REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Kebangsaan yang digagas Forum Pemred melahirkan Komitmen Jakarta untuk perubahan Indonesia. Terkait hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sepakat bahwa perubahan mesti direncanakan dan dipersiapkan.
“Yang paling baik menurut saya perlu ada perubahan tertentu, maka perubahan itu perlu direncanakan dan dipersiapkan,” katanya saat menjadi keynote speaker pada Kongres Kebangsaan yang digelar Forum Pemred, Rabu (11/12).
SBY mengatakan, dalam setiap proses perubahan hampir pasti selalu ada hambatan, penolakan, resistensi, guncangan, dan risiko. Namun, hal tersebut bisa diminimalkan dengan mengalkulasi langkah-langkah untuk perubahan.
Menurutnya, pemikiran untuk melakukan perubahan tidak ada yang salah dan tidak keliru. Semua pihak harus dilibatkan untuk melihat secara utuh kehidupan bernegara di Indonesia jika pada saatnya dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. “Tidak boleh perubahan itu untuk memenuhi kehendak pihak tertentu pada periode tertentu. Pastikan apa yang ingin kita lakukan,” katanya.
Ia menegaskan, menganggap sistem dan kerangka bernegara yang dianut pada periode tertentu sebagai “sudah baik, sudah tepat dan harus dipertahankan” adalah mengingkari hukum alam dan hukum sejarah.
Bangsa yang cerdas dan bijak, lanjutnya, selalu melakukan evaluasi dan refleksi untuk secara sadar melakukan perubahan dan pembaharuan. “Daripada harus ada 'revolusi baru' atau 'revolusi sosial' atau yang sering menyakitkan,” kata dia.
Komitmen Jakarta yang disepakati dalam Kongres Kebangsaan dibacakan Ketua Forum Pemred Nurjaman Mochtar kemarin. Ia mengatakan, meski demokrasi masih menyimpan banyak persoalan, warisan terbaik dari pendiri bangsa bukan politik keputusasaan, tetapi politik harapan. “Republik ini berdiri atas tiang harapan,” ujar dia.
Karena itu, lanjutnya, para pemred dari berbagai penjuru Tanah Air bersama komponen bangsa dalam Kongres Kebangsaan bertekad untuk melihat kembali tatanan bernegara. Forum Pemred bertekad untuk meninjau kembali arah reformasi.
Di antara butir-butir komitmen, salah satunya adalah kesepakatan untuk memperkokoh kembali rumah besar negara-bangsa Indonesia sebagai rumah kebahagiaan bagi semua. Caranya dengan memperkuat Pancasila sebagai fondasi.
Kemudian, para pemred dan tokoh yang hadir dalam Kongres Kebangsaan bersepakat bahwa perjuangan politik diabdikan untuk membentuk pemerintah negara yang dapat melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Serta, menjaga kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan dalam hubungan internasional.
Selain itu, mengonsolidasikan demokrasi berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional dipandang perlu untuk melakukan konsolidasi terhadap konstitusi negara. Termasuk, amandemen kelima konstitusi dan proses peninjauan peraturan perundangan.
Peserta kongres juga bersepakat mengenai perlunya penyempurnaan lembaga perwakilan dan pemerintahan melalui penataan kembali sistem kepartaian, sistem pemilu, dan sistem perwakilan. Termasuk, peningkatan fungsi DPD yang dapat mengembangkan partisipasi dan keterwakilan yang lebih luas, lebih bermutu, lebih inklusif, tanpa biaya yang mahal.
Hal lain yang disepakati adalah soal penataan kembali otonomi daerah, pemulihan wibawa hukum, dan pentingnya keberadaan haluan negara untuk mengawal kebijakan. Terakhir, peserta kongres mendesak MPR mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menindaklanjuti berbagai kesepakatan tersebut.
Ketua MPR Sidarto Danusubroto menilai delapan kesepakatan Komitmen Jakarta, terutama soal dihidupkannya kembali haluan-haluan bangsa, dapat memulihkan kembali semangat kebangsaan. Menurut dia, ketiadaan haluan-haluan negara menghambat pembangunan bangsa. Sidarto mengatakan MPR akan mengkaji dan meninjau delapan kesepakatan yang tertuang dalam Komitmen Jakarta ini. n riga nurul iman/esthi maharani/antara ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.