REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Urusan Logistik (Bulog) membeli daging impor dengan harga lebih mahal. Meski demikian, Bulog masih mendapatkan keuntungan cukup besar dari impor daging sapi ini.
Chairman Indo/Primo Smallgoods Indra Hasan mengatakan, Bulog mendapatkan keuntungan sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu per kilogram (kg) dari penjualan daging. “Rp 10 ribu dikali 3.000 ton, itu berapa miliar? Hanya dengan bermodalkan penugasan dari pemerintah dengan selembar surat izin impor,” kata dia, Jumat (18/7).
Indo/Primo Smallgoods merupakan perusahaan eksportir daging sapi joint Indonesia dan Australia yang berlokasi di Scone, New South Wales, Australia. Indra membantah bahwa untuk mendapatkan daging di Australia sangat sulit, seperti dinyatakan Bulog.
Ia mencontohkan, perusahaannya bisa memenuhi kebutuhan Bulog. Hal itu juga telah disampaikan ketika rapat di Scone, beberapa waktu lalu. Bahkan, perusahaannya bersedia mengirimkan 800 ton daging segar melalui udara dan 2.200 ton daging beku lewat laut.
Indra pun menyayangkan langkah Bulog yang justru membeli daging dari trader. Trader yang bekerja sama dengan Bulog, kata Indra, bahkan mencari daging ke perusahaannya. “Namun, kami tidak bisa memenuhi permintaan trader tersebut,” ujar dia.
Trader merupakan perusahaan yang mencari daging dari industri pengolahan daging. Pasokannya pun sangat tergantung dari sisa-sisa daging yang belum terjual dari industri maupun persetujuan dari industri.
Untuk menjamin stabilitas pasokan, kualitas, kuantitas, dan harga, Indra menyatakan, Bulog seharusnya bekerja sama langsung dengan industri pengolahan daging. Industri ini sudah terintegrasi dengan industri pengembangbiakan, penggemukkan, dan pakan ternak. Apalagi, kata Indra, misi yang diemban Bulog adalah stabilitas suplai dan harga. “Bukan penjual daging,” kata dia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi membenarkan bahwa Bulog membeli daging impor dari trader di Australia. Menurutnya, harga dari trader memang lebih mahal dibandingkan membeli langsung di peternakan. “Karena sudah dipotong dan sudah dibersihkan.''
Selain dari sisi harga, bentuk daging yang dibeli dari trader dan peternakan pun berbeda. Trader, menurut Bachrul, menjual daging dalam bentuk kemasan. Di peternakan, Bulog akan mendapatkan daging dalam bentuk sapi.
Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso menjelaskan, pihaknya membeli daging dari trader karena kesulitan jika harus mengumpulkan daging dari peternakan. "Kita sudah datang ke sana, tapi mereka sudah teken kontrak dengan trader," ujar dia.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan, Bulog telah menyatakan komitmen untuk tidak mengambil keuntungan yang besar. Namun, Bulog tidak mau juga merugi. “Saya rasa kalau mereka bisa untung Rp 2.000 per kilogram juga sudah bagus," ujar dia.
Pemerintah, lanjut Gita, terus memantau pergerakan Bulog sebagai stabilisator daging. Bentuknya berupa koordinasi dengan pihak Bulog mengenai jumlah dan waktu tiba daging di Indonesia.
Harga daging sapi yang menembus Rp 100 ribu membuat pemerintah mengizinkan Bulog untuk mengimpor daging sapi dari Australia. Kuota yang diimpor, yaitu 3.000 ton. Hingga kemarin, daging impor yang sudah tiba sekitar 16 ton. n meiliani fauziah ed: ratna puspita
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.