REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR tak mampu bermufakat dalam mengesahkan APBN-P 2013. Rapat memutuskan untuk voting dalam mengambil keputusan. Voting terdiri dari dua opsi, yakni menerima atau menolak APBN-P.
Fraksi yang menerima APBN-P unggul dengan 338 suara, terdiri dari Partai Demokrat 143 suara, Golkar 98 suara, PAN 40 suara, PPP 34 suara, dan PKB 23 suara. Sedangkan, fraksi yang menolak APBN-P 2013 mendapat 181 suara, terdiri dari PDIP Perjuangan 91 suara, PKS 51 suara, Gerindra 25 suara, dan Hanura 14 suara.
Ketua DPR Marzuki Alie memberi kesempatan setiap fraksi menyampaikan argumen sebelum voting. Keputusan voting diputuskan setelah melalui proses panjang dalam forum lobi dan didiskusikan lintas fraksi. "Akhirnya, forum lobi tersebut untuk dibawa ke paripurna akan dilakukan mekanisme voting," kata Marzuki ketika memimpin rapat.
Pengesahan APBN-P menjadi dasar pemerintah menaikkan harga BBM karena di dalamnya terdapat anggaran kompensasi. Pemerintah rencananya menaikkan Premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter dan solar dari Rp 4.500 menjadi 5.500 per liter.
Program kompensasi dalam APBN-P terdiri dari bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) Rp 9,32 triliun, bantuan untuk siswa miskin Rp 7,5 triliun, beras untuk rakyat miskin Rp 4,3 triliun, dan program infrastruktur dasar Rp 7,25 triliun. Penerima BLSM sebanyak 15,5 juta rumah tangga dengan nominal Rp 150 ribu per bulan selama empat bulan.
Proses pembahasan APBN-P berlangsung alot dan dihujani interupsi. Rapat berkali-kali gagal melahirkan kesepakatan. Ketua DPR Marzuki Alie menskors rapat dua kali akibat deadlock. Skors panjang berlangsung sejak pukul 15.30 hingga 20.30 WIB untuk melakukan lobi. Meski begitu, interupsi masih ramai dalam rapat lanjutan.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Fredric Palit ketika menyampaikan pandangan fraksinya mengatakan, kenaikan harga BBM menyebabkan inflasi dan menambah jumlah rakyat miskin. Pihaknya tak sepakat dengan pasal terkait pengurangan subsidi. Dalam kesempatan itu, Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan APBN-P tandingan tanpa menaikkan harga BBM.
Juru bicara Fraksi PKS Abdul Hakim mengatakan, kenaikan harga BBM tidak tepat mengurangi daya beli rakyat menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. "Fraksi PKS belum dapat menyetujui RUU APBN Perubahan 2013," kata dia. Juru bicara Fraksi Partai Hanura, Erick Satrya Wardhana, mengatakan, BLSM rawan praktik politik uang.
Fraksi Partai Gerindra dalam pandangan akhirnya menyatakan menghormati keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Sikap ini menimbulkan kesan Gerindra berbalik arah mendukung pemerintah. Meski begitu, Gerindra menyatakan tetap menolak kenaikan harga BBM menjelang voting.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memantau jalannya rapat paripurna. "Kita menunggu hasil pembahasan Rapat Paripurna DPR," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Kantor Presiden, kemarin. Pemerintah, kata dia, sudah menyosialisasikan rencana kenaikan harga BBM beserta alasannya sehingga sebagian besar masyarakat sudah memahami.
Harga BBM tak bisa langsung naik setelah APBN-P disahkan. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, pemerintah butuh waktu untuk penyelesaian hal-hal teknis. "Kalau selesai hari ini (Senin), perlu beberapa hari untuk menyelesaikan administrasi, pendaftaran, hingga tanda tangan Presiden," kata Jero, kemarin. n muhammad iqbal/m akbar wijaya/tim republika ed: m ikhsan shiddieqy
Alasan Menolak Kenaikan Harga BBM
PDIP:
- Subsidi BBM tidak tepat sasaran hanya alasan yang dibuat-buat.
- BLSM bersifat jangka pendek.
- Penyelamatan defisit bisa dilakukan tanpa harus menaikkan harga BBM.
PKS:
- Kenaikan harga BBM memicu inflasi.
- Daya beli masyarakat akan turun mendekati Ramadhan.
- Jumlah rakyat miskin bisa bertambah.
Hanura:
- Defisit bukan karena meningkatnya biaya subsidi BBM.
- Pemerintah tak becus mengelola keuangan.
- Kenaikan harga BBM bertolak belakang dengan tujuan memakmurkan rakyat.
Gerindra:
- Tak ada jaminan kompensasi kembali ke rakyat dalam wujud transportasi murah dan infrastruktur
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.