REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Akbar Wijaya
Namanya berjualan produk daging olahan, mau tak mau pedagang bakso jadi korban kenaikan harga daging belakangan. Bila enggan menaikkan harga jual, otomatis keuntungan semakin sedikit. “Biasanya sehari untung 100 ribu, sekarang cuma 50 ribu,” kata Ipul yang biasa berkeliling kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (26/7). Sebenarnya, Ipul bisa dapat untung lebih banyak bila bersedia menggunakan daging sapi impor yang diedarkan pemerintah di pasaran.
Meskipun begitu, dengan harga lebih murah pun, Ipul enggan menggunakan daging dari luar negeri. Dia beralasan kualitas daging sapi impor tidak sebagus daging sapi lokal. “Kualitasnya jelek kalau buat bakso,” ujarnya. Ipul menjelaskan, dari sisi harga daging sapi impor memang lebih murah. Selisih harganya bisa mencapai Rp 20 ribu lebih murah dari daging dalam negeri.
Namun, ketika diolah menjadi bakso, hasil adonan tidaklah sebanyak daging sapi lokal. Hal ini menurutnya karena berat daging sapi impor sudah bercampur dengan berat es. “Dagingnya sedikit karena mengandung es,” ujarnya. Selain itu, daging yang membeku juga tidak bisa menghasilkan kualitas bakso yang diinginkan. Daging beku biasanya membuat bakso mudah lembek ketika baru direbus.
Ipul mengatakan, dalam sehari biasa belanja tiga kilogram daging sapi lokal dengan harga antara 95 ribu sampai 100 ribu per kilogram. Padahal, biasanya harga daging sapi cuma Rp 80 ribu per kilogram. Dia berharap pemerintah bisa segera membuat normal harga daging sapi di pasaran tanpa bantuan daging impor. “Kenaikan ini sudah empat bulan. Setiap bulan naik lima ribu,” katanya.
Lantaran kenaikan harga terus menerus, Ipul mengatakan, banyak rekannya sesama pedagang bakso gulung tikar. Mereka beralih mencari profesi lain yang dianggap bisa menghasilkan uang lebih layak. Bukan hanya Ipul yang keberatan belanja daging impor. Sebagian besar pembeli di Pasar Bendungan Hilir (Benhil) Jakarta juga kekeuh mengambil sikap serupa.
“Karena kurangnya minat pembeli maka saya dan pedagang lain tidak mau menerima pasokan daging impor tersebut,” ujar salah seorang penjual daging di Pasar Benhil, Beni Setiawan, kemarin. Kelemahan daging impor antara lain daging sapi tersebut dikirim dalam keadaan telah dibekukan sehingga jika dijual di pasar tradisional, daging tersebut akan menjadi lembek dan berair.
Di samping itu, lamanya waktu pengiriman lantaran jarak yang jauh juga akan memengaruhi kualitas dan rasa daging sapi tersebut. Daging sapi lokal di Pasar Benhil mencapai Rp 100.000/kilogram, kemarin. Turun dibanding pekan lalu yang berkisar Rp 120.000/kilogram. Sedangkan, harga daging impor berkisar Rp 75.000 hingga Rp 85.000/kilogram.
Selain kualitas, potensi penyakit juga jadi kekhawatiran terhadap daging impor. Balai Karantina Pertanian Kelas II Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, tengah mewaspadai ternak sapi dan kambing impor dari Korea Selatan dan Amerika Serikat terkait penyakit mulut dan kuku. “Penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi, babi, dan kambing mewabah di Korea Selatan dan Amerika Serikat,” kata Kasi Karantina Hewan BKP Pangkal Pinang Herwintarti di Pangkal Pinang, kemarin.
Ia mengatakan, untuk mencegah wabah penyakit ternak tersebut, pihaknya meningkatkan pengawasan hasil pertanian impor di sejumlah pintu-pintu masuk resmi di Babel. Di antaranya, Pelabuhan Pangkalbalam, Tanjungpandan (Belitung), Belinyu, Sadai, dan Pelabuhan Muntok. Selain itu, pengawasan juga diperketat di Bandara Depati Amir dan Bandara H As Hanandjoeddin, Belitung. n antara ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.