REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekalipun belum ada kepastian waktu penerapan denda maksimal bagi penerobos jalur bus Transjakarta, Polda Metro Jaya justru akan mengembangkan penerapan denda maksimal untuk tiga jenis pelanggaran lainnya. Perluasan denda maksimal itu ditujukan untuk mengurangi pelanggaran yang bisa memperparah kemacetan lalu lintas.
Menurut Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Hindarsono, tiga pelanggaran itu menyangkut parkir liar, melawan arus, serta kendaraan umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya. Kepolisian akan segera mengajukan denda maksimal tiga pelanggaran tersebut ke Kejaksaan Tinggi DKI dan Pemerintah Provinsi DKI.
Alasannya, ketiga jenis pelanggaran itu bisa menyebabkan kemacetan dan cenderung membahayakan keselamatan pengendara lainnya. Dengan denda maksimal ini, polisi akan tegas dalam menindak pemakai jalan yang melanggar. ''Karena kesadaran tertib lalu lintas makin sedikit, makanya dimaksimalkan dendanya,'' kata Hindarsono, Ahad (17/11)/
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan sanksi tinggi kepada para penerobos jalur TransJakarta, yaitu Rp 1 juta untuk mobil dan Rp 500 ribu untuk sepeda motor. Penerapan peraturan itu sudah diatur dalam Pasal 287 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturan tersebut menyebutkan denda maksimal sebesar Rp 1 juta bagi kendaraan roda empat dan Rp 500.000 untuk kendaraan roda dua.
Menurut Hindarsono, dari penelitian dan pemantauan Ditlantas Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI, pelanggaran lalu lintas seperti parkir liar merupakan salah satu penyumbang kemacetan yang tinggi di Jakarta. ''Apalagi pertumbuhan kendaraan semakin menjadi, hambatan seperti parkir liar perlu diatasi,'' ujarnya.
Untuk sementara ini, baru tiga pelanggaran lalu lintas itu, ditambah penerobosan jalur busway, yang ditelisik untuk diterapkan denda yang tinggi mengingat frekuensi pelanggarannya yang paling banyak terjadi dan juga penyumbang utama kemacetan. Namun, tidak menutup kemungkinan ada jenis pelanggaran lain yang akan diajukan untuk denda maksimal. ''Lainnya masih pembahasan, sementara ini dulu,'' kata Hindarsono.
Sebenarnya, sumber kemacetan di Jakarta itu banyak. Data yang terangkum di Ditlantas Polda Mero Jaya menyebut adanya pasar tumpah, parkir liar, papan reklame, rekayasa jalan yang salah, dan lampu lalu lintas yang rusak. Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Sambodo Purnomo mengatakan, ada 70 titik macet terparah di Ibu Kota yang akan ditangani dengan skala prioritas.
Sambodo tidak ingin terlalu muluk-muluk dalam mengatas kemacetan. Satu sampai tiga titik yang diurai kemacetannya dalam sebulan lebih baik daripada seluruhnya secara langsung, tapi tidak berjalan. ''Bulan ini beberapa titik, bulan depan beberapa titik, jadi masyarakat pun bisa merasakan ada penguraian kemacetan,'' ujar dia.
Terkait parkir liar, Sambodo berharap kepada Pemprov DKI melakukan pembenahan. Menurutnya, antisipasi lebih efektif dari penanggulangan. Ia memberi tip bagaimana seharusnya menertibkan parkir liar. Jika kendaraan sudah terparkir terlebih dahulu, sulit untuk diusir. ''Caranya jejerkan sejumlah petugas, jika ada mobil yang ingin parkir langsung diusir,'' kata dia.
Sambodo menilai, penuntasan masalah parkir liar perlu dilakukan segera mengingat jumlah kendaraan yang terdaftar di Polda Metro Jaya untuk wilayah DKI Jakarta meningkat. Tercatat ada 15 juta unit kendaraan untuk tahun ini. Padahal, tiga tahun lalu yang terdaftar hanya 11 juta unit kendaraan. Bahkan, untuk wilayah Polda Metro Jaya saja setiap hari ada 75 ribu pemohon yang mengajukan kendaraan baru. Dalam tiga tahun terakhir, per tahun ada penambahan sekitar satu juta kendaraan bermotor.
Ini diperparah dengan tidak adanya pertumbuhan infrastruktur jalan. Panjang jalan di Jakarta jika ditarik garis lurus hanya 7.650 km dan luas jalan jika dibentangkan hanya 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI. Sedangkan, pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun. n c91 ed: rahmad budi harto
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.