Kamis 07 Nov 2013 12:40 WIB
Konvensi Tembakau

Indonesia Matangkan Pengesahan Konvensi Tembakau

Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mematangkan rencana aksesi atau ikut mengesahkan perjanjian internasional pengendalian tembakau atau FCTC yang digagas World Health Organization (WHO). Saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang belum menandatangani perjanjian tersebut.

Terkait rencana aksesi, dimatangkan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) dengan menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait rencana aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sejumlah perwakilan kementerian lain juga dilibatkan. Di antaranya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kemenakertrans.

Menkokesra Agung Laksono mengungkapkan, berdasarkan data WHO, hingga Juli 2013, sejumlah 177 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC. Ia juga mengindikasikan, pemerintah tak jenak dengan posisi Indonesia sebagai satu-satunya negara di ASEAN yang belum mengaksesi FCTC.

Agung mengungkapkan tujuan aksesi FCTC adalah untuk melindungi generasi sekarang dan yang akan datang terhadap gangguan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan, dan ekonomi sebagai akibat dari konsumsi tembakau dan paparan asap rokok. "FCTC ini disusun sebagai respons terhadap globalisasi epidemi penyakit akibat produk rokok," katanya.

Keberatan terkait rencana aksesi FCTC berkali-kali mengemuka. Keberatan pihak-pihak penentang terkait kekhawatiran soal nasib para petani tembakau. Agung menjanjikan aksesi Indonesia terhadap FCTC tidak akan mematikan industri rokok yang ada. "Di beberapa negara yang sudah menandatangani FCTC, industri rokoknya tidak mati," ujarnya.

 

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, menegaskan, aksesi FCTC tidak akan mengganggu kedaulatan bangsa Indonesia. Karena itu, ia meminta masyarakat mendukung rencana FCTC. "Segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak akan terganggu jika Indonesia mengaksesi FCTC," katanya. Bahkan, menurut dia, dengan aksesi FCTC, Indonesia bisa memberikan perlindungan kesehatan lebih baik kepada penduduknya

Menurut Linda, aturan itu tidak akan mematikan industri rokok atau petani tembakau. FCTC ini, kata dia, lebih pada pengaturan penjualan rokok, pembatasan akses masyarakat, utamanya kaum muda terhadap produk rokok dan sebagainya. Dengan aksesi FCTC, lanjutnya, Indonesia justru memiliki beberapa keuntungan. Di antaranya, meningkatnya martabat bangsa di mata negara-negara dunia serta tidak lagi menjadi negara keranjang sampah rokok.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjanda Yoga Aditama, menambahkan, perkembangan perokok di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan. Laporan Kemenkes menyebut, dari 80 juta anak, saat ini sekitar 43 juta sudah terpapar asap rokok. "Usia perokok semakin hari juga semakin muda, bahkan beberapa kasus di antaranya ditemukan balita sudah menjadi perokok aktif," katanya.

Wakil Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menilai, rencana Pemerintah Indonesia untuk mengaksesi FCTC bukanlah solusi yang bijaksana. Menurutnya, pemerintah tidak mempertimbangkan bahwa Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara-negara lain yang tidak memiliki kepentingan terhadap keberadaan dan kelangsungan industri tembakau.

Menurutnya, keputusan untuk melakukan aksesi FCTC akan memberikan dampak yang besar bagi jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan penghidupannya dari industri tembakau. Ia menilai, beberapa tahun belakangan ini FCTC benar-benar melenceng dari tujuan awalnya dan cenderung mengkriminalisasi industri tembakau, termasuk petani tembakau.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR-RI Poempida Hidayatulloh menyebut langkah aksesi FCTC yang diambil pemerintah sebagai tindakan yang membabi buta. Menurut Pompeida, Jika FCTC diratifikasi, pemerintah justru membuat ketidakseimbangan ekonomi nasional. FCTC juga, menurutnya, bertentangan dengan visi presiden SBY, yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor. n fenny melisa  ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement