Kamis 30 May 2013 08:52 WIB
Kasus Korupsi Daging Impor

Saksi Ahli: Ada Transaksi Luthfi-Fathanah

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, resmi ditahan di Rutan Guntur usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap perijinan impor daging sapi.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, resmi ditahan di Rutan Guntur usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap perijinan impor daging sapi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangkan saksi ahli bahasa untuk menerjemahkan rekaman telepon antara tersangka kasus dugaan suap kuota impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fathanah. Saksi mengindikasikan ada transaksi dalam pembicaraan itu.

Rekaman pembicaraan dibeberkan jaksa bertanggal 9 Januari 2013. Komunikasi yang menggunakan bahasa Arab dan Indonesia itu, menurut jaksa, mengindikasikan transaksi suap. Untuk mengetahui isi perbincangan itu, jaksa menghadirkan saksi ahli untuk menerjemahkannya dalam persidangan dua terdakwa, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendy.

Ahli penerjemah di Kedubes Saudi Arabia, Jamaluddin, menjelaskan arti dari pembicaraan dalam rekaman telepon itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (29/5). “(Fathanah mengatakan) 8.000 ton dia akan memberikan uang sebanyak Rp 40 miliar cash,” kata Jamaluddin.

Jamaluddin kemudian mengartikan kalimat bahasa Arab lainnya dalam percakapan itu. Di antaranya, menyinggung angka-angka. Seperti, daging seribu, butuh delapan saja, dan nilai uang sebesar Rp 50 miliar.

Kuasa hukum terdakwa, Bambang Hartono, kemudian meminta penjelasan mengenai perbincangan dalam bahasa Arab antara Luthfi dan Fathanah itu. “Angka-angka itu mengindikasikan ada yang ditransaksikan kedua orang ini,” jawab Jamaluddin.

Mengenai sadapan rekaman itu, Luthfi sempat menanggapinya ketika dipanggil menjadi saksi ke pengadilan. Mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengakui adanya pembicaraan itu. Namun, Luthfi mengatakan menanggapi pembicaraan karena jengkel Fathanah sudah berulang kali mengutarakan mengenai penambahan kuota daging dan fee. “Kejengkelan saya karena dia berulang-ulang. Tapi, saya tidak menyampaikan hal itu kepada Menteri (Menteri Pertanian),” kata dia.

Kasus dugaan suap daging sapi impor sejauh ini melibatkan tersangka dari PT Indoguna Utama, Luthfi, dan Fathanah. KPK menduga Indoguna memberikan suap kepada Luthfi melalui Fathanah. Tujuannya, untuk memengaruhi Menteri Pertanian Suswono yang berasal dari PKS guna menambah kuota impor Indoguna.

Dalam persidangan kemarin, didatangkan juga Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan (PPVTPP) Kementerian Pertanian (Kementan) Suharyono sebagai saksi. Ia mengatakan tidak mengetahui adanya perihal permohonan penambahan kuota impor daging sebesar 8.000 ton.

Ia mengatakan, PT Indoguna sempat mengajukan permintaan penambahan kuota 500 ton untuk semeseter II 2012 pada 8 November. Kemudian, pada 27 November 2012 kembali ada permohonan dari PT Indoguna dan tiga perusahaan dalam grupnya sebesar 5.000 ton. Namun, permohonan itu ditolak. “Karena tidak sesuai periodisasi dan tidak ada penambahan kuota,” ujar dia.

Terkait kasus tersebut, KPK juga mendalami dugaan pada pencucian uang oleh Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, aliran dana dari Ahmad Fathanah ke sejumlah perempuan belum tentu tindak pidana. “Nanti penyidik mencari tahu apakah ada tindak pidananya atau tidak, apa karena bisnis, apa karena pemberian hadiah,” kata Yusuf di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin.

Senada dengan Yusuf, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengatakan, aliran dana dari Fathanah masih diselidiki. Ia menegaskan, terlalu dini untuk menyimpulkan apakah aliran dana itu termasuk tindak pidana pencucian uang. n irfan fitrat/ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement