REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan tidak pernah memeras tiga menterinya di pemerintah untuk mendanai kegiatan partai. Tiga kementerian yang dihuni politikus PKS, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Kementerian Sosial.
Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq menilai, partainya tidak pernah mencampuri anggaran kementerian. Sebaliknya, bila ada anggapan PKS menjadikan menterinya sebagai sumber pendanaan, hal itu tidak berdasar.
Menurut Mahfudz, kader PKS yang ada di eksekutif hanya diminta memberi sumbangan pribadi kepada partai. Pun halnya kader PKS di legislatif, seperti dirinya, yang memiliki kewajiban menyumbangkan pendapatannya kepada partai.
“Ada 57 anggota di DPR dan 200-an anggota DPRD provinsi dan 2000-an anggota DPRD Kabupaten/Kota. Besaran infak bulanannya berbeda-beda,” ujar Mahfudz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/5).
Dia menegaskan, dana yang masuk ke kas partai merupakan dana halal. Semua laporan keuangan diaudit dan bendahara PKS selalu terbuka menjelaskan kepada siapa pun, termasuk pada KPK.
Dia pun menjamin PKS belum pernah membicarakan soal dana terkait Pemilu 2014. DPP dan Majelis Syuro baru menyiapkan langkah pemenangan dan menyusun target tiga besar dalam pemilu legislatif nanti. Pendanaan, anggaran, dan distibusi dana kampanye, menurut Mahfudz, belum dibahas. Karenanya, Mahfudz membantah jika PKS dikatakan memanfaatkan tiga kementerian sebagai mesin pendanaan pada 2014.
Terkait bukti rekaman di Pengadilan Tipikor yang mengaitkan eks ketua PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dengan proyek di Kementerian Pertanian, Mahfudz menilai hal tersebut belum terbukti. “Walau ada transaksi, misalnya Fathanah berkaitan dengan Pak Lutfhi Hasan, itu bicara uang yang belum diterima,” katanya.
Jika memang ada uang yang diterima mantan presiden PKS tersebut, menurut Mahfudz, hal itu perlu dibuktikan lebih lanjut. Apakah dana tersebut masuk ke kas partai atau tidak. Untuk membuktikannya, Mahfudz mengatakan caranya sangat mudah. Karena, keuangan PKS selama ini selalu diaudit oleh akuntan publik yang resmi.
Selanjutnya, Mahfudz menjelaskan, sumber-sumber pendanaan PKS sebagian besar berasal dari internal partai. PKS biasa menghimpun dana solidaritas bagi dunia Islam dan bantuan kemanusiaan dengan berbagai acara keumatan. Tiap pekan setiap kelompok pengajian bisa menghimpun Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Saat ini, PKS mempunyai lebih dari 200.000 kelompok pengajian bernama Halaqah Tarbawiyah.
Sebelumnya, KPK memeriksa bendahara PKS Mahfudz Abdurrahman terkait kasus LHI dalam dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Dalam pemeriksaan ini, Mahfudz juga akan ditanya soal pendanaan partai berlambang bulan sabit dan kapas tersebut.
Selain sang bendahara, KPK juga memanggil fungsionaris PKS lain, yaitu Jazuli Juwaini, Budiyanto, dan Achmad Masuri. Jazuli seusai diperiksa KPK mengaku hanya ditanya soal struktur kepengurusan PKS. “Ada beberapa hal yang dimintai keterangan terkait dengan hierarki dan struktur PKS. Nggak ada masalah daging dan yang lain. Hanya mekanisme dan struktur PKS,” katanya berkilah.
Sebelumnya, tersangka pembobol Bank Jabar Yudi Setiawan mengaku menyerahkan uang miliaran rupiah kepada petinggi PKS.
PKS, ujar dia, mengejar target meraih dana partai triliunan rupiah untuk kampanye Pemilu 2014.Yudi bahkan mengaku sempat melakukan pertemuan bersama Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) pada 12 Juli 2012. LHI saat itu masih menjadi Presiden PKS. Dia ditemani Ahmad Fathanah.
Dalam pertemuan itu LHI mengungkapkan bahwa partainya membutuhkan mitra pebisnis untuk mengumpulkan dana. Ada papan tulis yang mencatat semua pembicaraan dan seorang karyawan Yudi yang memotretnya.
Di papan tulis itu ada beragam program PKS untuk menjaring dana. Pada kolom teratas disebutkan tertulis PKS dan angka Rp 2 triliun. Di sebelahnya ada nama Luthfi dan Hilmi. Berikutnya, pada tiga kolom tertulis masing-masing Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Sosial. n ira sasmita/bilal ramadhan ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.