REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Benny Mamoto mengungkapkan, peredaran narkoba dari dan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) bukan fenomena baru. Butuh ketegasan penegakan regulasi untuk menghentikan kejahatan tersebut. “Saya selalu bertanya kepada napi yang terbukti masih mengendalikan bisnis dari dalam lapas, pernyataan mereka mengejutkan, praktik ini sudah berjalan puluhan tahun,” ujar Deputi Pemberantasan BNN Irjen Benny Mammoto kepada Republika, kemarin.
Menurut Benny, maraknya perdaran narkoba di penjara karena karena motif utama dari kejahatan ini ialah bisnis. Sehingga, seperti apa pun kondisi yang sedang dialami oleh bandar narkoba, mereka memilih tetap menjual narkoba demi menjaga kerajaan bisnis haram mereka sekalipun dari balik penjara. Benny mengatakan, bandar narkoba yang tertangkap biasanya penuh akal. Mereka jarang jera dengan hukuman yang diterima meski berkali-kali di penjara.
Ia menggarisbawahi, satu-satunya aksi kriminal yang masih dapat tumbuh kembang meski pelakunya sedang menjalani hukuman adalah kejahatan narkoba. “Koruptor, di penjara apa yang mau dikorupsi? Terpidana penipuan, siapa yang mau ditipu? Jadi, memang hanya bandar narkoba yang masih bisa leluasa,” kata Benny.
Meski belum ada riset maupun hasil olah rekap penyedikan resmi, kata Benny, soal bandar narkoba menjalankan bisnis dari lapas sudah banyak terbukti. Salah satu indikasinya, banyak ditemukan alat penunjang perdagangan narkoba dalam lapas, seperti ponsel. Alat komunikasi menjadi senjata ampuh bagi napi bandar narkoba untuk berbisnis.
Benny menegaskan, sejatinya Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah mengeluarkan regulasi untuk mengatasi peredaran narkoba di lapas. Dalam Peraturan Menkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lapas, pada Bab III Pasal 9, ada serentetan kalimat yang dapat memberikan efek luar biasa jera kepada bandar narkoba.
“Semua napi narkoba yang saya tanya semua takut dengan hukuman dari aturan ini. Peraturan ini dikenal sebagai Register F,” kata Benny. Benny berujar, Register F ialah sebuah kategori bagi napi yang masih berbuat kejahatan di dalam lapas.
Bentuk kejahatan tersebut, kata Benny, antara lain, memiliki dan menggunakan narkoba, memiliki telepon genggam, senjata tajam, dan terbukti berkelahi. Hak untuk mendapatakan remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dari napi Register F akan dihapus selamanya. Meski demikian, kata Benny, penegakan peraturan tersebut kurang tegas di lapas-lapas. “Tinggal bentuk penegakan di dalam lapasnya saja yang kami harap dapat dilaksanakan seutuhnya,” ujar dia.
Benny tak menutup mata dengan kerja sama dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Lapas dalam pengungkapan jaringan narkoba di lapas. Namun, Benny juga tak memungkiri masih ada oknum lapas yang malah membantu menyukseskan aksi napi bandar narkoba berbisnis.
Kasubdit Komunikasi Ditjenpas Kemenkumham Akbar Hadi Prabowo mengakui, peredaran narkoba di dan dari penjara masih jadi persoalan. Ia beralasan, hal itu dari tak terlepas keterbatasan jumlah petugas dibandingkan jumlah pesakitan. Jumlah yang tak seimbang itu, menurutnya, membuat rentang pengawasan jadi terlalu luas.
Akbar menegaskan, Ditjenpas Kemenkumham sudah menempuh banyak upaya untuk menekan pelanggaran-pelanggaran dalam penjara. Meski, ia tak memungkiri para narapidana terus berinovasi untuk mengelabui petugas. n gilang akbar prambadi/irfan fitrat ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.