REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga diri mata uang rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) sedang runtuh. Nilai tukar rupiah terperosok ke angka Rp 9.813 per dolar AS pada Kamis (30/5) petang. Anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menilai pelemahan nilai tukar rupiah ini sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan.
BI (Bank Indonesia) harus terus menjaga jangan sampai menembus level psikologis Rp 10 ribu, ujar Achsanul, kemarin. Dia mengingatkan, nilai tukar rupiah saat ini sudah berada di atas asumsi dasar dalam RAPBNP 2013 sebesar Rp 9.600. Asumsi itu pun, kata dia, merupakan hasil koreksi dari APBN 2013 sebesar Rp 9.300.
Nilai tukar rupiah yang sudah melampaui asumsi RAPBNP 2013 tersebut terjadi sejak pekan lalu, bahkan di awal pekan ini berada pada Rp 9.792. Angka ini terus merangkak naik pada Rabu (29/5) mencapai Rp 9.810 berdasarkan kurs tengah BI. Nilai tukar rupiah terus bergerak hingga Rp 9.813 pada Kamis (30/5).
Ekonom Agustinus Prasetyantoko menilai amunisi BI relatif terbatas untuk mengatasi pelemahan rupiah. Menurut dia, penyikapan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) lebih penting. Sebagai catatan, pada kuartal I 2013, NPI mengalami defisit 6,6 miliar dolar AS.Misalnya, menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak) untuk menekan impor. "Itu lebih wilayah pemerintah," kata Prasetyantoko.
Dia menilai, nilai tukar rupiah memiliki potensi untuk tergelincir ke level psikologis Rp 10 ribu. Kondisi ini, kata dia, bisa menimbulkan kepanikan. Gubernur BI Agus Martowardojo menilai pelemahan rupiah akibat pasar merespons kebijakan bank sentral AS dan adanya peningkatan permintaan korporasi menjelang akhir bulan.
Dia memastikan BI mengintervensi sesuai dengan fundamental perekonomian, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, dan memastikan ketersediaan likuiditas.
Direktur Eksekutif Departemen Hubungan Masyarakat BI Difi Johansyah mengatakan, pelemahan rupiah terkait mata uang regional dan tidak bersifat fundamental. Fundamental ekonomi kita kuat kecuali balance of payments (kesimbangan neraca pembayaran), ujar Difi, kemarin.
Faktor utama pelemahan rupiah adalah kebutuhan valas korporasi yang tinggi dan impor yang tinggi pula.Difi mengatakan, hal itu terjadi karena ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas enam persen, impor akan naik karena butuh supply. BI optimistis masalah tersebut bisa diatasi. Difi mengimbau masyarakat tidak panik dengan pelemahan rupiah ini karena sifatnya hanya sementara.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pelemahan rupiah akibat fluktuasi di pasar uang. Dia memprediksi fluktuasi terjadi karena adanya aksi ambil untung para spekulan di bursa regional. Penguatan dolar, kata dia, terjadi karena ekspektasi penarikan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing--QE) akibat mulai membaiknya data-data perekonomian AS.
Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib juga menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS bukan fundamental. Secara fundamental, ekonomi kita baik, ujar Kostaman, Kamis (30/5). Ia berharap, pemerintah bersama BI dapat mengontrol situasi nilai tukar. Menurut dia, pelemahan rupiah ini hanya fluktuatif dan tidak akan memicu krisis. n muhammad iqbal/satya festiani/antara ed: m ikhsan shiddieqy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.