REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perbankan didorong untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam dua tahun ke depan masyarakat di Asia Tenggara akan berhimpun dalam satu pasar tunggal yang terintegrasi.Wakil Presiden Indonesia Boediono mengatakan, waktu menuju MEA sangat pendek. Indonesia mau tidak mau harus siap menghadapinya jika tidak mau dikucilkan di perhelatan internasional itu.
Boediono menggarisbawahi dua hal yang harus diperhatikan perbankan dalam menghadapi MEA, yakni bagaimana menjadi tuan rumah dan bagaimana menjadi pemain di pasar luar negeri.“Hal pertama lebih mudah daripada hal kedua, tapi hal pertama adalah prioritas,” ujarnya pada pembukaan Indonesia Banking Expo 2013, Kamis (23/5).
Boediono mengingatkan perbankan nasional untuk memiliki peran yang dominan di pasar domestik demi mendukung ekonomi nasional. Menurutnya, kemampuan perbankan untuk mendukung sektor riil sangat penting.Perbankan didorong untuk membenahi beberapa hal, seperti manajemen, personalia, jaringan, dan modal. “Berbicara tentang bank, masalah kapitalisasi sangat penting. Bagaimana sumber permodalan agar mencapai tingkat peran yang kita inginkan,” kata Boediono.
Perbankan juga diimbau untuk memiliki daya saing karena kompetisi harus dihadapi dengan cara yang baik dan adil.Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa juga menyetujui bahwa meningkatkan daya saing nasional adalah kunci menghadapi MEA. Konektivitas nasional menjadi salah satu yang paling penting. “Kita sudah punya cetak birunya,” ujarnya. Hatta mengatakan, terdapat empat pilar MEA yang menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi.
Pilar pertama adalah arus barang, modal, jasa, dan investasi yang lebih bebas. Pilar kedua adalah MEA menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi. Pilar ketiga dengan memperluas keterjangkauan lembaga keuangan dan yang terakhir adalah ekspansi ke global.Hatta mengatakan, dalam pertemuan ke-9 ASEAN Economic Community Council (AECC) di Brunei Darussalam, Indonesia dinilai sangat menarik.
Masyarakat luar akan melihat Indonesia karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, infrastruktur yang mulai tumbuh, dan kelas menengah yang juga meningkat. “Mungkin karena itu perbankan tidak tertarik untuk persaingan keluar,” ujar Hatta.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, integrasi ASEAN adalah alat untuk mencapai kesejahteraan. Ia menjelaskan, terdapat tiga agenda besar yang telah disepakati untuk menghadapi MEA. Agenda pertama adalah meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam industri ini.
Saat ini, SDM berkualitas dan berpengalaman cukup langka dan akan menjadi penghambat dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya, Persatuan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) dan OJK harus memikirkan hal ini. Agenda kedua adalah harmonisasi berbagai macam peraturan, terutama dalam implementasi asas resiprokal. Agenda terakhir dengan membangun infrastruktur pendukung yang harus dilakukan secara bersama-sama.
Dengan demikian, industri perbankan Indonesia dapat menjadi lebih efisien. Saat ini, perbankan Indonesia tidak cukup efisien. Hal ini tampak dari rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) perbankan di Indonesia yang sangat tinggi di level 74,1 persen.
Padahal, rasio BOPO perbankan ASEAN berada di level 40-60 persen. Begitu juga, Net Interest Margin (NIM) perbankan di Indonesia yang hingga Desember 2012 sebesar 5,49 persen. Sedangkan, NIM perbankan di negara ASEAN lainnya di kisaran 2-3 persen. n satya festiani ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.