REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemberian subsidi tetap bagi bahan bakar minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 dimungkinkan. Skema semacam itu bisa diterapkan agar pengelolaan belanja subsidi arif dan bijak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan subsidi tetap adalah subsidi dengan nilai tetap untuk setiap liter BBM bersubsidi. “Jika harga keekonomian BBM adalah Rp 9.000 per liter maka dengan subsidi tetap, misalnya Rp 2.500 per liter, harga yang dibayarkan konsumen adalah Rp 6.500 per liter,” ujarnya, Selasa (17/12).
Skema subsidi BBM yang berlaku saat ini kerap membuat defisit APBN mengalami pelebaran. Besarnya subsidi BBM ditentukan oleh fluktuasi harga minyak dunia, kurs rupiah, dan produksi minyak siap jual. Fluktuasi terhadap ketiga faktor itu kerap membuat subsidi BBM melonjak sehingga berujung pada tertekannya APBN. Subsidi tetap adalah subsidi dengan nilai tetap untuk setiap liter BBM bersubsidi.
Subsidi tetap BBM pernah diusulkan dalam RAPBN 2014, namun urung dilanjutkan pembahasannya. Saat ini, subsidi tetap telah diberikan kepada bahan bakar nabati (BBN) sebesar Rp 3.000 per liter dan LGV Rp 1.500 per liter. Hatta menjelaskan, secara alamiah beban subsidi BBM akan mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan menurunnya produksi minyak dalam negeri.
Selain itu, perekonomian Indonesia terus tumbuh dan bergerak ditunjang konsumsi dalam negeri yang terus naik. “Jadi, itu akan menjadi beban manakala kita tidak menemukan cara mengelola subsidi,” katanya. Namun, subsidi BBM tidak sepenuhnya bisa dihilangkan, mengingat masih banyaknya orang yang membutuhkan subsidi.
Menanggapi wacana yang digaungkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait pencabutan BBM subsidi di Ibu Kota, Hatta mendukungnya. Meski begitu, ia tetap berpandangan bahwa tidak semua masyarakat Jakarta mampu.
“Untuk yang mampu, saya kira baik. Tapi, subsidinya diberikan dalam bentuk lain. Maksudnya Pak Ahok, saya yakin subsidinya tidak diberikan dalam bentuk BBM, tapi bisa diberi dalam bentuk lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Kalau menurut saya, itu bagus. Yang penting, rakyat miskin harus diberi subsidi,” ujarnya.
Sementara itu, untuk menambah cadangan migas, menurut Hatta, bisa dilakukan dengan meningkatkan investasi di bidang eksplorasi migas. Hatta menyoroti pentingnya penyederhanaan birokrasi dalam pengurusan izin eksplorasi. Selain itu, pentingnya pemberian insentif untuk mendorong eksplorasi. Hal ini tak lepas dari tingginya beban yang harus ditanggung perusahaan saat eksplorasi. Terlebih, eksplorasi mengarah ke remote area, seperti laut dalam.
Anggota Badan Anggaran DPR Yudi Widiana Adia mempersilakan pemerintah apabila ingin mengajukan pemberian subsidi tetap bagi BBM dalam RAPBN 2015. Yudi mendukung rencana tersebut jika tujuannya untuk mencegah agar APBN tidak jebol.
Meskipun begitu, Yudi meminta agar skema pemberian subsidi tetap bagi BBM tidak dijadikan tameng di balik ketakutan pemerintah menaikkan harga BBM. “Itu urusan manajerial pemerintah. Kalau dibuat mengambang seperti itu, risikonya tinggi. Dulu, pemerintah merasa dihalangi saat ingin menaikkan harga BBM. Sekarang kebijakan terkait subsidi BBM, termasuk penyesuaian harga, kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah,” katanya.
Senior Resident Representatif IMF di Indonesia, Benedict Bingham, mendukung bila pemerintah menerapkan skema alokasi subsidi BBM tetap tersebut. Langkah ini, menurutnya, harus diambil untuk meningkatkan peran dan ruang gerak kebijakan fiskal. Dengan demikian, pertumbuhan dalam jangka menengah dapat didorong. Selama ini, besarnya subsidi energi, khususnya subsidi BBM, membuat pembangunan yang berkelanjutan sulit diharapkan. n muhammad iqbal/satya festiani ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.