Selasa 29 Oct 2013 08:47 WIB
Perdamaian Palestina-Israel

Israel Bebaskan Lagi Tahanan Palestina

Seorang pekerja Palestina sedang merapihkan kursi yang akan digunakan dalam acara menyambut para tahanan Palestina di Gaza City, Senin (17/10).
Foto: AP/Hatem Moussa
Seorang pekerja Palestina sedang merapihkan kursi yang akan digunakan dalam acara menyambut para tahanan Palestina di Gaza City, Senin (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Israel kembali membebaskan tahanan Palestina. Pembebasan 26 tahanan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan pembicaraan damai Palestina-Israel. Persetujuan mengenai pembebasan tahanan itu dilakukan oleh Komite Kementerian Israel melalui pemungutan suara, Ahad (27/10). Disepakati, mereka yang dibebaskan amerupakan para tahanan yang sudah mendekam di penjara selama 19-28 tahun. Banyak di antara mereka dipenjara karena tuduhan membunuh warga Israel yang dilakukan sebelum Kesepakatan Oslo 1993.

Segera setelah disetujui oleh Komite Kementerian Israel, nama-nama dari para tahanan itu pada Ahad dipublikasikan oleh situs Layanan Penjara Israel. Pembebasan akan dilakukan setidaknya 48 jam setelah publikasi itu dirilis. Periode 48 jam ini bisa digunakan oleh warga Israel yang keluarganya tewas dalam serangan oleh warga Palestina untuk menyampaikan keberatan atau gugatan atas rencana pembebasan itu.

Mahkamah Agung Israel biasanya tidak campur tangan dalam pembebasan tahanan Palestina. Sebab, hal ini dianggap sebagai masalah politik yang harus diputuskan pemerintah.  

Ini merupakan pembebasan tahanan tahap kedua sejak dimulainya perundingan damai Palestina-Israel pada Agustus lalu. Sesuai dengan kesepakatan untuk memulai perundingan damai itu, Israel bersedia membebaskan 104 tahanan dalam empat tahap. Prosesnya dimulai sejak Agustus lalu hingga sembilan bulan masa perundingan Palestina-Israel.

Namun, seperti halnya pembebasan tahap pertama, pembebasan tahap kedua ini pun diikuti dengan rencana Negeri Zionis untuk membangun permukiman baru Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Padahal, Palestina telah berulang kali menegaskan bahwa pembangunan permukiman di Yerusalem Timur dan Tepi Barat merupakan batu sandungan yang dapat menghancurkan proses perundingan damai.

Palestina memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur merupakan wilayahnya yang dicaplok Israel dalam Perang 1967. Hingga saat ini, Palestina tetap menuntut dua wilayah itu dikembalikan ke pangkuannya. Oleh karena itu, bagi Palestina penghentian pembangunan permukiman merupakan keharusan.

Selama ini, seperti dilaporkan kantor berita AP, Senin (28/10), tahanan Palestina menjadi isu “panas” di meja perundingan kedua negara. Bagi warga Palestina, para tahanan tersebut merupakan pahlawan. Mereka dinilai telah mengorbankan jiwa dan raga dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Sebaliknya, masyarakat Israel melihat tahanan Palestina sebagai teroris.

Hadir di Jenewa

Dalam perkembangan lain, Israel dilaporkan bakal menghadiri pertemuan Dewan HAM PBB di Jenewa. Hal ini terjadi setelah Jerman mengancam akan melakukan reaksi diplomatik jika Israel tetap menolak hadir Dewan HAM PBB. Ancaman itu disampaikan melalui surat pribadi Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle kepada PM Israel  Benjamin Netanyahu.

Israel memutuskan hubungan dengan Dewan HAM PBB pada Maret 2012. Hal tersebut dilakukan setelah Dewan HAM PBB menyatakan bahwa pembangunan permukiman Yahudi merupakan sesuatu yang ilegal dan melanggar hak asasi rakyat Palestina. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement