokumentasikan kondisi sosial di wilayah tempat dia berkunjung. Berbagai foto dan video tentang kelaparan rakyat sipil di Rason tersimpan di komputer pribadinya. Kegiatan Bae mengundang kecurigaan militer Korut dan menuduh Bae sebagai agen mata-mata asing. Bae pun tidak bisa keluar Korut sejak kedatangannya di wilayah yang berbatasan dengan Cina dan Rusia.
Di Washington, Kementerian Luar Negeri AS mengonfirmasi warga negara yang bakal menjalani persidangan di Korut. Juru bicara Menlu AS mengatakan AS bekerja sama dengan Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang untuk menggali informasi tentang kasus ini. AS selama ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Korut sehingga meminta bantuan Swedia untuk mendampingi proses hukum itu. “Rekanan kami AS di Pyongyang sudah mengunjungi warga kami di sana,” kata Jen Psaki.
Korea Selatan tarik diri dari Kaesong
Secara terpisah, ketegangan Korut dan Korsel masih terjadi. Seoul memutuskan untuk menarik warga negaranya yang masih bertahan di kawasan industri Kaesong. Keputusan tersebut diambil menyusul sikap Korut yang tak menggubris tawaran dialog pembukaan kawasan industri bersama Kaesong yang telah ditutup secara sepihak oleh Korut.
Kantor berita Korsel, Yonhap, melansir sedikitnya 126 orang pelaku industri di wilayah Korut itu mulai dievakuasi dan kembali ke Korsel, Sabtu (27/4). Evakuasi terhadap 50 warga Korsel lainnya dikatakan akan dilakukan pada Senin (29/4).
Kaesong yang berada di teritori Korut dengan perbatasan Korsel ditutup setelah meningkatnya eskalasi ketegangan kedua negara. Korut geram dengan latihan militer yang dilakukan oleh Korsel dan AS serta penjatuhan sanksi Dewan Keamanan PBB. n bambang noroyono/ap/reuters ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.